Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo (EP) mengaku dikonfrontasi soal barang bukti yang sebelumnya telah diamankan dalam kasus suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster.

Ia mengatakan barang-barang mewah yang dibeli saat kunjungan kerjanya di Honolulu, AS, dikonfrontasi saat pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis.

"Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti. Saya sudah akui semuanya, yang barang-barang saya beli di Amerika itu kayak apa baju, ya semuanya," kata Edhy usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

KPK, Kamis memeriksa Edhy sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) dalam penyidikan kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Baca juga: KPK periksa sespri Edhy Prabowo
Baca juga: KPK periksa Edhy Prabowo


Selain itu, Edhy juga menanggapi soal delapan unit sepeda yang diamankan KPK dari penggeledahan di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12).

Ia mengaku delapan sepeda tersebut tidak ada hubungan dengan dirinya. Namun, ia tidak menjelaskan secara detil apakah sepeda-sepeda tersebut tidak terkait kasusnya atau memang bukan miliknya.

"Saya beli sepeda kan waktu di Amerika, ya maksud anda kan sepeda yang di rumah saya itu? Kalau itu tanya sama penyidik, tidak ada hubungannya dengan saya itu," ujar Edhy.

Total KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Baca juga: Penggeledahan rumah dinas Edhy Prabowo, KPK temukan Rp4 miliar
Baca juga: KPK amankan dokumen transaksi keuangan terkait kasus suap Edhy Prabowo


Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Suharjito (SJT).

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Uang tersebut antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020. Sekitar Rp750 juta diantaranya dibelikan barang berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020