Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan inovasi menjadi solusi terhadap masalah bangsa dan negara, termasuk terkait ketergantungan impor akan bahan baku obat dan alat kesehatan.

"Inovasi sebagai solusi kalimat yang sederhana, tapi bermakna. Artinya, ketika kita melahirkan inovasi, itu bukan buat gagah-gagahan atau buat kita agar kelihatan pintar, kelihatan hebat dibanding orang lain, tapi kita melahirkan inovasi yang memang dibutuhkan oleh masyarakat, oleh negara ini sebagai solusi termasuk masalah obat. Inovasi harus menjadi jawaban sebagai solusi dari ketergantungan kita terhadap bahan baku obat yang diimpor," kata Menristek pada penyerahan produk inovasi COVID-19 kepada Provinsi Jawa Barat dalam wujud Bakti Inovasi Indonesia untuk penanggulangan COVID-19 di Jakarta, Selasa..

Menristek mendorong agar melalui inovasi, Indonesia bisa mandiri dalam ketersediaan bahan baku obat dan alat kesehatan. "Inovasi lahir karena kita ingin memberikan solusi untuk mengurangi ketergantungan impor maupun solusi untuk mengatasi pandemi," ujarnya.

Dia mengatakan saat ini 94 persen kebutuhan alat kesehatan dalam negeri dan 95 persen bahan baku obat berasal dari impor, bahkan impornya tidak tanggung-tanggung, dari alat-alat canggih sampai alat-alat yang sederhana.

Baca juga: Menristek: Fokus riset 2020 bantu tuntaskan permasalahan ekonomi

Menristek Bambang mengatakan bahan baku obat tersebut merupakan bahan kimia dan Indonesia belum bisa menyediakannya karena untuk bisa mendapatkan bahan baku obat dari kimia itu butuh investasi yang besar dan lama. Sementara, industri kimia di Tanah Air baru sampai level industri kimia dasar dan petrokimia yang jumlahnya sangat terbatas.

"Turunannya dari kimia dasar dan petrokimia itu yang sebenarnya dibutuhkan untuk bahan baku obat dan itu kalau mau diadakan di Indonesia ya kita harus bikin pabriknya dulu, investasi yang tidak murah dan butuh waktu," tutur Menristek Bambang.

Meski demikian, Menristek Bambang mengatakan Indonesia tidak akan menyerah, harus mengatasi masalah itu dengan inovasi. Inovasi dibutuhkan untuk mengolah keanekaragaman hayati Indonesia yang bisa menjadi sumber bahan baku obat dengan pengelolaan berkelanjutan.

Menristek Bambang menuturkan masih banyak kekayaan keanekaragaman hayati yang belum digali dan dimanfaatkan secara optimal,  termasuk untuk mengganti bahan baku obat kimia menjadi bahan baku obat herbal.

"Ini harus digali lebih lanjut, kenapa? Karena dari keanekaragaman hayati dari 'biodiversity' itulah kalau kita melakukan riset dengan melakukan ekstraksi, 'review', bioinformatika, akhirnya kita punya kandidat-kandidat dari obat yang bahannya dari herbal, jadi kandidat obat ini bukan dari bahan kimia, tapi herbal," ujarnya.

Oleh karena itu, salah satu Prioritas Riset Nasional adalah obat modern asli Indonesia (OMAI) untuk menghasilkan inovasi obat bahan herbal untuk mengobati penyakit tertentu.

Baca juga: Menristek apresiasi stem cell dan cangkang kapsul Unair

Baca juga: Berbagai inovasi di tengah pandemi COVID-19 dihasilkan Indonesia


"Yang selama ini orang melihat obat herbal itu seolah-olah hanya obat tradisional, kadang-kadang hanya sebatas minuman, seperti jamu, minuman sehat sebatas kepada OHT, obat herbal terstandar, padahal kalau dilakukan penelitian kita bisa melahirkan inovasi obat bahan herbal," tuturnya.

Misalnya, lanjut Bambang, obat bahan herbal dikembangkan untuk bisa digunakan bagi menyembuhkan penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan mengobati penyakit ginjal. "Kita harus mendorong penelitian dan inovasi di bidang tersebut," ujarnya.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020