Jakarta (ANTARA) - Pengajar KSM Psikiatri FKUI/RSCM Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ(K) mengatakan bahwa pendekatan dari tokoh masyarakat menjadi salah satu cara terbaik untuk menyosialisasikan wabah COVID-19 dan cara pencegahannya sehingga masyarakat bisa lebih paham dan lebih jauh tidak menstigma pasien COVID-19.

"Jadi pendekatan paling bagus adalah dari tokoh-tokoh yang paling dekat dengan mereka, dalam hal ini tokoh agama, tokoh masyarakat," kata dia dalam konferensi pers bersama Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kelompok orang yang paling sering menganggap COVID-19 tidak ada atau merasa bahwa mereka tidak akan tertular COVID-19 adalah kelompok masyarakat dengan usia 17-29 tahun dan juga kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi dan pendidikan lebih rendah.

Pada kelompok masyarakat usia 17-29 tahun, mereka mungkin dapat mengakses informasi tentang COVID-19 dari media sosial atau media informasi lain secara daring. Namun sayangnya, gaya bahasa yang disampaikan oleh media terkait isu COVID-19, kata dia, tampaknya belum benar-benar efektif menarik perhatian kelompok tersebut.

Baca juga: Warga Sumsel harap pemerintah perkuat sosialisasi vaksin COVID-19

Baca juga: Ponpes di Serang-Banten diberi sosialisasi protokol kesehatan


Sementara pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi dan pendidikan lebih rendah, upaya sosialisasi tentang COVID-19 tampaknya akan lebih mudah diterima jika disampaikan sesuai dengan bahasa daerah mereka dan melalui pendekatan dari tokoh masyarakat atau tokoh agama.

"Bagi kelompok yang minoritas dan ekonomi dan pendidikannya rendah, bagaimana cara menyampaikan terkait virus ini adalah dengan bahasa mereka. Dan pendekatan yang paling bagus adalah dari tokoh-tokoh yang paling dekat dengan mereka," kata Hervita.

Setelah para tokoh masyarakat tersebut dianggap bisa menjadi tokoh penting dalam sosialisasi tentang COVID-19, hal berikutnya yang perlu digarisbawahi adanya perlunya memastikan perolehan informasi dari sumber yang kredibel sehingga informasi yang disampaikan adalah informasi yang benar, bukan yang keliru.

"Jadi materinya perlu kita sediakan untuk mereka bisa bawakan dengan benar dan andal karena khawatirnya mereka mengakses informasi yang mau buat edukasi tapi sumbernya tidak terpercaya. Jadi itu jadi salah satu hal yang perlu kita perbaiki," katanya lebih lanjut.

Berikutnya, selain melakukan sosialisasi dari para tokoh masyarakat, cara lain yang dinilai efektif untuk mensosialisasikan bahaya COVID-19 adalah dengan memanfaatkan para penyintas yang merasakan sendiri dampak COVID-19 terhadap kesehatan mereka.

"Jadi ada istilah yang namanya hero campaign atau kampanye pahlawan jadi mengubah teman-teman kita yang tadinya merasa, 'aduh kok saya kena', menjadi seseorang yang berdaya untuk bisa mengajarkan secara riil kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, karena mengalami sendiri gejalanya seperti apa. Jadi betul-betul sesuai pengalaman," demikian Hervita.*

Baca juga: Akademisi: Perkuat peran komunitas dalam sosialisasi prokes

Baca juga: Pengamat: Konsistensi sosialisasi kunci masyarakat semakin patuh 3M

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020