Ditjen Imigrasi menjalankan sejumlah kebijakan regulatif yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, di tengah pandemi COVID-19.
Jakarta (ANTARA) - Sejak wabah virus corona mulai terdeteksi di berbagai belahan dunia, pemerintah Indonesia langsung mengambil langkah untuk memproteksi negara dari penularan COVID-19.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menjadi salah satu garda depan dalam pencegahan penyebaran virus masuk ke dalam negeri.

Mereka mengemban tugas sebagai ujung tombak penjaga pintu gerbang negara dari "impor" virus berbahaya yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Ditjen Imigrasi menjadi pelaksana kebijakan pemerintah untuk menekan penyebaran COVID-19 melalui pembatasan lalu lintas orang yang masuk ataupun keluar wilayah NKRI. Mereka bertugas untuk menyaring siapa-siapa saja yang diperkenankan untuk melintasi gerbang negara.

Pelaksanaan kebijakan tersebut berpedoman pada sejumlah peraturan yang dikeluarkan, baik oleh Kementerian Hukum dan HAM maupun Ditjen Imigrasi.

Selain sebagai garda depan dalam menjaga pintu gerbang negara dari ancaman COVID-19, jajaran Ditjen Imigrasi juga dituntut untuk bisa tetap memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat di tengah pandemi.

Oleh karena itu, sejumlah kebijakan dikeluarkan dalam rangka adaptasi dan penyesuaian kerja di tengah tatanan kebiasaan baru.

Pandemi COVID-19 yang melanda negeri juga tak menghalangi Ditjen Imigrasi untuk menghadirkan berbagai inovasi. Sejumlah terobosan diluncurkan oleh direktorat jenderal yang dipimpin oleh Johni Ginting itu untuk memudahkan masyarakat dalam menikmati berbagai layanan imigrasi.

Berikut deretan kebijakan dan kinerja yang dihadirkan Ditjen Imigrasi sepanjang tahun 2020.

Hadapi Pandemi COVID-19

Ditjen Imigrasi menjalankan sejumlah kebijakan regulatif yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, di tengah pandemi COVID-19.

Pada tanggal 5 Februari 2020, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menandatangani peraturan mengenai penghentian sementara bebas visa kunjungan, visa, dan pemberian izin tinggal keadaan terpaksa bagi warga negara RRT.

Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 itu dikeluarkan sebagai bentuk upaya Pemerintah mencegah masuknya virus corona ke Indonesia.

Dalam salah satu aturannya, disebutkan bahwa Pemerintah menghentikan sementara fasilitas bebas visa kunjungan dan visa kunjungan saat kedatangan bagi semua warga negara yang pernah tinggal dan/atau mengunjungi wilayah Tiongkok dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk wilayah Indonesia.

Dalam perjalanannya, Kemenkumham mencabut aturan tersebut dan menggantinya dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona.

Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020 terdiri atas 10 pasal, yang pada intinya membatasi pemberian visa dan izin tinggal bagi warga asing dan warga negara RRT.

Kemenkumham lalu menerbitkan Permenkumham Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan Serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa.

Permenkumham Nomor 7 dan 8 kemudian dicabut dan diganti dengan Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Republik Indonesia.

Larangan ini berlaku untuk seluruh orang asing dengan enam pengecualian, yakni orang asing pemegang izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap, orang asing pemegang visa diplomatik dan visa dinas, orang asing pemegang izin tinggal diplomatik dan izin tinggal dinas.

Selanjutnya, tenaga bantuan dan dukungan medis pangan yang didasari oleh alasan kemanusiaan, awak alat angkut baik laut, udara, maupun darat, serta orang asing yang akan bekerja pada proyek-proyek strategis nasional.

Meski demikian, orang asing yang dikecualikan tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan sebelum diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.

Adapun persyaratan yang dimaksud adalah adanya surat keterangan sehat dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan dari masing-masing negara, telah berada 14 hari di wilayah atau negara yang bebas COVID-19, serta pernyataan bersedia untuk dikarantina selama 14 hari yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.

Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 berlaku sejak 2 April 2020 dan masih belum dicabut hingga saat ini.

Adaptasi Kebiasaan Baru

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah COVID-19 sebagai pandemi global pada 12 Maret 2020, pemerintah Indonesia langsung bergerak cepat membatasi seluruh aktivitas pelayanan publik, tak terkecuali layanan keimigrasian.

Merespons hal tersebut, Ditjen Imigrasi langsung membatasi pelayanan di kantor-kantor Imigrasi seluruh Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam surat edaran Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting Nomor IMI-GR.01.01-2114 Tahun 2020 tentang Pembatasan Layanan Keimigrasian dalam Rangka Mencegah Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Kantor Imigrasi.

Dalam aturan itu, disebutkan bahwa kantor imigrasi hanya melayani pengurusan paspor untuk kebutuhan mendesak, yaitu orang sakit yang tidak bisa ditunda penanganannya atas rujukan dokter, dan orang dengan kepentingan yang tidak dapat ditunda.

Selain itu, Dirjen Imigrasi juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-GR.01.01-0946 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Keimigrasian dalam Masa Tatanan Normal Baru.

Pada intinya, surat edaran tersebut menjelaskan bahwa pelayanan keimigrasian di kantor-kantor Imigrasi seluruh Indonesia tetap beroperasi dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat untuk menjamin kesehatan para petugas dan masyarakat.

Protokol kesehatan yang diterapkan di antaranya pembatasan kuota pemohon, penggunaan aplikasi dalam pendaftaran pengurusan paspor, dan mewajibkan penggunaan masker, mencuci tangan, dan pengecekan suhu tubuh untuk para pemohon yang datang langsung ke kantor imigrasi.

Para petugas Imigrasi juga dilengkapi dengan sarung tangan, masker, dan pelindung wajah, serta turut dipasang tirai pembatas antara pemohon dan petugas.

Terobosan di Tengah Pandemi

Pandemi COVID-19 yang melanda negeri tak menghalangi Ditjen Imigrasi untuk menghadirkan berbagai inovasi. Di pertengahan tahun, Ditjen Imigrasi meluncurkan program pelayanan paspor secara kolektif yang diberi nama Eazy Passport.

Pemohon bisa mengajukan permohonan paspor tanpa perlu ke kantor imigrasi karena petugas akan mendatangi pemohon di lokasi yang telah ditentukan. Adapun syarat minimal pemohon sebanyak 50 orang.

Seluruh permohonan paspor, mulai dari penyerahan dan pemeriksaan berkas persyaratan, wawancara, hingga pengambilan data biometrik berupa foto dan sidik jari dilakukan di lokasi kegiatan.

Paspor yang telah jadi nantinya bisa diambil secara perwakilan atau bisa juga dikirim ke rumah pemohon melalui jasa PT Pos Indonesia.

Ditjen Imigrasi pada tahun ini juga menerapkan layanan e-visa atau visa elektronik bagi warga negara asing yang hendak masuk ke Indonesia. Adanya inovasi tersebut memberikan pelayanan yang makin cepat, mudah, dan transparan.

Dengan aplikasi e-visa, orang asing yang berniat masuk ke Indonesia kini hanya perlu mengajukan permohonan visa serta mengisi data yang diperlukan secara daring dengan mengakses situs www.visa-online.imigrasi.go.id.

Persetujuan atas permohonan visa juga akan disampaikan secara daring lewat surat elektronik tanpa perlu dicetak di kertas.

Penerapan layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi semacam aplikasi e-visa merupakan bagian dari revolusi birokrasi digital di Kementerian Hukum dan HAM. Diharapkan inovasi digital sejenis dapat menular ke seluruh jenis pelayanan publik lainnya di kementerian yang dipimpin Menteri Yasonna Laoly tersebut.

Baca juga: Permohonan paspor di Banda Aceh menurun drastis karena COVID-19

Baca juga: Kemlu RI panggil Dubes Malaysia terkait larangan imigrasi bagi WNI

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020