Jakarta (ANTARA) - Memahami geopolitik itu penting di dunia sepak bola

Di Indonesia sepak bola itu selalu menjadi alat politik, sebagai alat perjuangan. Ir. Soeratin mendirikan Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu sebagai alat perjuangan bangsa, dan itu ditegaskan dalam statuta induk organisasi sepak bola di Tanah Air itu.

Sebelum merdeka, pemerintah Belanda melarang orang Indonesia berkumpul lebih dari dua orang. Jika ada yang berkumpul lebih dari aturan, tentara Belanda tidak segan menginterogasi bahkan sampai dipenjara.

Ir. Soeratin yang mencintai Indonesia dan sepak bola, mencoba melakukan sebuah langkah terobosan. Dialah satu-satunya orang yang dapat mengumpulkan ratusan orang disiang hari bolong tapi tidak ditangkap oleh kompeni. Caranya? Ya dengan main bola. Pertunjukan olahraga itu justru difasilitasi oleh pemerintah Belanda, dan orang Indonesia dapat mengatur strategi kemerdekaan tanpa dicurigai.

Baca juga: Pesan Jokowi ke para menteri, dari deradikalisasi sampai sepak bola
Baca juga: Presiden minta PSSI siapkan pelaksanaan Piala Dunia U-20


Sepak bola mempersatukan. Sepak bola mengeratkan, sepak bola juga yang mendekatkan rakyat kepada cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Dari ujung barat sampai ujung timur. Dari Aceh sampai Papua. Satu terluka semua terluka, itulah Indonesia yang diidamkan oleh Ir. Soeratin

Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia, adalah harga mati yang tidak bisa ditawar dan tidak boleh diperdebatkan. Sehingga ketika ada gerakan separatis untuk memerdekakan Papua itu kita yakini sebagai bagian untuk mengadu domba rakyat Indonesia dan melemahkan bangsa dan negara Indonesia.

Indonesia tanpa Papua seperti sayur tanpa garam. Hambar. Sepak bola tanpa anak-anak Papua jadi tak seindah "jogo bonito". Boaz Salossa adalah sebuah nama dimana anak Papua mampu berprestasi di dunia sepak bola, diikuti kemudian nama-nama lain pasca generasi pemain yang akrab dipanggil Bochi itu.

Sepak bola adalah dimana anak-anak Papua merasa bahwa mereka adalah Indonesia. Ketika Timnas Indonesia tidak ada anak Papua sayap Garuda seolah enggan mengepakkan sayapnya.

Begitupun di pentas kompetisi dan turnamen sepak bola Asia. Publik memiliki optimisme jika Persipura yang mewakili Indonesia maka harapan besar terbentang untuk mengibarkan sang saka Merah Putih. Jacksen F Tiago bagi sebagian orang pun, bahkan dianggap orang Papua bukan orang Brazil.

Baca juga: Jokowi semangati atlet dan optimis timnas sepak bola raih kemenangan
Baca juga: Presiden Jokowi tidak mau campuri kongres PSSI
Baca juga: Bertemu Jokowi, PSSI minta kepastian kerja insan persepakbolaan



Papua, Jokowi dan Omnibus Law

Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah Presiden Republik Indonesia yang paling sering datang ke Papua. Bahkan beliau sempat mengutarakan niatnya untuk membangun Istana Presiden di Papua. Tuan rumah PON 2020 (yang ditunda tahun 2021 akibat pandemi) menunjukkan komitmen pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Papua adalah Indonesia.

Itulah gambaran betapa pentingnya Papua bagi Indonesia. Dan sepak bola adalah salah satu di antara yang terpenting sebagai jembatan untuk memperkenalkan Papua. Belum lagi setelah disahkannya UU Cipta Kerja. Dimana tujuan dan spirit dari Undang-undang ini adalah investasi, kepastian hukum dan kepatuhan pada regulasi.

Persipura bisa jadi adalah cermin Indonesia di mata dunia. Kemampuan pemangku kebijakan untuk sportif, fair, dan patuh pada regulasi akan berdampak pada respon positif investor ke Indonesia. Persipura itu Duta Indonesia. Dan Indonesia butuh ini.

Baca juga: Persipura siap wakili Indonesia di AFC Cup 2021
Baca juga: Laga Persipura vs PON Papua tandai peresmian Stadion Lukas Enembe


Dukungan pusat pada Papua lewat olahraga adalah dukungan paling nyata, karena aspirasi dan emosi kedaerahan, serta harga diri mewujud pada tim sepak bola. Mengangkat harga diri Papua lewat Persipura adalah tindakan diplomatis yang akan menuai efek positif bagi diplomasi Indonesia dan menunjukkan ke dalam negeri simpati dan dukungan pada pusat bahwa ternyata Papua berdiri sama tinggi dengan lainnya.

Segala respon positif dunia, akan berdampak pada mengalirnya investasi ke Indonesia, dengan biaya yang sangat murah lewat dukungan pada Persipura. Kita tidak boleh memberikan celah bagi gerakan separatis seperti Benny Wenda mendapatkan peluang untuk memanfaatkan keteledoran ini.

Akhir kata, jika PSSI tidak mampu menterjemahkan kebijakan Presiden Jokowi soal Papua di bidang olahraga, dapatkah dianggap sebagai tidak selaras dengan kebijakan nasional? Sebagai closing saya akan mengutip statement Presiden Jokowi di kampanye Pilpres 2019 “Papua adalah Kita”, tapi apakah PSSI adalah Kita???

*Penulis adalah Chief I’M Gen Z, Deputi Sekjen PSSI 2016

Pewarta: Budi Setiawan*
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2020