Kalau penindakannya kurang berjalan, pencegahannya pun akan kurang diperhatikan.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah dihujani puja dan puji dari seantero negeri usai operasi senyap mereka dalam kurun waktu tak sampai 2 pekan berhasil membuat empat pejabat negara terpaksa mengenakan rompi oranye.

Dua kepala daerah dan dua menteri Kabinet Indonesia Maju harus menjadi pesakitan mempertanggungjawabkan dugaan perbuatan rasuah yang mereka lakukan.

Dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada tanggal 25 November, dilanjutkan OTT terhadap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna beberapa hari setelahnya.

Pada tanggal 3 Desember 2020, KPK melanjutkan tugas penindakan dengan menangkap tangan Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo. Teranyar, pada tanggal 6 Desember KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan paket bantuan sosial untuk penanganan COVID-19.

Secara keseluruhan, KPK telah melakukan penangkapan berujung penetapan tersangka terhadap tujuh pejabat sepanjang 2020.

Tiga lainnya, yakni Bupati Sidoarjo Saiful Ilah yang terkena OTT pada tanggal 7 Januari, anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan yang ditangkap pada tanggal 8 Januari, dan Bupati Kutai Timur Ismunandar yang terjaring OTT pada tanggal 2 Juli.

Perburuan koruptor yang dilakukan oleh tim KPK seakan menjawab pesimisme publik terhadap kinerja penindakan KPK usai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Komisi Pemberantasan Korupsi setahun lalu.

Selain itu, tangkapan "kakap" dua menteri juga dapat dipandang sebagai kado yang ingin diberikan KPK menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati setiap 9 Desember.

Namun, publik harus memahami bahwa tugas KPK tidak hanya melulu soal tangkap menangkap koruptor. Ada tugas lainnya yang juga tak kalah pokok yang harus terus dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Baca juga: Pemprov Bali perkuat pencegahan korupsi dengan sistem digital

Penindakan Bukan Satu-satunya

Merujuk Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diketahui bahwa terdapat enam tugas utama yang harus dijalankan KPK.

Keenam tugas tersebut, yaitu melakukan tugas pencegahan, melakukan tugas koordinasi, melakukan tugas monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, melakukan tugas supervisi terhadap instansi yang melaksanakan pemberantasan korupsi, melakukan tugas penindakan, dan melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Namun, dari keenam tugas tersebut, hanya tugas penindakanlah yang paling banyak mendapat sorotan publik. Hal tersebut diamini oleh KPK.

"Selama ini masyarakat melihat kualitas kinerja KPK itu hanya dari sisi penindakan lebih khususnya dari sisi OTT, itu harus kami sadari," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, pertengahan November 2020.

Padahal, kata dia, kegiatan-kegiatan pencegahan yang dilakukan KPK tidak kalah pentingnya. Melalui tugas pencegahan, KPK berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dengan nilai yang besar.

Pada Semester I 2020 KPK berhasil menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara hingga Rp10,4 triliun.

Sejatinya, menurut Marwata, akselerasi pemberantasan korupsi dilakukan dengan tiga pendekatan, pertama melalui pendidikan antikorupsi atau biasa dikenal dengan pendekatan preventif, dilakukan untuk meniadakan iktikad atau keinginan untuk melakukan korupsi.

Kedua, melalui perbaikan sistem atau perbaikan kebijakan yang disebut juga pendekatan preventif. Pendekatan ini dilakukan dengan menutup celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan korupsi.

Ketiga, melalui kegiatan penindakan dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atau dikenal dengan istilah represif yang menimbulkan efek jera sehingga orang takut untuk melakukan korupsi.

"Ketiga pendekatan tersebut dilakukan secara paralel dan terkait satu dengan lainnya," kata Marwata.

Baca juga: Kejati Aceh sosialisasi pencegahan korupsi dana COVID-19 di Aceh Barat

Upaya Pencegahan

KPK sejatinya telah memiliki berbagai strategi pencegahan korupsi, salah satunya melalui program koordinasi dan supervisi pencegahan. Dalam program ini, KPK melakukan intervensi di dalam tata kelola pemerintahan daerah.

Setidaknya ada delapan ruang yang diintervensi, mulai dari perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, aparat pengawasan intern pemerintah, manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, hingga tata kelola dana desa.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengklaim program tersebut berjalan dengan baik.

"Itu kita bangun di daerah sedemikian rupa dan hasilnya begitu luar biasa kita peroleh, dan itu kita sampaikan melalui kanal KPK dan lain sebagainya," ujar Nawawi dalam sebuah webinar, Minggu (6/12).

Namun, menurut dia, capaian tersebut tidak terinformasikan dengan baik ke khalayak.

"Sudah banyak hal yang kami lakukan soal pencegahan di dalam satu tahun terakhir ini tetapi memang tidak muncul ke permukaan," ujarnya.

Oleh karena itu, Nawawi pun meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk lembaga survei dan pegiat antikorupsi agar tugas pencegahan KPK dapat lebih terdengar gaungnya di tengah masyarakat.

"Kira-kira apa yang mungkin keliru di dalam pelaksanaan tugas-tugas pencegahan ini apakah hanya sekadar karena ketidakmampuan kita di dalam menginformasikan hasil dari tugas-tugas pencegahan atau ada hal lain," kata Nawawi.

Baca juga: KPK kawal aksi pencegahan korupsi di Papua melalui aplikasi JAGA

Kesinambungan

Baik pencegahan maupun penindakan sama-sama penting untuk dilakukan. Pencegahan tidak akan efektif tanpa dibarengi oleh upaya penindakan, begitu pula sebaliknya. Keduanya harus berjalan secara berkesinambungan.

Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau Kemitraan Laode M. Syarif menilai tugas pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK akan didengar gaungnya oleh masyarakat jika tugas penindakan juga berjalan.

"Kalau penindakannya kurang berjalan, pencegahannya pun akan kurang diperhatikan," kata dia dalam sebuah webinar, Senin (7/12).

Menurut eks pimpinan KPK itu, tugas pencegahan KPK akan makin efektif dan didengar publik jika dilakukan simultan setelah penindakan.

Ia mencontohkan kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Sosial. Menurut dia, KPK saat ini harus langsung melakukan tugas-tugas pencegahan agar praktik rasuah di kementerian tersebut tidak terulang untuk yang kesekian kali.

Pola pemberantasan semacam itu layak diterapkan pada kasus-kasus lainnya. Harapannya agar celah-celah korupsi yang masih terbuka dapat tertutup sepenuhnya, sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dari tugas pencegahan yang dilaksanakan KPK selama ini.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020