Jakarta (ANTARA) - Bekerja adalah tugas mulia untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun kebutuhan keluarga. Bekerja menjadi kebutuhan, juga status bagi seseorang.

Manusia yang tidak bekerja disebut pengangguran, sebuah status yang dihindari setiap orang pada umumnya. Namun, di sisi lain bekerja juga menghadapi risiko yang bisa membalikkan seorang pekerja menjadi pengangguran atau diputus hubungan kerjanya (PHK).

Penyebab PHK itu, salah satunya karena kecelakaan kerja yang mengakibatkan seseorang cacat sehingga berisiko tidak diterima bekerja lagi oleh perusahaan.

Kondisi ini yang diamati BPJAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan). Pada banyak kasus, mereka yang mengalami kecelakaan kerja dan cacat acap diputus hubungan kerjanya dengan berbagai alasan.

Kondisi ini tentu menyedihkan bagi pekerja dan keluarganya. Karena itu agaknya BPJAMSOSTEK membuat program return to work (RTW) atau dikenal dengan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) RTW.

Sementara memberi kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas menjadi program dunia. Setiap tanggal 3 Desember, dunia memperingati hari disabilitas.

Setiap orang berhak bekerja di mana saja sesuai dengan kemampuannya, tidak terkecuali penyandang disabilitas, itulah adagium yang berlaku secara umum.

Kondisi itu tak terkecuali pada AS, yang bekerja di salah satu perusahaan produksi kaleng di Jakarta Utara.

Musibah yang menimpanya berawal ketika dirinya bekerja mencetak kemasan kaleng pada 3 Oktober 2019. Tanpa disadari ternyata dua jari tangan kanannya terhimpit mesin pres kaleng hingga terputus.

AS lalu dilarikan ke RS Pusat Layanan Kecelakaan Kerja (PLKK) yang sudah bekerja sama dengan BPJAMSOSTEK. "Karena saudara AS adalah peserta kami, maka dia tidak perlu mengeluarkan biaya perawatan dan biaya tindakan medis, karena semuanya sudah menjadi tanggungan BPJAMSOSTEK dari program JKK,” ujar Kepala Kantor Cabang BPJAMSOSTEK Jakarta Pluit Husaini.


Komitmen perusahaan

Dokter mengambil tindakan bedah kepada AS. Sayangnya, kedua jarinya yang putus tidak memungkinkan untuk disambung kembali.

Menurut Husaini, selama menjalani pemulihan kecelakaan kerja, peserta didampingi oleh petugas unit KK-PAK BPJAMSOSTEK. Mereka mendampingi sejak AS dirawat di ruang rawat inap hingga memastikan peserta kembali bekerja.

Perusahaan tempat AS bekerja menerimanya kembali dan ditempatkan di unit kerja sesuai dengan kondisi terbarunya.

"Ini contoh perusahaan yang baik dan patut ditiru karena mendaftarkan seluruh karyawannya, baik yang berstatus karyawan tetap ataupun yang kontrak, menjadi peserta BPJAMSOTEK," ujarnya.

Husaini mengatakan perusahaan tempat AS bekerja juga berkomitmen dengan program RTW sehingga perusahaan tersebut tetap menerima kembali karyawan yang berstatus disabilitas karena kecelakaan kerja.

"Sampai saat ini sudah ada dua karyawan di perusahaan tersebut yang mengalami kecelakaan kerja dan mengikuti program RTW. Kedua karyawan tersebut telah bekerja kembali di perusahaan semula,” ujar Husaini.

Menerima pekerja disabilitas merupakan kewajiban suatu perusahaan. Mereka diimbau agar mematuhi regulasi yang telah ditetapkan terkait pemberdayaan kaum disabilitas.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 53 Ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan dua persen difabel dari jumlah total pegawai.

Sementara pada Ayat 2 pasal yang sama menyebutkan perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit satu persen dari total pegawai.

Selain itu juga pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate cocial responsibility atau CSR), sebaiknya proporsinya diperbesar bagi penyandang disabilitas agar dapat memperbaiki ekosistem ekonomi komunitas mereka.
Pekerja (kedua kiri) yang alami kecelakaan dan diamputasi lalu kembali bekerja. (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS/ho bpjamsostek)

Pendekatan hak asasi

Dirut BPJAMSOSTEK Agus Susanto dalam webinar memperingati Hari Disabilitas Internasional bertajuk "Mewujudkan Pekerja Disabilitas yang Inklusi dengan Program Kembali Kerja" yang disiarkan dari Jakarta, Selasa mengatakan pemahaman, kesadaran dan empati masyarakat sangat penting bagi para penyandang disabilitas agar mendapat perlakuan setara sebagai WNI lainnya.

BPJAMSOSTEK berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemerintah dalam melakukan transformasi disabilitas, dari yang sebelumnya pendekatan berbasis amal (charity based approach) menjadi pendekatan berbasis hak asasi (human right based approach) melalui jaminan sosial, khususnya program JKK RTW.

BPJAMSOSTEK sebagai badan hukum publik sedang gencar memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui webinar, terutama pada masa-masa awal pandemi COVID-19.

Kegiatan seperti ini merupakan sarana agar lembaga itu tetap berinteraksi dengan peserta dan pemangku kepentingan. Pemanfaatan teknologi seperti ini terus dilakukan agar masyarakat tetap mendapatkan informasi terkini dan bentuk empati kepada peserta dengan tetap menjaga kontak dan berkomunikasi secara interaktif.

Selain itu juga memanfaatkan teknologi untuk memberikan layanan terbaik dan berusaha terus adaptif terhadap kebutuhan peserta.

"Melalui JKK RTW, telah disiapkan program bagi para penyandang disabilitas untuk dapat tetap berkontribusi bagi bangsa. Melalui program ini, perusahaan harus memberikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk bekerja secara formal dan memiliki ikatan kerja yang jelas dengan perusahaan," ujar Agus.

Program return to work (RTW) adalah penambahan manfaat dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang diwujudkan dalam bentuk pendampingan bagi peserta yang mengalami musibah kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat atau berpotensi cacat.

Pekerja yang ikut dalam program itu akan didampingi oleh petugas BPJAMSOSTEK, dari mulai terjadinya kecelakaan hingga peserta mampu kembali bekerja.

Jadi bagi peserta JKK-RTW, kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan bukanlah akhir segalanya, karena dengan program ini maka kesempatan bekerja kembali masih terbuka luas, sebagai bentuk pemenuhan atas hak asasi manusia, yakni mengenai kesamaan hak dala bidang pekerjaan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020