Jakarta (ANTARA) - Momen pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 dan pandemik COVID-19 di Indonesia seperti memakan buah simalakama bagi masyarakat.

Apabila masyarakat pemilih menggunakan hak pilihnya, dengan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) maka potensi untuk tertular dan menularkan COVID-19 bisa terjadi. Sehingga, angka kasus COVID-19 di Indonesia yang sejak awal diketahui merebak pada Maret hingga kini belum mengalami penurunan, akan semakin meningkat.

Sementara, jika pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara, maka jumlah golput bisa meningkat sehingga berpengaruh pada kualitas demokrasi lokal karena angka partisipasi pemilih tidak maksimal.

Untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut, Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu dengan giat menyerukan ajakan kepada masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan.

Harapannya, ketika Pemerintah memutuskan untuk tetap menyelenggarakan Pilkada pada September hingga menjelang hari pemungutan suara, angka kasus penularan COVID-19 semakin menurun.

Kenyataannya, angka kasus COVID-19 justru semakin meningkat. Laporan harian Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada Senin (7/12) menyebutkan penambahan angka konfirmasi positif mencapai 5.754 kasus, yang menyebabkan total konfirmasi positif di Indonesia menjadi 581.550 kasus.

Wilayah-wilayah dengan penambahan kasus konfirmasi positif tertinggi, semuanya menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020, kecuali DKI Jakarta, yakni Jawa Barat (1.171 kasus), Jawa Tengah (594 kasus), Jawa Timur (545 kasus) dan Sulawesi Selatan (345 kasus).

Di Jawa Barat, Pilkada Serentak terjadi di Kota Depok dan tujuh kabupaten, yakni: Sukabumi, Indramayu, Bandung, Pangandaran, Karawang, Tasikmalaya dan Cianjur.

Di Jawa Tengah, Pilkada diselenggarakan di empat kota, yaitu: Semarang, Surakarta, Pekalongan, Magelang dan ; serta di 17 kabupaten yakni: Rembang, Kebumen, Purbalingga, Boyolali, Blora, Kendal, Sukoharjo, Semarang, Wonosobo, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Pemalang, Grobogan, Demak, Sragen dan Pekalongan.

Selanjutnya, di Jawa Timur dengan peningkatan kasus COVID-19 tertinggi juga terjadi Pilkada Serentak di Kota Surabaya, Blitar dan Kota Pasuruan; serta di Kabupaten Ngawi, Jember, Ponorogo, Lamongan, Kediri, Situbondo, Gresik, Trenggalek, Mojokerto, Sumenep, Banyuwangi, Malang, Sidoarjo, Pacitan, Kabupaten Blitar dan Tuban.

Sedangkan di Sulawesi Selatan, Pilkada Serentak ada di Kabupaten Pangkajene, Barru, Gowa, Maros, Luwu Timur, Tana Toraja, Kepulauan Selayar, Soppeng, Luwu Utara, Bulukumba dan Toraja Utara.

Setidaknya, keempat provinsi tersebut harus dipastikan pelaksanaan pemungutan suara, Rabu, berjalan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, sehingga kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia tidak melonjak tajam karena Pilkada.

Pemerintah optimistis partisipasi tinggi. Meskipun dibayang-bayangi bahaya penularan COVID-19, Pemerintah tetap optimistis angka partisipasi pada Pilkada Serentak 2020 akan cukup tinggi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan kalau pun ada golput pada hari pemungutan suara, itu bukan disebabkan oleh ketakutan masyarakat terhadap COVID-19, melainkan memang ada anggapan bahwa pilkada tidak penting dan tidak ada calon yang meyakinkan.

Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 juga dinilai tinggi karena tantangan penyebaran COVID-19 selama masa kampanye dapat dikendalikan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat.

Mendagri juga meminta seluruh pihak yang terlibat dalam Pilkada Serentak 2020, mulai dari penyelenggara, partai politik, tim sukses peserta dan masyarakat untuk secara ketat melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan pemungutan suara.

Semua pihak harus ikut menjaga agar hari pemungutan suara dan tahapan lainnya tidak menjadi media penularan COVID-19 karena adanya potensi interaksi dan kerumunan massa, ujar Tito.

Baca juga: Anggota DPD: Bawaslu dan KPU perlu patroli siber jelang pilkada

Baca juga: Bawaslu sebut sembilan provinsi paling rawan pada Pilkada 2020


Berdasarkan hasil survei SMRC, sebanyak 77 persen dari responden merasa khawatir akan tertular COVID-19 jika Pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemik. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kekhawatiran masyarakat akan penularan COVID-19, maka semakin rendah dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada pada Rabu.

Meskipun demikian, survei tersebut mengklaim terdapat 64 persen warga di Indonesia yang berharap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap diselenggarakan pada 9 Desember.

Selain itu survei juga mencatat sekitar 91 persen warga yang tinggal di daerah pilkada mengetahui bahwa daerah-nya akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah; dan dari 91 persen warga tersebut, sebanyak 92 persen di antaranya mengaku akan menggunakan hak pilihnya dan delapan persen lainnya tidak akan memilih.

Beberapa alasan masyarakat yang menyatakan tidak akan memilih tersebut ialah takut tertular atau menularkan COVID-19 (38 persen), menganggap pilkada tidak penting (28 persen) dan tidak ada calon yang meyakinkan (27 persen).

SMRC memprediksi dengan adanya pandemik COVID-19, rata-rata tingkat partisipasi riil dalam Pilkada Serentak 2020 akan lebih rendah dibandingkan angka partisipasi pada pilkada lima tahun lalu.

Pemungutan Suara
Pelaksanaan pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2020 akan berbeda dengan pilkada sebelumnya. Pada hari pemungutan suara, pemilih telah diberikan jadwal tertentu untuk datang ke TPS guna mencegah adanya kerumunan pada saat pencoblosan.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Alam COVID-19, pemilih yang hadir di TPS harus dalam kondisi sehat atau tidak demam, mengenakan masker, mencuci tangan dan menggunakan cairan sanitasi pada saat masuk dan keluar TPS dan membawa alat tulis masing-masing.

Apabila pemilih kedapatan bersuhu tubuh 37,3 derajat celsius atau lebih, maka pemilih tersebut akan diarahkan ke lokasi pemungutan suara di luar TPS dan terpisah dari pemilih bersuhu normal lainnya.

​​​​​​​Penandaan tinta pada jari, setelah pencoblosan, dilakukan dengan diteteskan pada jari pemilih; sehingga tidak ada pencelupan jari ke dalam tinta secara mandiri oleh pemilih.

Sementara itu, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan petugas ketertiban TPS mengenakan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan sekali pakai dan pelindung wajah.

Seluruh petugas KPPS juga wajib melakukan tes cepat atau rapid test, jika hasilnya reaktif maka akan dilanjutkan dengan tes usap atau swab test. Petugas KPPS yang positif COVID-19 akan diganti KPU dengan petugas KPPS pengganti.

Hingga Senin (7/12), sedikitnya tercatat petugas KPPS yang positif COVID-19 sebanyak 912 orang di Jawa Tengah, 137 orang di Sumatera Barat, 462 orang di Makassar, 529 orang di Balikpapan, 500 orang di Banjarmasin dan 1.106 orang di Denpasar.

Baca juga: Bawaslu sebut 10 kabupaten/kota paling rawan pada pilkada

Baca juga: Calon kepala daerah petahana catat kenaikan harta Rp2-4 miliar


Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020