Konsumsi pangan lebih dinikmati oleh daerah perkotaan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen menyatakan keterjangkauan merupakan tantangan ketahanan pangan Indonesia karena lebih dinikmati oleh masyarakat di daerah perkotaan.

“Konsumsi pangan lebih dinikmati oleh daerah perkotaan dan daerah perkotaan sekarang meminta lebih banyak pilihan makanan bergizi yang lebih beragam,” katanya dalam Indonesia Economy Prospects-December 2020 Edition di Jakarta, Kamis.

Kahkonen menyebutkan tantangan Indonesia lebih kepada keterjangkauan dan bukan ketersediaan karena dalam dekade terakhir sejak melaksanakan revolusi hijau telah mengalami peningkatan produksi pangan pokok termasuk beras.

“Ketahanan pangan di Indonesia mengalami tantangan yang lebih dinikmati oleh mereka yang mampu membeli makanan dan tidak demikian dengan mereka yang keluarga miskin. Artinya sekarang kondisi rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah mengalami fase insecurities,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Kahkonen menegaskan masalah ketahanan pangan ini perlu diperhatikan bukan hanya di tingkat pertanian dan produksi namun juga di tahap perdagangan dan daya saing saat memasuki pasar.

Terlebih lagi, ia menuturkan keberadaan pandemi COVID-19 mampu memberikan peluang untuk mampu beradaptasi dan bertransformasi termasuk mengenai isu ketahanan pangan di Indonesia.

“Ini adalah waktunya kita mendorong reformasi di bidang pangan untuk keterjangkauan dan ragam makanan bergizi di Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, dalam laporan Prospek Ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia Edisi Desember 2020 menyebutkan pandemi telah menempatkan ketahanan pangan sebagai agenda publik yang penting.

Hal tersebut seiring banyaknya rumah tangga yang mengalami kekurangan pangan karena kehilangan pendapatan meskipun pemerintah telah memperluas berbagai program perlindungan sosial termasuk pembangunan lumbung pangan atau food estate.

Bank Dunia mencatat harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan karena biaya produksi tinggi dan berbagai faktor di luar pertanian seperti pembatasan perdagangan domestik dan internasional serta tingginya biaya pemrosesan, distribusi dan pemasaran.

Selain itu, menurut Bank Dunia pola makan Indonesia juga menunjukkan diversifikasi yang terbatas dan ketersediaan mikronutrien yang terbatas dibandingkan negara lain di kawasan.

Bank Dunia pun memberikan tiga rekomendasi untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan dan memodernisasi sistem pertanian pangan.

Pertama adalah pendekatan ketahanan pangan perlu diperluas untuk menjawab kebutuhan Indonesia dan mewujudkan visi ketahanan pangan komprehensif yang tertuang dalam Undang-Undang Pangan.

Kedua adalah tujuan dan instrumen kebijakan perlu disesuaikan dan cakupan kebijakan harus didefinisikan kembali serta ketiga adalah pengeluaran publik perlu dialokasikan kembali untuk mendapatkan dampak yang lebih besar dan produktif.

Baca juga: Bank Dunia: Kebijakan kesehatan publik dan ekonomi kunci pemulihan RI
Baca juga: Bank Dunia investasi Rp67 miliar ke PDAM Giri Tirta Gresik
Baca juga: Luhut temui bos IMF-Bank Dunia hingga USTR di AS

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020