Hingga penghujung 2020, masih ada sejumlah perkara korupsi yang mendapat perhatian publik yang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta, yaitu....
Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) setidaknya mengalami dua peristiwa besar pada tahun 2020.

Peristiwa pertama adalah banjir besar yang melanda ibu kota pada tanggal 1—2 Januari 2020. Air ikut merendam Jalan Bungur Raya yang berada di depan pengadilan hingga halaman pengadilan sekitar 50 cm sehingga kendaraan tidak dapat melintas.

Namun, Ketua PN Jakpus (saat itu) Yanto mengatakan bahwa mobil tahanan masih bisa masuk ke pengadilan. Maka, sidang tetap berjalan. Hakim-hakim pun menaati perintah ketua PN tersebut sehingga salah satu hakim, bahkan menitip sepeda motornya di pos polisi terdekat, kemudian naik perahu karet milik Pemprov DKI menunju pengadilan.

Peristiwa kedua adalah pandemi COVID-19 yang diketahui masuk ke Indonesia setidaknya sejak Maret 2020. Ada tujuh pegawai PN Jakpus, termasuk dua orang hakim, dinyatakan positif COVID-19.

PN Jakpus pun tutup pada tanggal 25 Agustus—1 September dan 7—14 Oktober 2020, terjadilah sejumlah penundaan sidang.

Metode sidang di beberapa perkara juga berubah, yaitu menggunakan video conference untuk terdakwa. Namun, majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU), sebagian penasihat hukum, dan saksi tetap datang ke pengadilan dengan penerapan protokol kesehatan, sementara terdakwa tetap berada di rumah tahanan.

Sidang virtual tersebut untuk terdakwa yang perkaranya ditangani KPK, sedangkan terdakwa di bawah Kejaksaan Agung masih harus menjalani sidang secara langsung di pengadilan.

Tercatat dua terdakwa kasus korupsi Jiwasraya, Benny Tjokro dan Heru Hidayat, yang ditahan di rutan Kejaksaan Agung terpapar COVID-19.

Baca juga: Pakar puji Kejagung kerja secara maraton usut kasus Jiwasraya

Berikut adalah sejumlah vonis perkara yang diputus di Pengadilan Tipikor Jakarta dan mendapat perhatian publik:

1. Vonis terhadap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy

Pada tanggal 20 Januari 2020, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin hakim Fahzal Hendri menjatuhi vonis kepada Romahurmuziy alias Rommy dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Rommy divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Rommy dinilai bersalah karena telah menerima suap dari eks Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin sebesar Rp325 juta dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik M. Muafaq Wirahadi senilai Rp91,4 juta terkait dengan jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta lalu mengurangi vonis Rommy menjadi 1 tahun penjara sehingga Rommy pun sudah bebas pada tanggal 29 April 2020.

2. Vonis terhadap kontraktor pembangunan jalan Kemiri-Depapre Papua

Pada tanggal 30 Maret 2020, majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Muhammad Siradj menjatuhkan vonis 7 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp200 subsider 2 bulan kurungan kepada Komisaris PT Manbers Jaya Mandiri (MJM) dan pemegang saham mayoritas PT Bintuni Energy Persada (BEP) David Manibui.

David juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp39,6 miliar subsider 1 tahun penjara karena malakukan korupsi pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre sepanjang 24 kilometer pada tahun anggaran 2015.

Hakim menilai David bersama-sama dengan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua Mikael Kambuaya terbukti merugikan keuangan negara senilai RpRp40,931 miliar

Akibat perbuatan Mikael Kambuaya bersama-sama dengan David Manibui merugikan keuangan negara sebesar Rp40,931 miliar. Dari jumlah kerugian itu, David mendapat keuntungan pribadi melalui PT BEP senilai Rp40,264 miliar.

3. Vonis terhadap mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun

Pada tanggal 9 April 2020, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Yanto yang juga menjadi ketua majelis hakim perkara korupsi mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun menjatuhkan vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Nurdin.

Nurdin dinilai terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan 11.000 dolar Singapura dan gratifikasi sebesar Rp4,228 miliar.

Selain pidana badan, hakim juga mewajibkan Nurdin Basirun membayar Rp4,228 miliar subsider 6 bulan penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana.

Nurdin terbukti melakukan dua perbuatan, yaitu menerima suap sejumlah Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura dan 6.000 dolar Singapura terkait dengan penandatanganan surat izin prinsip pemanfaatan laut serta menerima gratifikasi sebesar Rp4,228 miliar terkait dengan penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.

Namun, hakim menilai Nurdin tidak terbukti menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang asing selama menjabat seperti dalam dakwaan ketiga JPU KPK.

Baca juga: KPK setor Rp4,2 miliar dari uang pengganti perkara Nurdin Basirun

4. Vonis terhadap anggota DPR RI Komisi VI periode 2014—2019 dari Fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra

Nyoman Dhamantra divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan pada tanggal 6 Mei 2020 karena terbukti menerima uang suap Rp2 miliar dari yang dijanjikan Rp3,5 miliar dari pengusaha karena membantu pengurusan kuota impor bawang putih pada tanggal 6 Mei 2020.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Saifuddin Zuhri juga memutuskan pencabutan Nyoman untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Dhamantra dihukum 10 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

5. Vonis terhadap Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo

Direktur Utama Garuda 2005—2014 Emirsyah Satar divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp87,464 miliar.

Sidang putusan yang digelar pada tanggal 8 Mei 2020 dan dipimpin ketua majelis hakim Rosmina juga memutuskan Emirsyah harus membayar uang pidana pengganti sebesar 2.117.315 dolar Singapura subsider penjara 2 tahun.

Emirsyah dinilai terbukti bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp8,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro dan 1.189.208 dolar Singapura (atau sekitar Rp46,3 miliar) dari Airbus SAS, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) serta Bombardier Canada.

Pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 3 bulan karena menjadi perantara suap untuk Emirsyah dan tindak pidana pencucian uang.

Namun, majelis hakim tidak mewajibkan Soetikno membayar uang pengganti sejumlah 14.619.937,58 dolar AS dan 11.553.190,65 euro seperti yang dituntut JPU KPK. Atas putusan tersebut, KPK pun mengajukan banding.

6. Vonis terhadap kader PDIP Saeful Bahri

Pada tanggal 28 Mei 2020, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis kader PDI Perjuangan Saeful Bahri selama 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah dengan Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menjadi perantara suap untuk anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Saeful divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.

Perkara ini juga menyisakan tanda tanya besar karena masih buronnya sang pemberi suap, yaitu Harun Masiku. Harun Masiku masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020.

Baca juga: KPK perpanjang masa cegah tersangka Harun Masiku

7. Vonis terhadap mantan Menpora Imam Nahrawi

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp18,154 miliar pada tanggal 29 Juni 2020

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Imam divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai oleh Rosmina menyatakan Imam Nahrawi bersama bekas asisten pribadinya, Miftahul Ulum, terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E. Awuy.

Selanjutnya, dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,35 miliar yang berasal dari sejumlah pihak. Hakim juga mencabut hak Imam untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok.

8. Vonis terhadap Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan

Wawan yang merupakan suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp58,025 miliar pada tanggal 16 Juli 2020.

Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Ni Made Sudani menilai Wawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten dan Tangerang Selatan yang merugikan negara sebesar Rp94,317 miliar.

Namun majelis hakim membebaskan Wawan dari dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada periode 2005—2012 sekitar Rp1,9 triliun.

Majelis hakim menilai JPU KPK tidak melakukan pembuktian tindak pidana asal secara memadai dalam TPPU tersebut dan hanya memaparkan gelondongan dengan berdasarkan asumsi dari harta Wawan yang sudah disita serta kontrak-kontrak pekerjaan. Atas putusan tersebut, JPU KPK menyatakan banding.

9. Vonis terhadap anggota KPU pereode 2017—2022 Wahyu Setiawan

Wahyu Setiawan dijatuhi vonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp600 juta dari kader PDI Perjuangan Harun Masiku dan Rp500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Vonisyang dibacakan pada tanggal 24 Agustus 2020 itu menyatakan Wahyu bersama-sama rekannya Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku.

Tujuan pemberian suap adalah agar Wahyu Setiawan dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dalam dakwaan kedua, Wahyu terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Papayo terkait dengan seleksi Calon Anggota KPUD Papua Barat 2020—2025, yaitu agar tiga orang asli Papua (OAP) lolos tes akhir menjadi anggota KPUD.

Baca juga: Hakim tolak permohonan "justice collaborator" Wahyu Setiawan

10. Vonis enam terdakwa Jiwasraya

Pada sidang 12 Oktober 2020, majelis hakim yang dipimpin ketua Susanti Arwi Wibawani memvonis Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013—2018 Hary Prasetyo,
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008—2018 Hendrisman Rahim, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008—2014 Syahmirwan dengan hukuman penjara seumur hidup.

Masih pada hari yang sama, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Rosmina juga memvonis Hartono Tirto dengan hukuman penjara seumur hidup.

Barulah pada tanggal 26 Oktober 2020, Rosmina memimpin kembali sidang untuk Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro dan pemilik Maxima Group Heru Hidayat yang juga dijatuhi vonis penjara seumur hidup.

Keenamnya dinyatakan terbukti melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp16,807 triliun.

Khusus untuk Benny Tjokro, majelis hakim membebankan uang pengganti sebesar Rp6,078 triliun dan kepada Heru Hidayat uang pengganti sebesar Rp10,728 triliun. Keduanya juga terbukti melakukan pencucian uang.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan para terdakwa bersifat terstruktur, sistematif, dan masif terhadap asuransi Jiwasraya; merusak dunia pasar modal dengan memanfaatkan transaki pasar modal dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi; menyebabkan kerugian langsung kepada masyarakat banyak, khususnya nasabah asuransi; bahkan menggunakan KTP palsu untuk menjadi nominee dan menggunakan perusahaan-perusahaan yang tidak punya kegiatan untuk menampung usahanya.

Baca juga: Benny Tjokro ajukan banding atas vonis seumur hidup

Sisa Perkara

Hingga penghujung 2020, masih ada sejumlah perkara korupsi yang mendapat perhatian publik yang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta, yaitu perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari; terpidana cessie Bank Bali Djoko Tjandra; rekan Djoko Tjandra Tommy Sumardi; mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Pol. Napoleon Bonaparte; bekas Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Prasetijo; dan pengusaha Andi Irfan Jaya.

Jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung; pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6,219 miliar dan melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.

Sementara itu, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki sebesar 500.000 dolar Singapura, Irjen Pol. Napoleon Bonaparte sejumlah 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS, serta Brigjen Pol. Prasetijo Utomo senilai 150.000 dolar AS; Tommy Sumardi didakwa membantu Djoko Tjandra; Andi Irfan didakwa membantu Pinangki, sementara Napoleon dan Prasetijo didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra.

Masih ada perkara mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyanto. Keduanya didakwa menerima suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014—2016 Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp37,287 miliar dari sejumlah pihak pada periode 2014—2017.

Publik berharap hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dapat membuka mata dan hati nuraninya agar keadilan dapat terwujud meski harus menjalani proses persidangan yang panjang dan melelahkan.

Baca juga: Saksi: Jaksa Pinangki dekat dengan Djoko Tjandra

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020