Jakarta (ANTARA) - Sebagaimana diketahui, penanganan sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 di Tanah Air tidak dilakukan kala ini saja. Melainkan telah berlangsung sejak Presiden Joko Widodo membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada pertengahan Maret 2020, hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 7 tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Maret 2020.

Letnan Jenderal (Letjen) TNI Doni Monardo yang ditunjuk sebagai ketua dan tanpa basa-basi langsung tancap gas menanganinya. Ia diberikan amanah besar oleh negara agar kasus COVID-19 di Indonesia dapat teratasi serta tidak berdampak luas sebagaimana kondisi saat ini.

Penunjukan Letjen TNI Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas oleh Presiden tentunya telah melewati berbagai macam pertimbangan. Apalagi, selama berkarier di dunia militer, jenderal bintang tiga tersebut cukup mentereng dengan segala catatan prestasi.

Sebagai contoh, Doni merupakan salah satu prajurit TNI yang sempat bertugas sebagai "tameng hidup" alias Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) pada dua periode kepala negara berbeda.

Baca juga: CDC Beijing sebut kasus positif di Shunyi berasal dari Indonesia

Pertama, ia mendapatkan kepercayaan sebagai Komandan Paspampres periode 2012 hingga 2014 yakni pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian, tugas yang sama diembannya untuk mengawal Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang terpilih pada 2014.

Tidak hanya itu, suksesor Laksamana Muda Purn Willem Rampangilei tersebut juga diketahui memiliki keahlian dalam menembak. Dua hal itu merupakan contoh dari sekian banyak tinta emas yang ditorehkan Doni dalam karier kemiliterannya.

Dengan catatan prestasi gemilang tersebut, tugas beratpun akhirnya tertumpu padanya sebagai Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19.


Disiplin harga mati.

Sebagai seorang prajurit TNI, gaya kepemimpinan Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang kini telah berganti nama menjadi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 kental dengan cerminan dunia TNI.

Hampir di setiap kesempatan, jenderal berdarah Minangkabau itu selalu menegaskan bahwa disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan merupakan harga mati bagi siapa saja tanpa terkecuali.

Penegasan itu dilontarkan sang jenderal karena melihat perkembangan kasus COVID-19 yang berfluktuatif salah satunya akibat ketidakdisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan yakni memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun pada air mengalir serta menjaga jarak fisik antara satu dengan lainnya.

"Kedisiplinan dari seluruh anggota masyarakat merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi agar kita bisa selamat dari ancaman COVID-19," kata dia.

Baca juga: Disiplin kendalikan pandemi, kunci China pulihkan ekonomi

Untuk menerapkan perilaku disiplin, terutama bagi masyarakat agaknya memang butuh usaha ekstra agar hal itu dapat menjadi suatu kebiasaan dan pola hidup sehari-hari.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku disiplin penerapan protokol kesehatan masih menjadi kunci untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Meskipun vaksin sudah ada, namun hingga kini vaksin Sinovac asal China yang didatangkan Indonesia sebanyak tiga juta dosis dalam dua tahapan belum memperoleh Emergency Use Authorization (EUA) atau semacam izin edar dan penggunaan dari lembaga berwenang dalam kondisi darurat.

"Disiplin dan disiplin serta patuh pada protokol kesehatan, maka kita akan mampu memutus mata rantai penularan," ujar Doni yang pernah mengeyam pelatihan counter terrorism yang dilaksanakan di Korea Selatan tersebut.

Bahkan pada saat vaksin COVID-19 belum ditemukan, Doni mengatakan disiplin dalam penerapan protokol kesehatan secara kolektif merupakan kekuatan utama yang bisa digunakan masyarakat untuk memutus rantai penyebaran virus.

Perubahan perilaku tidak hanya ditujukan kepada masyarakat awam, namun segenap komponen bangsa juga harus bisa menjadi contoh dan menjalankannya secara kolektif.

Jauh sebelum keadaan memburuk, Doni menyebut Indonesia cukup berhasil dimana 63 persen bidang sosialisasi tertangani dengan cukup baik.

Oleh karena itu, peran komunikasi publik adalah hal yang mendasar serta memiliki peranan besar dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus.

Mengacu pada pentingnya komunikasi publik tersebut, Doni mengingatkan masyarakat melalui sebuah kalimat sederhana tepatnya "kenali dirimu, kenali musuhmu. Seribu kali kau akan menang, seribu kali kau berperang, seribu kali kau akan menang".

Lebih jauh, penggalan kalimat tersebut rupanya relevan untuk disandingkan dengan keadaan saat ini. Tujuannya, agar masyarakat paham betapa berbahayanya penyakit tersebut.

Di suatu kesempatan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut menyayangkan masih banyaknya masyarakat yang tidak percaya dan menganggap COVID-19 sebuah konspirasi. Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Satgas Penanganan COVID-19, diketahui 17 persen masyarakat Indonesia merasa tidak mungkin terpapar virus tersebut.

Ia menyadari butuh upaya keras dalam menyadarkan orang-orang yang masih tidak percaya dengan COVID-19. Sebab, bila kelompok tersebut tertular maka peluang untuk menulari pada orang lain atau keluarga mereka sendiri tentunya menjadi lebih tinggi.

Lebih buruk lagi, saat orang-orang yang tidak percaya tersebut tidak sadar telah terinfeksi. Ketika itu, mereka telah membawa virus namun tanpa gejala sama sekali. Sehingga, sewaktu kembali ke rumah dan berinteraksi dengan anggota keluarga, secara tidak sadar mereka telah membawa suatu petaka.

Baca juga: Kemarin, tarif tes Covid di bandara sampai kunci pemulihan Indonesia

Terlebih jika di dalam keluarga tersebut terdapat kelompok rentan dan penderita penyakit penyerta, maka virus akan lebih mudah menyerang imunitas tubuh.

Oleh sebab itu, ketika kelompok tersebut terpapar, maka konsekuensinya bisa sangat berbahaya apabila tidak segera dilakukan perawatan.

Keberadaan orang tanpa gejala pada hakikatnya lebih berbahaya dibandingkan pasien positif COVID-19 yang memang terlihat sakit ataupun dirawat di rumah sakit. Sebab, kelompok ini terlihat sehat sehingga bisa "memanipulasi" lingkungan sekitarnya.

"Kelompok tersebut adalah silent killer atau pembunuh potensial," kata lulusan Akademi Militer (Akmil) 1985 tersebut.
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal (Letjen) TNI Doni Monardo. (ANTARA/Istimewa)
Pesan Ibu

Sebagai Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo telah melakukan beragam strategi dan upaya menekan laju kasus positif COVID-19 di Tanah Air, salah satunya dengan menerapkan strategi Ingat Pesan Ibu.

Ia mengatakan peran ibu-ibu rumah tangga perlu dioptimalkan di tengah masyarakat dalam upaya mengatasi serta memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

"Ini sesuai arahan Presiden dengan memanfaatkan ibu-ibu PKK dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19," ujar peraih Bintang Jasa Utama itu.

Strategi yang diterapkan tersebut bukan tanpa alasan. Pemerintah menilai kaum ibu merupakan sosok atau figur yang memiliki pengaruh kuat sekaligus dihormati.

Menurutnya, kehadiran kaum ibu di tengah masyarakat dalam upaya memutus mata rantai akan menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.

Ketika ibu-ibu atau orang tua menyampaikan pesan tentang bagaimana melindungi diri maupun lingkungan, maka akan banyak pihak yang lebih mau mendengarkan.

Tidak hanya kaum ibu, Doni menilai pelibatan pemuka agama, budaya dan orang-orang yang memiliki pengaruh akan berdampak besar dalam mengatasi pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu, Doni yang juga kepala BNPB tersebut mengajak semua pihak untuk menempatkan strategi dimana kekuatan masyarakat menjadi ujung tombak.

Sementara, para tenaga medis merupakan benteng terakhir dalam upaya mengatasi virus tersebut. Maka dari itu, masyarakat tidak boleh membiarkan rumah sakit penuh apalagi tenaga medis kehabisan tenaga bahkan harus kehilangan nyawa.


Larangan kerumunan

Meskipun sudah ada sejumlah aturan yang melarang secara tegas tentang mengumpulkan massa di saat pandemi COVID-19, namun faktanya masih banyak pihak yang melanggar. Padahal, telah berkali-kali bahkan hampir di setiap kesempatan Doni Monardo selalu menegaskan perihal larangan berkerumunan.

Para pihak yang menyelenggarakan kegiatan mengumpulkan massa tersebut tidak hanya mendapatkan sanksi di dunia dari pemerintah, namun di kemudian hari juga dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.

Mungkin, bagi anak muda yang usianya masih di bawah 36 tahun, sehat dan tidak ada penyakit penyerta rata-rata terinfeksi sebagai orang tanpa gejala. Namun, ketika mereka kembali ke rumah dan bertemu dengan anggota keluarga yang lain, apalagi kelompok rentan maka hal itu tentunya menjadi fatal dan berisiko tinggi pada kematian.

"Fakta yang kami temukan dalam delapan bulan terakhir, angka kematian penderita penyakit penyerta dan lansia mencapai 80 hingga 85 persen," kata eks Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tersebut.

Baca juga: Erick Thohir: Jika COVID tidak selesai, Indonesia sulit tumbuh di 2022

Tidak hanya itu, Satgas Penanganan COVID-19 juga telah memberikan penegasan kepada setiap kepala daerah agar melarang kegiatan yang berpotensi mengumpulkan massa.

Siapapun yang punya niat berkunjung ke daerah, membuat acara dan berpotensi menimbulkan kerumunan serta melanggar protokol kesehatan wajib dilarang.

Hal itu juga disampaikan Doni Monardo kepada seluruh Pangdam dan Kapolda di Tanah Air demi menyelamatkan rakyat dan terhindar dari penularan virus corona atau COVID-19.

Di sisi lain, pada pertengahan November 2020, Satgas Penanganan COVID-19 diketahui memberikan bantuan masker kepada penyelenggara kegiatan di daerah Petamburan, Jakarta.

Dalam hal ini Doni meluruskan maksud pemberian masker kain dan masker bedah bukan berarti mendukung kegiatan tersebut. Namun, langkah itu dilakukan untuk menekan kemungkinan adanya paparan virus di tengah masyarakat.

Bahkan, sebelum masker dibagikan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Satgas Penanganan COVID-19 telah melayangkan pemberitahuan baik tertulis maupun secara lisan. Namun, upaya-upaya itu diabaikan.

"Ini semata-mata untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang hadir, bukan upaya mendukung acara," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Doni juga meminta maaf apabila banyak pihak yang kurang berkenan dengan langkah-langkah yang telah dilakukan tersebut. Namun, walau bagaimanapun hal itu demi memberikan perlindungan terbaik kepada bangsa.

"Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," ujar prajurit baret merah tersebut.

Baca juga: China tangguhkan sejumlah penerbangan asing, dua dari Indonesia

Kini, 10 bulan berlalu, tahun masehi pun telah berganti. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah terutama Satgas Penanganan COVID-19 diharapkan lebih maksimal untuk mengatasi pandemi.

Oleh sebab itu, di bawah komando Sang Jenderal Baret Merah, masyarakat menaruh harapan besar agar perang semesta melawan pandemi COVID-19 dapat dimenangkan sehingga keadaan pulih seperti sediakala.



#satgascovid19
#ingatpesanibujagajarak

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021