Prosesnya masih berjalan dan akan terus berjalan
Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Simeulue, Provinsi Aceh sudah melakukan pemeriksaan terhadap 32 orang saksi terkait dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif 20 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat periode 2014-2019.

Total kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp2,7 miliar, bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Simeulue.

“Dari 32 saksi yang sudah kami mintai keterangan, semuanya terdiri dari travel agent, pemilik hotel serta pimpinan maskapai Lion Air,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Simeulue M Anshar Wahyuddin diwakili Kasi Intel Muhasnan, dihubungi dari Banda Aceh, Senin.

Muhasnan menjelaskan, kasus ini mulai dilakukan penyelidikan oleh kejaksaan setempat sejak Oktober 2020 lalu, setelah pihaknya mendapatkan surat izin dari Gubernur Aceh Nova Iriansyah, guna memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPRK Simeulue.

Hasil dari proses permintaan keterangan yang sudah dilakukan kejaksaan, kata Muhasnan, membuat pihaknya terkejut.

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan kejaksaan ke sejumlah hotel di Banda Aceh, Jakarta, Bogor, pelaksana kegiatan bimbingan teknis dan pemilik travel agent menyebabkan pihaknya tercengang.

“Prosesnya masih berjalan dan akan terus berjalan,” kata Muhasnan menambahkan.

Ia juga menjelaskan, dari total indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp2,7 miliar sesuai hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Aceh, sebanyak Rp220 juta sudah dikembalikan ke kas daerah.

Kejaksaan Negeri Simeulue juga mempersilakan bagi pimpinan dan anggota DPRK Simeulue Periode 2014-2019 maupun anggota dewan terpilih pada periode 2019-2024 agar membuktikan perjalanan dinas yang sudah dilakukan beberapa tahun lalu, sesuai dengan dokumen yang dimiliki.

“Jika ada anggota dewan yang belum mengembalikan dana perjalanan dinas ini, juga kita persilakan,” kata Muhasnan menegaskan.
Baca juga: Mantan Bupati Simeulue divonis empat tahun enam bulan penjara

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020