Pangkalpinang (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) memrotes beroperasinya kapal isap di perairan Bangka Belitung karena dapat merusak terumbu karang dan pencemaran laut di daerah itu.

Sedikitnya 16.920 nelayan di Bangka Belitung juga menolak beroperasinya kapal isap yang digunakan untuk penambangan biji timah itu karena telah menurunkan hasil tangkapan ikan mereka, kata koordinator Walhi Babel Yudho H Marhoed, Minggu.

Menurut Yudho, sedikitnya 45 unit kapal isap beroperasi di wilayah tangkap nelayan dan memperparah kerusakan serta mengancam kepunahan ekosistem laut.

"Sebanyak 45 kapal isap dan kapal keruk beroperasi di wilayah perairan Kabupaten Bangka, Bangka Selatan dan Bangka Barat yang sebagian di operasikan oleh mitra PT Timah Tbk dan sebanyak 17 unit kapal isap siap masuk ke perairan Belitung namun belum mendapat izin."

Rekanan PT Timah Tbk sudah mengoperasikan 26 unit kapal isap di Bangka Barat untuk penambangan bijih timah dan mereka berencana menambah 14 kapal isap dan 5 kapal keruk lagi.

Ia mengatakan, kegiatan penambangan di wilayah pesisir dan laut mengakibatkan sedimentasi yang dapat menurunkan kualitas ekosistem terumbu karang hingga menyebabkan kematian massal ekosistem terumbu karang.

Padahal, dari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002).

Sementara proses pemulihan (recovery) ekosistem ini membutuhkan waktu yang lama hingga lebih dari 50 tahun, ditambah lagi mata bor kapal isap yang mampu menghancurkan kumpulan terumbu karang.

Berdasarkan, penelitian Tim Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung, terumbu karang di wilayah Bangka Barat Pantai Tungau Simpang Gong Kecamatan Simpang Teritip, Pantai Tanjung Ular Kecamatan Mentok dan Pantai Bembang di Desa Pebuar Kecamatan Jebus, sudah rusak meski sebelumnya indah dan alami.

Aksivitas penambangan menyebabkan karang kering beragam bentuk dan warna sulit lagi ditemukan di perairan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Pulau Semujur, Pulau Pebuar, dan Kabupaten Bangka Induk.

"Biota-biota laut khas terumbu karang yang beraneka warna dan bentuk tak banyak lagi dijumpai kecuali bulu babi (Diadema sp.) akibat pencemaran penambangan kapal isap, semua karang telah ditutupi oleh sedimen bekas aktivitas penambangan dan karang yang telah ditutupi itu mati secara merata, tertutama pada jenis karang keras (hardcoral)," ujarnya.

Penambangan di wilayah Pesisir dan Laut Bangka Belitung harus dihentikan dan menuntut pertanggung jawaban atas pengerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Bangka Belitung.

"Kami menuntut pertanggung jawaban pemerintah daerah terhadap pembiaran penambangan yang mengunakan kapal isap dan kapal keruk yang memperparah kerusakan lingkungan biota laut Babel," ujarnya.

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010