Gunung Kidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, gagal mencapai target penurunan angka kemiskinan hingga 16,50 persen sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016 - 2020.

Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Gunung Kidul Immawan Wahyudi di Gunung Kidul, Rabu, mengatakan kemiskinan merupakan isu sentral pemerintahan, bukan isu parsial.

"Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2020 ditargetkan angka kemiskinan sebesar 16,50 persen, tinggal 0,11 persen. Pada 2019 angka kemiskinan hanya turun 0,5 persen. Kami sudah berusaha keras menurunkan kemiskinan dengan berbagai skema, namun kondisi krisis ekonomi juga berdampak pada upaya penurunan kemiskinan,” kata Immawan.

Ia mengatakan Pemkab tidak puas dalam menurunkan saat ini karena belum bisa berpartisipasi langsung menurunkan angka kemiskinan di DIY sebesar 7 persen pada 2024. Untuk mencapai target itu tidak bisa dilakukan dengan cara biasa-biasa saja.

Baca juga: Turunkan kemiskinan, pemkab kembangkan potensi wisata Gunung Kidul-Yogyakarta

Baca juga: Program percepatan pengentasan kemiskinan disiapkan Gunung Kidul


"Untuk menurunkan kemiskinan memang harus ada inovasi agar lebih maksimal hasilnya," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Gunung Kidul Heri Nugroho mengatakan permasalahan sosial yang ada menghimpit lansia terlantar, kaum disabilitas, anak terlantar, keluarga kurang mampu dan beberapa kategori Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) lain yang jumlahnya masih puluhan ribu orang.

Di tengah pandemi COVID-19, juga terdapat ribuan warga tidak dapat mengakses dana bantuan sosial (bansos).

"Kami meminta agar dilakukan verifikasi dan validasi data miskin atau PPKS sampai ke tingkat RT/RW, padukuhan dan kalurahan agar penyaluran bantuan sosial dapat merata dan tepat sasaran,” kata Heri Nugroho.

Ia mengatakan persoalan lain, yakni pelaksanaan program BPJS juga belum ada komunikasi yang sinkron dengan Dinas Sosial (dinsos) dan desa.

Tidak sedikit masyarakat mengeluh karena namanya dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS bantuan iuran padahal masih butuh. Diurus kembali bisa tapi proses mengaktifkan kembali kepesertaan BPJS berbelit-belit, sampai berhari-hari.

"Dinsos perlu memberikan sosialisasi pengurusan pengaktifan kepesertaan BPJS kepada masyarakat secara berkesinambungan,” katanya.*

Baca juga: Angka kemiskinan Yogyakarta diperkirakan meningkat akibat pandemi

Baca juga: Pengentasan kemiskinan "Gandeng Gendong"-JSS dipaparkan ke Bappenas

Pewarta: Sutarmi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020