Pekanbaru (ANTARA News) - Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia (BI) Pekanbaru, Yenita Lisna, mengatakan bahwa bisnis penukaran valuta asing (valas) sangat rawan digunakan untuk praktik pencucian uang (money laundering).

"Pedagang valas sepertinya tidak penting, tapi kalau digunakan untuk tindakan negatif seperti pencucian uang akan menjadi hal yang signifikan," kata Yenita di Pekanbaru, Senin.

Ia menjelaskan, praktik pencucian dari pelaku kejahatan melalui pedagang valas sudah merebak seperti di Kota Batam dan Jakarta. Modus yang digunakan yakni tersangka mencairkan dana berupa travel check melalui pedagang valas.

"Hal itu bisa menyeret pemilik usaha karena dinilai ikut membantu praktek pencucian uang," ujarnya.

Menurut dia, tindakan melawan hukum tersebut relatif mudah terjadi karena hanya segelintir pedagang valas yang memiliki izin dokumen resmi untuk bisnis mereka. Di Pekanbaru, lanjutnya, baru ada lima pedagang valas yang berdokumen resmi dan secara rutin diawasi oleh BI.

"Jika dicairkan melalui bank, akan cepat ketahuan bahwa cek tersebut adalah hasil praktek cuci uang. Untuk itu, nasabah akan mencairkan cek ke pedagang valas agar tidak mudah diketahui itu adalah hasil cuci uang," katanya.

Karena itu, ia mengatakan, BI kini sedang menyusun aturan tata usaha untuk para pengusaha valas. Aturan tersebut, lanjutnya, akan mewajibkan setiap pedagang valas mengantongi dokumen resmi berusaha dari instansi terkait untuk dapat meneruskan bisnisnya.

(T.F012/M012/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010