Mereka bisa lakukan apa yang mereka kehendaki. Kami tidak mengakui yuridiksi ICC
Manila (ANTARA) - Kantor jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengatakan ada "dasar logis" yang menyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan selama perang narkoba ala Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Sejak menjabat pada 2016, Duterte meluncurkan perang anti narkotika berdarah, yang menewaskan ribuan orang, memicu kemarahan global serta kritik dari kelompok HAM.

Duterte acap kali mengecam apa yang disebutnya upaya internasional untuk menggambarkan dirinya sebagai "pelanggar HAM yang kejam dan tak berperasaan" dan secara sepihak menarik Filipina dari pakta pendirian ICC pada 2018.

Kantor presiden pada Selasa menolak laporan tersebut, menyebutnya spekulatif dan keliru secara hukum.

Baca juga: PBB: pembunuhan dalam perang narkoba di Filipina "nyaris kebal hukum"
Baca juga: Leni Robredo siap pimpin perang terhadap narkoba di Filipina


"Mereka bisa lakukan apa yang mereka kehendaki. Kami tidak mengakui yuridiksi ICC," kata juru bicara presiden Harry Roque saat konferensi pers.

Laporan yang dikeluarkan pada Senin itu mengatakan "kantor merasa puas bahwa informasi yang ada memberikan dasar logis untuk meyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan, penyiksaan dan luka fisik yang parah serta gangguan mental akibat tindakan tidak manusiawi lainnya dilakukan antara 2016-2019.

Banyak orang menjadi target dalam daftar pantauan narkoba milik otoritas atau sebelumnya telah menyerahkan diri kepada polisi, sementara sebagian besar anak-anak di bawah umur menjadi korban, bunyi laporan tersebut.

Data pemerintah menunjukkan bahwa 5.942 tersangka pengedar narkoba tewas hingga akhir Oktober, meski kelompok HAM menduga jumlah kematian yang sebenarnya jauh lebih tinggi dan mengatakan ribuan orang lainnya tewas dalam kondisi menyedihkan.

Kelompok HAM menuding polisi secara sistematis mengeksekusi tersangka pengedar dan pengguna narkoba. Polisi membantah tudingan ini dan mengklaim bahwa mereka yang tewas melawan aparat selama operasi tangkap tangan.

Juru bicara Kepolisian Filipina Ysmael Yu enggan berkomentar, menjelaskan pihaknya belum menerima salinan laporan ICC.

ICC yang berbasis di Den Haag mulai melakukan penyelidikan awal perang narkoba Filipina pada 2018 dan akan mencapai keputusan apakah akan meminta otorisasi untuk membuka penyelidikan resmi pada paruh pertama tahun depan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Sekitar 8.000 orang tewas dalam perang narkoba ala Duterte
Baca juga: Duterte lagi-lagi mengancam akan bunuh pengedar narkoba

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020