Vaksin itu telah mengantongi izin pakai di China sejak Juni tahun ini. Kriteria yang dipakai China untuk mengeluarkan izin pakai tidak transparan dan tidak ada informasi yang tersedia terkait kriteria apa yang saat ini digunakan otoritas di China unt
Sao Paulo (ANTARA) - Badan pengawas kesehatan Brazil (Anvisa) pada Senin (14/12) mengatakan Pemerintah China tidak dapat memberikan informasi yang transparan dalam pemberian izin penggunaan darurat beberapa kandidat vaksin COVID-19, termasuk di antaranya CoronaVac buatan Sinovac Biotech Ltd.

Komentar Anvisa itu kemungkinan dapat memperburuk ketegangan antara China dan Brazil.

Presiden Brazil Jair Bolsonaro, yang konsisten mengkritik China, berulang kali menyampaikan keraguannya terhadap vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech Ltd, CoronaVac. Bolsonaro mengatakan ia ragu karena vaksin itu dibuat di China.

Sinovac Biotech Ltd merupakan perusahaan biofarmasi yang berkedudukan di Beijing, China.

Walaupun demikian, otoritas di Sao Paulo, negara bagian terpadat di Brazil, menaruh kepercayaan terhadap CoronaVac.

Gubernur Sao Paulo Joao Doria, yang berseberangan dengan Bolsonaro, mengatakan vaksinasi untuk warga Sao Paulo dijadwalkan berlangsung pada Januari 2021.

Namun, Sao Paulo tidak dapat menggunakan vaksin buatan Sinovac jika Anvisa tidak mengeluarkan izin pakai.

Dalam beberapa bulan terakir, Bolsonaro menempatkan beberapa loyalisnya di lembaga pemerintah, termasuk di Anvisa.

Penempatan itu mengakhiri sikap Anvisa yang sebelumnya cenderung netral dan tidak dipengaruhi kepentingan politik kelompok tertentu.

Oleh karena itu, banyak ahli kesehatan di Brazil khawatir kebijakan Anvisa nantinya akan dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan politik.

"Brazil adalah negara yang memimpin evaluasi terhadap CoronaVac," kata Anvisa sebagaimana dikutip dari laman resminya.

"Vaksin itu telah mengantongi izin pakai di China sejak Juni tahun ini. Kriteria yang dipakai China untuk mengeluarkan izin pakai tidak transparan dan tidak ada informasi yang tersedia terkait kriteria apa yang saat ini digunakan otoritas di China untuk membuat kebijakan semacam ini," terang Anvisa.

Setidaknya, puluhan ribu orang di China telah menerima CoronaVac lewat program penggunaan vaksin darurat. Program itu resmi diluncurkan pada Juli 2020 dan diberikan pertama kali ke kelompok yang rentan tertular COVID-19.

Dua calon vaksin COVID-19 yang dibuat Sinopharm juga digunakan dalam program darurat tersebut.

China sejauh ini belum menyiarkan informasi bagaimana pihaknya menentukan vaksin yang tepat untuk program vaksinasi darurat. Komisi Kesehatan Nasional China juga tidak menanggapi pertanyaan terkait masalah tersebut.

Perwakilan dari Sinovac juga menolak untuk menjawab pertanyaan. Namun, ia mengulang kembali pernyataan seorang pejabat saat jumpa pers Oktober 2020. Ia mengatakan vaksinasi diberikan ke warga setelah pemerintah mengevaluasi vaksin secara ketat sesuai dengan ketentuan undang-undang dan regulasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pejabat pemerintah itu mengatakan hasil uji klinis tahap I dan tahap II menunjukkan vaksin yang diberikan ke warga menunjukkan imunogenisitas dan tingkat keamanan yang baik. Imunogenisitas merupakan kemampuan vaksin membentuk atau memancing respon imun/kekebalan dalam tubuh.

Uji klinis tahap akhir/tahap III untuk CoronaVac masih berlangsung di Sao Paulo, Brazil.

Doria pada Senin pagi mengatakan data mengenai kemanjuran vaksin akan diumumkan pada 23 Desember, mundur delapan hari dari tanggal yang dijadwalkan sebelumnya. Alasannya, otoritas di Sao Paulo menginginkan sampel data lebih besar dan analisis yang lebih lengkap.

Sumber: Reuters

Baca juga: Vaksin COVID-19 masih tunggu izin sementara BPOM dan MUI

Baca juga: Jubir: Vaksin diberikan pada usia 18 hingga 59 tahun

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020