New York (ANTARA) - Dolar menguat untuk hari keempat berturut-turut pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), saat momentum penjualan mereda dengan saham-saham AS di bawah tekanan, tetapi berita vaksin yang positif dan prospek lebih banyak stimulus fiskal AS tahun depan akan meredam kenaikan pada greenback.

Dalam perdagangan sore, indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, naik 0,1 persen menjadi 91,027. Indeks dolar mencapai terendah April 2018 di 90,47 pada Jumat lalu (4/12/2020).

Dolar mencapai tertinggi sesi terhadap yen Jepang dan franc Swiss.

"Nasdaq jatuh dua persen dan setiap kali Anda melihat warna merah di layar Anda, itu adalah alasan lain untuk membeli dolar," kata Erik Bregar, kepala strategi valas di Exchange Bank of Canada di Toronto.

“Saya ikir kita berada pada titik yang cukup menarik di sini. Saya melihat S&P dan saya melihat bearish di mana harga saham lebih fluktuatif dan itu membuat saya mual memikirkan kerugian lebih lanjut," katanya.

Baca juga: Dolar di kisaran paruh bawah 104 yen pada awal perdagangan di Tokyo

Euro melemah 0,2 persen menjadi 1,2080 dolar, tetapi masih berada di jalur untuk kenaikan tahunan sekitar delapan persen, terbesar sejak 2017.

Bank Sentral Eropa (ECB) akan berkumpul pada Kamis untuk pertemuan kebijakan moneter dan Bregar mengatakan pasar mengharapkan peningkatan Program Pembelian Darurat Pandemi.

Dia menambahkan bahwa komentar nilai tukar dari ECB adalah "yang terbesar tidak diketahui, mengingat kenaikan euro/dolar baru-baru ini."

Mata uang berisiko, termasuk dolar Australia dan juga yuan China, memimpin kenaikan terhadap dolar, tetapi telah berhasil mencapai titik tertingginya. Keduanya mencapai puncak 2,5 tahun sebelumnya terhadap mata uang AS.

Baca juga: Yuan menguat hari ke 5, naik 42 basis poin jadi 6,5320 per dolar AS

Namun, dolar yang menurun tetap menjadi sentimen yang menyebar di pasar, meskipun Francesca Fornasari, kepala solusi mata uang di Insight Investment di London, tidak yakin pelemahan mata uang itu adalah tren jangka panjang.

“Saat kami memasuki 2021, tidak jelas apakah AS berada pada posisi yang tidak menguntungkan untuk menimbulkan penurunan signifikan dalam dolar melebihi apa yang kami alami, yang mungkin berlangsung beberapa bulan, dan belum tentu tren bearish multi-tahun yang lebih lama," kata Fornasari di acara prospek investasi virtual Insight.

Dengan kasus virus corona AS yang melebihi 15 juta, regulator bergerak selangkah lebih dekat untuk menyetujui vaksin COVID-19, sementara Inggris mulai melakukan vaksinasi massal pada Selasa (8/12/2020).

Investor juga melacak negosiasi atas bantuan virus corona AS. Kedua faktor tersebut telah mendukung dolar dalam beberapa sesi terakhir.

Dolar juga melemah menjadi 6,5198 yuan di perdagangan dalam negeri, terendah sejak Juni 2018, menempatkan yuan naik lebih dari 10 persen dari posisi terendah Mei, didorong oleh dolar yang lebih lemah dan arus masuk yang stabil ke saham dan obligasi China.

Greenback terakhir diperdagangkan naik 0,2 persen pada 6,5301 yuan.

Sterling juga menguat 0,3 persen terhadap dolar pada 1,3390 dolar.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memulai pertemuan krisis saat makan malam di Brussel dengan kepala eksekutif Uni Eropa pada Rabu (9/12/2020), beberapa jam setelah memperingatkan blok itu harus membuat konsesi untuk mencapai kesepakatan perdagangan Brexit dan menghindari perpecahan akhir tahun yang bergejolak.

Sementara dolar Australia naik ke level tertinggi sejak Juni 2018 terhadap greenback dan terakhir naik 0,4 persen pada 0,7436 dolar AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020