Jakarta (ANTARA) - Adalah Sersan Kepala Heri Purnomo, seorang Bintara Pembina Desa di Koramil 0818/23, Kecamatan Jabung, Malang, Jawa Timur, yang berhasil mendorong dan memelopori masyarakat setempat hingga sukses membudidayakan kopi.

Di Kecamatan Jabung yang terletak 1.500 meter di atas permukaan laut itu, terdapat Desa Taji yang kini dikenal sebagai salah satu sentra penghasil kopi.

Padahal, masyarakat Desa Taji semula tak mengenal kopi sebagai komoditas pertanian, sebab mereka telanjur terbiasa menanam sayur-sayuran. Masyarakat ketika itu berpikiran mereka belum mengenal secara detail cara menanam, merawat tanaman kopi, ditambah hasil budi daya kopi yang belum tentu menjanjikan.

Siapa sangka, usaha keras dari Purnomo yang terus-menerus mendorong dan mendampingi masyarakat ternyata mampu meluluhkan hati hingga mereka mantap beralih jadi petani kopi, khususnya varietas kopi Arabica.

Dalam YouTube TNI AD, Jumat, dia bercerita inspirasi mengembangkan tanaman kopi di daerah tersebut sebenarnya berawal dari keprihatinannya terhadap hutan sekitar yang mulai gundul dan gersang.

Akibatnya, kawasan dataran tinggi tersebut kerap diterjang tanah longsor. Bahkan, sempat hampir menghanyutkan Serka Heri ketika awal bertugas di Desa Taji. "Saya awal dinas di sini, pake (sepeda motor) trail, sempat mau hanyut kena longsor," kata dia.

Akhirnya, ia berpikir untuk mengembalikan hutan agar kembali hijau dengan mengajak koordinasi semua pihak, terutama masyarakat karena yang paling terdampak jika longsor adalah masyarakat.

Dari sekian tanaman, akhirnya dipilih kopi sebagai penghijau kembali hutan karena nilai ekonomisnya yang terbilang cukup tinggi. "Kami mengambil salah satu contoh di kopi. Kopi itu kan buahnya di atas. Kopi itu menghijaukan, tapi hasilnya ada," ujar dia.

Hasil menjanjikan
Terhitung sejak Januari 2011, masyarakat Desa Taji di lereng Gunung Bromo mulai menanam kopi, seiring dengan awal masa dinas dia sebagai Bintara Pembina Desa di kawasan berhawa sejuk itu.

Kini, masyarakat sudah mulai memetik hasilnya, di antaranya Sujarwo Sudiyono, petani kopi Desa Taji yang mengaku banyak mendapatkan motivasi dari dia.

Pada waktu pertemuan dengan warga, Purnomo berhasil meyakinkan keuntungan menanam kopi dibandingkan varietas tanaman lainnya, di samping kegunaan utamanya untuk melestarikan alam.

Sudiyono mengakui kini sudah memiliki 1.000 tanaman kopi yang ditanam di lahan seluas satu Hektare dan siap berbuah.
Pekerja di Wisata Kebun Kopi Desa Taji tengah meracik kopi pesanan pengunjung. ANTARA/HO-YouTube TNI AD

Nur Ali, petani kopi di Desa Taji juga mengakui keuletan Purnomo dalam memotivasi masyarakat sekitar untuk beralih membudidayakan tanaman kopi yang bernilai tinggi tetapi hutan tetap lestari.

"Apa ya... gampangange (Purnomo) boten bosen-bosen lek ne ngandani, ngandani terus. (Sersan Kepala Heri Purnomo) tidak pernah bosan untuk terus memotivasi dan memberikan pengertian)," katanya, dalam bahasa medok Jawa Timuran.

Hasilnya, Ali bersyukur bahwa petani-petani kopi di Desa Taji kini bisa dibilang sukses dan terdongkrak secara penghasilan. "Alhamdulillah, petani kopi di sini semuanya sukses," ucapnya bersyukur.

Purnomo membeli hasil kopi petani sekitar dan memasarkannya dalam dua varian produk yang berbeda, yakni kopi taji dan kopi babinsa.

Kopi taji dia pasarkan untuk masyarakat umum dengan maksud mengangkat citra Desa Taji di lereng Gunung Bromo sebagai penghasil kopi berkualitas.

Sedangkan kopi babinsa dipasarkannya kepada kalangan TNI yang lebih familiar dengan istilah babinsa, sekaligus memotivasi rekannya sesama Babinsa.

Cita rasa kopi
Tak cukup itu, Purnomo juga mengajak masyarakat sekitar untuk mengelola semacam tempat wisata kebun kopi, dilengkapi kafe yang memungkinkan wisatawan menikmati minuman sajian kopi dikelilingi pemandangan alam nan asri.

Bahkan, pengunjung juga bisa menyaksikan dan belajar proses pembudidayaan kopi, pembuatan dan peracikan kopi oleh masyarakat sekitar.

Manfaat lain adalah pembukaan tempat wisata kopi itu juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Tempat wisata kebun kopi itu mulai dibuka saat pergantian 2018 dengan mengundang para komunitas penikmat kopi untuk mencicipi. Berawal dari luas sekitar dua meter persegi, kafe itu kini telah melebar hingga bisa melayani lebih banyak wisatawan.
Wisata Kebun Kopi Desa Taji, Malang, Jawa Timur. ANTARA/HO-YouTube TNI AD

Di tengah pasar kopi di Indonesia yang mayoritas varietas Robusta, kehadiran kopi Arabica yang dikembangkan warga Taji di lereng Bromo tentu menghasilkan citarasa khas tersendiri bagi para pecinta kopi.

Bahkan, saking enaknya bisa bikin ketagihan, seperti diungkapkan Afifuddin Namirullah, pecinta kopi yang mengaku sudah lima kali berkunjung ke Desa Taji demi menikmati secangkir kopi. "Saya udah hampir lima kali bolak-balik ke sini. Kangen rasa kopinya. Beda, ya kalau kita di sini bisa lihat prosesnya, rasanya berbeda, berkesan," ujarnya.

Keberhasilan sang Babinsa memberdayakan masyarakat desa untuk bertani kopi dan menangguk pundi ekonomi juga mendapatkan apresiasi atasannya.

Letnan Kolonel Infantri Yusub Dody Sandra, selaku komandan Kodim 0818/Malang-Batu, kagum atas kejelian anak buahnya dalam mencermati potensi desa yang menjadi binaannya. "Saya lihat sangat jeli sekali melihat kondisi wilayah. Untuk kopi yang dikembangkan yang bersangkutan juga bisa menciptakan lapangan kerja," katanya.

Selain komoditas kopi untuk dijual produknya dalam bentuk mentah maupun minuman, Desa Taji juga berhasil mengembangkan tempat wisata yang instagrammable yang mampu menarik wisatawan.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021