Tanpa adanya koordinasi antara digitalisasi dan edukasi kepada para nasabah kita, apa yang kita capai hanya 20 persen
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menilai dalam mengembangkan digitalisasi di sektor jasa keuangan, terutama perbankan, juga harus diiringi dengan edukasi kepada nasabah agar bisnis dapat berjalan dengan optimal.

"Tanpa adanya koordinasi antara digitalisasi dan edukasi kepada para nasabah kita, apa yang kita capai hanya 20 persen," ujar Jahja dalam seminar daring The Finance bertajuk "How can digitalization hep financial sector coping with crisis & COVID-19 impact" di Jakarta, Kamis.

Jahja menceritakan pengalamannya saat BCA menggelar expo secara virtual, hanya sekitar 20 persen pengguna yang dapat menyelesaikan proses aplikasi pengajuan KPR secara digital hingga tuntas, sedangkan 80 persen sisanya memerlukan bantuan.

"Ketika kita mengadakan event virtual itu, apakah kita lepas gitu aja, silakan siapa yang mau monggo registrasi. Terus kita cek siapa customer kita dari Rp7,5 triliun KPR itu yang bisa menyelesaikan end to end aplikasi sampai terjadi resmi aplikasi diterima, hanya 20 persen. Jadi 80 persen itu perlu dibantu dengan call centre apakah by phone atau by video call atau chatbot," kata Jahja.

Baca juga: OJK terapkan "balance regulatory framework" dorong digitalisasi

Baca juga: BI-Kemenkeu sepakati pengembangan aplikasi CBS dan interkoneksi sistem


Menurut Jahja, pandemi COVID-19 memang sangat berdampak terhadap bisnis perseroan baik lini bisnis Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ataupun Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sebelum pandemi, BCA dapat menyalurkan KKB hingga Rp2,5 triliun, namun saat pandemi tepatnya pada April KKB anjlok Rp90 miliar.

"Pada Mei KKB meningkat dua kali Rp180 miliar, bandingkan dengan Rp2,5 triliun. Berikutnya Rp400 miliar. Nah sampai Juli kita berfikir kita harus bikin event-event virtual baik KKB maupun KPR. Di situlah kita bikin mini expo dalam bentuk virtual dan undang nasabah dan kalau yang butuh KKB atau KPR bisa kita bantu fasilitasi," ujarnya.

Untuk KPR, lanjut Jahja, yang juga sebelumnya tersalurkan hingga Rp2,5 triliun, saat pandemi turun menjadi Rp800 miliar hingga Rp1 triliun. Setelah satu bulan BCA mengadakan expo virtual, aplikasi senilai Rp7,5 triliun masuk ke perseroan.

"Bayangkan dari Rp800 miliar sampai Rp1 triliun loncat jadi Rp7,5 triliun. Demikian juga KKB, kita mendapatkan pada November itu Rp1,5 triliun yang tadinya hanya Rp400 miliar sampai Rp600 miliar jauh. Itu menyatakan bagaimana dnegan virutalisasi dan digitalisasi itu terjdi suatu market yang berhasil kita kembangkan," kata Jahja.

Jahja menambahkan, saat ini BCA juga tengah mengembangkan platform-platform untuk pelaku Usaha Kecil dan Menengah. Menurut Jahja, selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, kapasitas pasar luring atau offline seperti mall, pasar, restoran, dan toko-toko belum akan kembali seperti sebelum pandemi atau hanya sekitar 50-60 persen dari kapasitasnya saja.

'Sekarang kita juga lagi kembangkan, mohon ijin dari OJK dan BI, platform-platform untuk UKM kita akan siapkan. Saya yakin BRI salah satu sudah siap, kami baru belajar dari situ, kami akan coba kembangkan. Jadi ke depan tentunya yang akan kita hadapi adalah suatu persiapan-persiapan dimana virutalisasi platform harus lebih dikembangkan," ujarnya.

Baca juga: Bos BCA akui "open banking" jadi tantangan yang tak mudah

Baca juga: OJK minta perbankan genjot teknologi saat pandemi COVID-19

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020