Jakarta (ANTARA) - Polri mengerahkan sebanyak 145.189 personel-nya untuk mengamankan jalannya pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak, 9 Desember 2020.

Jumlah tersebut merupakan sepertiga kekuatan dari total pengamanan yang dikerahkan Polri untuk seluruh tahap Pilkada Serentak yang mencapai 456.141 personel.

Kemudian ada penambahan kekuatan pasukan dari Brimob untuk Pilkada sebanyak 3.100 personel yang disebar ke beberapa provinsi, dengan rincian Jambi 400 personel, Kepri 200 personel, Kaltara 200 personel, Sulsel 500 personel, Sulteng 400 personel, Sultra 300 personel, Papua Barat 500 personel dan Papua 600 personel.

Tentunya jumlah personel yang dikerahkan disesuaikan berdasarkan aspek penilaian atas kerawanan suatu daerah.

Polri, dalam hal ini Badan Intelijen Keamanan (BIK) Polri sejauh ini sudah memetakan daerah-daerah rawan konflik di Pilkada Serentak 2020 dengan menggunakan Indeks Potensi Kerawanan Pilkada (IPKP).

Kategorinya, daerah dengan skor 0 - 33 termasuk kurang rawan, daerah dengan skor 33,01 - 66 merupakan rawan dan daerah dengan skor 66,01 - 100 merupakan daerah sangat rawan.

Berdasarkan nilai IPKP ini terdapat sembilan provinsi yang tergolong daerah kurang rawan. Kemudian dari 37 kota, terdapat tiga kota yang masuk daerah rawan dan 34 kota masuk daerah kurang rawan. Sementara untuk di tingkat kabupaten, daerah rawan ada 35 kabupaten dan daerah kurang rawan ada 189 kabupaten.

Pemetaan potensi kerawanan dalam IPKP ini menggunakan penilaian pada lima dimensi yakni dimensi penyelenggara, dimensi peserta, dimensi partisipasi masyarakat, dimensi potensi gangguan kamtibmas dan dimensi ambang gangguan. Masing-masing dimensi tersebut terdiri dari 17 variabel dan 118 indikator.

Baca juga: Polri kerahkan 456.141 personel amankan seluruh tahap Pilkada Serentak

Baca juga: Polri beri perhatian awasi pilkada dengan zona merah COVID-19


Netralitas Polri harga mati

Untuk menjaga netralitas Polri dalam Pilkada Serentak, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis telah menerbitkan Surat Telegram Nomor STR/800/XI/HUK.7.1./2020 tertanggal 20 November 2020 tentang Netralitas Anggota Polri dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Dalam surat telegram tersebut diuraikan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh jajaran Korps Bhayangkara. "Masalah netralitas anggota Polri, sudah saya sampaikan bahwa kami tidak boleh berpolitik," tutur Jenderal Idham.

Dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, tugas Polri adalah untuk menjaga dan mengamankan jalannya pilkada agar berjalan lancar, tertib dan aman.

Bila ada anggota Polri yang melanggar atau tidak netral akan dikenai sanksi disiplin maupun sanksi kode etik.

"Tidak ada tawar-menawar urusan netralitas ini. Semua anggota Polri harus netral, tidak boleh ada yang berpolitik," kata Kapolri menegaskan.

Ia memastikan Polri tidak akan melakukan operasi khusus maupun operasi senyap selama Pilkada Serentak 2020 digelar. "Tidak ada operasi senyap, tidak ada operasi khusus atau operasi gelap," ucap Idham.

Kapolri pun memerintahkan seluruh Kapolda agar tetap menjalankan perintah sesuai dengan koordinasi seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia. "Koordinasi dengan KPU, Bawaslu, dan TNI," kata Idham.

Kapolri juga menerbitkan surat telegram berisi instruksi kepada jajaran-nya soal penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah selama rangkaian Pilkada Serentak 2020 berlangsung. Instruksi tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020.

Penundaan proses hukum ini penting agar tidak terjadi konflik kepentingan selama Pilkada Serentak dan mencegah pemanfaatan institusi Polri oleh pihak tertentu demi kepentingan politik. Surat telegram tersebut bertujuan untuk mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas kinerja Polri dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat bidang penegakan hukum.

Koordinasi antarlembaga

Polri terus melakukan koordinasi dengan KPU RI menjelang hari pemungutan suara guna mengantisipasi potensi-potensi masalah yang akan timbul dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo pada Kamis 3 Desember 2020, mendatangi Bawaslu RI dan KPU RI untuk memastikan langkah-langkah pencegahan dan penanganan masalah yang timbul di Pilkada.

"Kami melaksanakan rapat koordinasi di Bawaslu lalu kami lanjutkan di KPU untuk memastikan kesiapan menjelang nanti pemilihan termasuk juga potensi-potensi masalah yang nanti mau tidak mau kita hadapi," ujar Sigit.

Penyelenggaraan Pilkada kali ini agak berbeda dari biasanya karena harus melaksanakan penegakan aturan protokol kesehatan.

Baca juga: Polri koordinasi dengan KPU cegah potensi masalah di pilkada

Baca juga: Polri: Sentra Gakkumdu temukan 3.800 pelanggaran Pilkada


Kabareskrim mengatakan dengan penerapan protokol kesehatan maka kegiatan-kegiatan yang nanti akan dilaksanakan di TPS dan rekapitulasi tentunya juga akan sedikit berbeda.

Polri juga memberikan perhatian lebih dalam pengawasan Pilkada Serentak 2020 yang berada di zona merah COVID-19.

"Kami perlu antisipasi terkait kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran tindak pidana pemilihan. Apalagi memang kalau dikaitkan dengan protokol kesehatan, ada 17 wilayah yang masuk dalam zona merah yang tentunya ada proses dari kegiatan pilkada yang tentunya akan terganggu dengan zona merah tersebut," tutur-nya.

Potensi adanya tindak pidana pemilihan di Pilkada Serentak 2020 juga diantisipasi.

Ketua KPU RI Arief Budiman menyampaikan apresiasi atas dukungan Polri dalam mengawal penyelenggaraan Pilkada Serentak agar berjalan aman, damai, langsung, bebas, umum, rahasia, jujur dan adil serta menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Peran Sentra Gakkumdu

Sentra Gakkumdu merupakan gabungan antara anggota Bawaslu, Polri dan Kejaksaan Agung yang bertugas menindak dugaan pelanggaran dalam rangkaian Pemilu. Tercatat, Sentra Gakkumdu menemukan ada 3.800 kasus dugaan pelanggaran atau tindak pidana Pemilu yang semuanya telah diproses. Rincian ini merupakan data per 30 November 2020 berdasarkan laporan Ketua Sentra Gakkumdu Ratna Dewi sejak bergulir-nya tahapan Pilkada.

"112 kasus sudah sampai tahap penyidikan. Yang paling tinggi (dikenakan) Pasal 188 dan 171, yaitu perbuatan menguntungkan dan merugikan pasangan calon. Untuk lima provinsi tertinggi yang sudah penyidikan yakni Sulsel, Maluku Utara, Papua dan Bengkulu," papar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.

Beragam kasus tindak pidana pemilihan yang ditemukan Sentra Gakkumdu antara lain pemalsuan, tidak melaksanakan verifikasi dan rekap dukungan, menghilangkan hak seseorang jadi calon peserta Pilkada, mahar politik dan politik uang.

Kemudian tindakan merugikan/ menguntungkan salah satu paslon, menghalangi penyelenggara pemilihan melaksanakan tugas, kampanye dengan menghina, menghasut, bernuansa SARA dan kampanye dengan kekerasan, ancaman, menganjurkan kekerasan dan kampanye melibatkan pihak yang dilarang.

Selanjutnya mengacau, mengganggu, menghalangi kampanye, merusak, menghilangkan alat peraga kampanye, kampanye pawai, kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, kampanye di luar jadwal, kampanye di tempat ibadah/ tempat pendidikan dan kasus pelanggaran prokes.

Besok adalah hari pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak di 270 wilayah di Indonesia yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.

Tentunya masyarakat diminta untuk berpartisipasi memilih para calon kepala daerah yang jujur, amanah dan berintegritas di dalam bilik pencoblosan surat suara pada TPS. Namun perlu diingat agar warga yang menjalankan hak pilihnya tetap menaati protokol kesehatan mengingat saat ini pandemik COVID-19 masih berlangsung.

Kita semua tentunya berharap pelaksanaan Pilkada bisa menumbuhkan harapan baru bagi demokrasi di Indonesia, bukan menimbulkan klaster baru COVID-19.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020