Banjarnegara (ANTARA) - Belakangan ini hujan makin sering turun dengan sangat deras di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, membasahi daun-daun meranggas dan pekarangan yang basah karena tempias.

Bagi warga yang tinggal perbukitan, hujan lebat dengan durasi yang lama, berarti saatnya untuk waspada. Selalu siap siaga untuk mengamati karena gerakan tanah kapanpun bisa terjadi.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Aris Sudaryanto, melalui Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Budi Wahyono mengingatkan masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan karena potensi longsor atau gerakan tanah mengalami peningkatan saat musim hujan.

Menurut data yang dihimpun BPBD Banjarnegara, pada Kamis (3/12) tercatat ada 33 bencana longsor atau gerakan tanah yang terjadi setelah hujan mengguyur kawasan itu sepanjang hari.

Lokasi bencana tersebar di 13 kecamatan yang ada di wilayah setempat, yakni Bawang, Klampok, Pagedongan, Karangkobar, Wanadadi, Banjarnegara, Pejawaran, Punggelan, Pandanarum, Pagentan, Wanayasa, Banjarmangu dan Kecamatan Susukan.

"Sebagian besar merupakan gerakan tanah skala kecil, namun ada beberapa yang berskala besar, di antaranya di Dukuh Karanglo di Desa Kalitlaga, Kecamatan Pagentan," katanya.

Dia mengatakan berdasarkan Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 360/678 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Bencana, pihaknya menetapkan status siaga darurat mulai 12 Oktober 2020 hingga 9 Januari 2021.

Dengan adanya status siaga darurat maka diharapkan semua pihak, termasuk masyarakat dapat senantiasa meningkatkan kesiapsiagaan dalam rangka mengantisipasi bencana alam di wilayah itu sebagai kunci untuk menyukseskan upaya mitigasi.

Sebagai bagian dari penetapan status siaga darurat, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi, mengenai potensi-potensi bencana yang ada di sekitar mereka.

Pemkab Banjarnegara menilai salah satu strategi dalam upaya mitigasi adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memahami bencana. Dengan memahami bencana maka diharapkan akan memiliki kemampuan untuk menanggulangi dan mampu mengamankan diri dari bencana yang mungkin terjadi.

Peran aktif masyarakat diperlukan sebagai bagian dari budaya tangguh bencana, mengingat sebagian wilayah di Banjarnegara merupakan area perbukitan yang rentan terhadap gerakan tanah.

Berdasarkan kajian risiko bencana BNPB Tahun 2018 diketahui bahwa terdapat 204 desa rawan bencana longsor atau gerakan tanah yang tersebar di 20 kecamatan.

Karena itu Pemkab Banjarnegara sejak jauh-jauh hari sudah mengoptimalkan program gerakan desa tangguh bencana. Hingga November 2020 ini Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah membentuk 59 desa tangguh bencana yang tersebar di beberapa kecamatan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.


Jenis Rayapan

Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati mengatakan saat musim hujan biasanya struktur tanah akan menjadi sangat lembek dan lunak sehingga sangat mudah untuk bergerak atau longsor.

"Sifat plastisitas tanah yang tinggi memungkinkan tanah untuk bergerak karena pengaruh air hujan. Air akan masuk ke dalam tanah dan mengubah karakter tanah yang padat menjadi cair sehingga memungkinkan tanah untuk bergerak dan berubah menjadi aliran tanah," katanya.

Pada wilayah dengan topografi tidak terlalu terjal biasanya terjadi gerakan tanah jenis rayapan dengan pergerakan yang lambat. Kondisi itu dimungkinkan karena gaya gravitasi yang menyebabkan longsoran juga tidak terlalu besar.

Gerakan tanah jenis rayapan ini, meskipun lambat, harus terus diwaspadai. Warga yang tinggal di sekitar lokasi harus mengamati secara berkala karena biasanya terjadi rekahan atau retakan-retakan pada permukaan tanah.

Saat hujan turun dengan intensitas tinggi dan durasi yang lama maka rekahan atau retakan tadi bisa menjadi media bagi air untuk masuk ke dalam tanah, sehingga karakter tanah akan menjadi lembek dan bisa menimbulkan longsoran yang lebih besar.

"Saat curah hujan tinggi gerakan tanah dikhawatirkan akan semakin cepat. Sedangkan saat musim kemarau mungkin gerakan tanah menjadi lambat atau sama sekali berhenti. Sehingga antisipasi perlu dilakukan sejak dini, melalui pemahaman tentang karakteristik curah hujan yang mempengaruhi kerentanan tanah," katanya.

Apabila masyarakat melihat adanya rekahan atau retakan maka harus langsung bergerak cepat menutupnya dengan tanah guna meminimalisir aliran air masuk ke dalam.

Masyarakat juga bisa membuat media-media penghambat longsoran tanah, seperti memasang cerucuk bambu atau menanam pohon berakar kuat.

Keduanya merupakan media-media penghambat tanah longsor yang dapat dikombinasikan sebagai alternatif pencegahan dalam skala rumah tangga.

Selain itu masyarakat yang tinggal di lokasi rawan longsor juga bisa memanfaatkan karung-karung untuk menampung tanah lalu dipasang pada bagian bawah area sebagai solusi sementara menahan longsoran.

Pada gerakan tanah jenis rayapan, menurut dia, perlu juga dipasang alat untuk mendeteksi perubahan kecepatan longsornya guna mendukung upaya pengurangan risiko bencana.

"Sistem peringatan dini juga bisa dipasang di lokasi rawan bencana. Selain itu pemanfaatan kentongan sebagai sarana komunikasi peringatan dini bencana bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah rawan bencana juga perlu diintensifkan," katanya.

Kentongan atau alat-alat tradisi lokal sangat dapat dimanfaatkan sebagai salah satu strategi mitigasi bencana berbasis kearifan lokal karena salah satu strategi dalam mitigasi bencana alam adalah percepatan informasi bencana.

Terkait dengan kondisi cuaca, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa potensi hujan di Banjarnegara, Jawa Tengah, dan kabupaten lain di sekitarnya mengalami peningkatan dalam beberapa hari ke depan sehingga masyarakat perlu mewaspadai terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor dan angin kencang.

Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengatakan bahwa berdasarkan analisis kondisi atmosfer di Jawa Tengah, menunjukkan adanya dinamika yang tidak stabil dan kelembapan udara yang cukup tinggi dari lapisan bawah hingga lapisan atas sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan.

Dengan mengetahui potensi peningkatan curah hujan maka diharapkan upaya antisipasi terus dilakukan untuk mendukung upaya mitigasi, seraya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia hanya bisa mencoba dan berusaha.

Dan juga yang tidak kalah penting, kesadaran untuk menjaga keseimbangan alam harus terus dipupuk dan dipelihara. Sesuai dengan jargon yang menyebutkan bahwa saat kita menjaga alam, maka alam juga akan menjaga kita.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020