Media daring yang memuat berita lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media sosial yang sumbernya tidak jelas.
Jakarta (ANTARA) -
Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi terus memberikan tindakan tegas terhadap penyebar-penyebar hoaks.
 
Arzeti Bilbina dalam rilisnya di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwai sekarang ini banyak situs abal-abal yang ironisnya berita atau foto yang disebar media abal-abal di media sosial bisa viral meski isinya tidak berdasar.
 
"Sudah semestinya pemerintah punya sistem yang kuat, jangan dipermudah para pelaku untuk menyebarkan hoaks. Dengan sistem tersebut, Kominfo harusnya bisa melacak dan mematikan gadget para pelaku penyebar hoaks," katanya.
 
Arzeti yakin bukan perkara sulit melakukan itu.

Ia mencontohkan di Tiongkok, masyarakatnya bahkan tidak diberi ruang atau keleluasaan menggunakan media sosial, apalagi untuk kepentingan menyebarkan hoaks.
 
"Pemerintah harus mulai keras dan tegas untuk memerangi hoaks tersebut," katanya lagi.
 
Seminggu terakhir atau setelah pilkada, 9 Desember, informasi bohong bertebaran di media sosial. Organisasi pemerintah, Presiden Joko Widodo dan keluarga termasuk menjadi sasaran penyebar hoaks.
 
Misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut menyertifikasi halal kondom. MUI tegas membantah informasi tersebut. Foto dan video yang diklaim sebagai penembakan polisi kepada anggota Front Pembela Islam (FPI) juga bertebaran.
 
Arzeti Bilbina juga menekankan pentingnya masyarakat menyaring informasi di media sosial. sebab medsos banyak dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab untuk menyebarkan berita palsu atau hoaks.
 
"Sebaiknya disaring dahulu, cek kebenaran berita tersebut," kata Arzeti.
 
Menurut dia, keberadaan media sosial yang menjadi akses bagi penyebar hoaks dan radikalisme, akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan.
 
Mereka sengaja membuat berita bohong untuk propanganda yang tujuannya menciptakan suasana tidak kondusif, bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa.
 
"Tentu persoalan ini menjadi keprihatinan bagi kita semua. Terlebih saat ini masyarakat sedang berduka dari keterpurukan perekonomian akibat pandemi. Karena kondisi ini, membuat masyarakat lebih banyak berdiam di rumah dan banyak waktu untuk bersosmed," ucapnya.
 
Jika tidak hati-hati, lanjut dia, bisa terpancing dengan bahasa atau ajakan yang justru tidak mendidik dan tidak sedikit yang berujung kasus hukum.
 
Ia juga menyarankan agar masyarakat berpegang pada media mainstream sebagai acuan memilih informasi.

Menurut dia, media daring yang memuat berita lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media sosial yang sumbernya tidak jelas.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020