Purwokerto (ANTARA) - Kehangatan keluarga ibarat terang yang memberikan harapan di tengah awan hitam yang menggantung di hati banyak orang akibat pandemi COVID-19.

Kondisi pandemi di Tanah Air yang berlangsung sepuluh bulan terakhir secara langsung maupun tidak langsung telah menghadirkan gelombang kecemasan dan jejak berjelaga.

Terutama bagi seorang anak, pandemi ibarat air hujan yang menyapu bayang dan angan akan hari ceria yang seharusnya bisa dilewati bersama-sama tanpa adanya jarak. Pandemi telah menciptakan awan kelabu yang hanya bisa memudar lewat pelukan seorang ibu.

Psikolog dari Biro Psikologi Metafora Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Ketty Murtini mengatakan untuk menghadapi hari yang cukup berat, kehangatan yang tercipta di tengah keluarga sangat diperlukan bagi seorang anak untuk kembali "pulang" saat sedang merasa tersesat.

Menurutnya, kasih sayang dan rasa cinta yang didapat dari orang tua ibarat obat mujarab yang dapat menjaga kesehatan mental seorang anak di tengah pandemi.

Keluarga khususnya orang tua memang menjadi kunci yang pertama dan utama dalam mendukung tumbuh kembang dan karakter anak.

Terutama melalui bimbingan yang tepat, maka tumbuh kembang anak akan optimal dan kesejahteraan mental anak akan terjaga dengan baik.

Bimbingan yang tepat dari orang tua sangatlah penting agar tidak menjadi sia-sia, untuk mewujudkan itu maka orang tua harus mengetahui apa saja keinginan anak, apa saja kebutuhannya, apa cita-citanya, termasuk juga kepribadian dan emosi anak.

Untuk mengetahui hal tersebut maka orang tua perlu menjalin komunikasi dua arah yang lebih intensif lagi. Perlu kepekaan dan kemauan untuk mau memahami dan mendampingi.

Melalui komunikasi dua arah yang intensif, maka akan timbul rasa saling percaya, saling berbagi, saling berkeluh kesah dan saling memahami.

Baca juga: Satgas COVID-19 terus dorong masyarakat batasi aktivitas di luar rumah

Baca juga: Kluster keluarga punya risiko penularan 10 kali lebih tinggi


Rasa hangat dan cinta

Kendati demikian harus diingat bahwa menjalin komunikasi dua arah antara orang tua dan anak memerlukan situasi yang santai, nyaman dan aman.

Sehingga pada akhirnya, situasi yang hangat di tengah keluarga akan menjadi penguat bagi seorang anak untuk lebih siap menghadapi berbagai tantangan.

Hal itu memang tidak semudah membalik telapak tangan, situasi demikian tidak bisa muncul dengan sendirinya, perlu ada upaya untuk menciptakan kondisi ideal di tengah keluarga.

Namun, upaya seberat apapun, jika itu untuk kepentingan keluarga, tentu akan sepadan dengan hasil yang akan didapatkan. Karena dengan membangun pondasi keluarga yang kuat, dengan rasa hangat dan penuh cinta kasih di dalamnya, anak-anak juga akan memiliki bekal untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada di hidupnya.

Keluarga yang nyaman dan penuh kasih sayang menjadikan seluruh anggota keluarganya memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi banyak tantangan, perubahan dan situasi khusus yang mungkin membuat kurang nyaman, namun dukungan keluarga akan membuat segalanya jauh lebih mudah.

Dalam konteks pandemi COVID-19, dukungan keluarga akan membuat anak jauh lebih siap dan percaya diri dalam menghadapi hari-hari mungkin berat dan yang penuh tantangan, dan akan lebih memiliki kesadaran diri lagi untuk saling melindungi dan bersama-sama menjalani protokol kesehatan untuk kesehatan diri dan orang-orang yang dicintai.

Selain itu, anak-anak yang sejak kecil hidup dengan dipenuhi cinta kasih dari keluarga akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan kreatif karena sudah punya bekal cinta dari rumah.

Tentunya cinta kasih keluarga di sini adalah cinta yang proporsional yaitu cinta yang tepat, yang sesuai, tetap mengarahkan anak jika dia berbuat salah, orang tua tetap boleh menegur anak saat marah, namun marah yang didasari rasa sayang, bukan marah karena benci.

Dasar kasih sayang yang "tepat" tadi dapat diwujudkan dengan dialog rutin antaranggota keluarga. Tidak perlu waktu khusus, bisa dilakukan sambil makan di rumah, atau nonton film kesukaan, atau saat menjelang tidur, bisa kapan saja. Hal-hal sederhana juga bisa menciptakan komunikasi yang penuh cinta di tengah keluarga.

Dengan demikian, maka salah satu kesimpulannya adalah bahwa untuk menyiapkan tahun 2021 yang penuh tantangan di tengah pandemi COVID-19 maka masing-masing anggota keluarga harus dipersiapkan secara fisik dan psikis dengan berbekal rasa cinta kasih dari keluarga.

Baca juga: Satgas: Klaster keluarga turut menyumbang peningkatan kasus COVID-19

Baca juga: Pemakaman tumpang COVID-19 di Pondok Ranggon khusus keluarga


Berikan motivasi

Dalam menghadapi tantangan untuk menghadapi tahun 2021 di tengah pandemi COVID-19 orang tua perlu memberikan anak motivasi agar dapat mempersiapkan diri dengan energi yang lebih besar.

Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Wisnu Widjanarko menambahkan hal tersebut diperlukan agar anak dapat lebih siap menjalani tahun 2021 yang penuh tantangan di tengah pandemi COVID-19 sehingga kesehatan mental dan tumbuh kembangnya dapat tetap optimal.

Wisnu yang merupakan dosen
komunikasi keluarga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu menjelaskan motivasi yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah dengan berupa keteladanan atau contoh nyata.

Orang tua menurutnya tidak hanya memberi saran atau nasihat, tetapi membersamai aktivitas anak misalkan saat belajar secara daring, bisa ikut memahami materi belajar, bisa mendampingi dan memberikan penjelasan pada anak.

Namun jika tidak, setidaknya orang tua bisa menemani dan memfasilitasi jika ada kesulitan, seperti berkomunikasi dengan guru tentang kendala yang dihadapi anak.

Pada masa pandemi ini, anak juga perlu diberi penguatan bahwa tidak ada badai yang tidak pernah usai, karena akan ada saatnya ombak mereda.

Artinya, tantangan berupa keterbatasan tentu saja akan membutuhkan energi tersendiri untuk menyiasatinya, namun ketika nanti berakhir, kemampuan untuk bertahan dan menyiasati akan jadi bekal pendewasaan di kemudian hari.

Dia menambahkan dengan menciptakan dialog dari hati ke hati yang disertai dengan nalar serta keterbukaan akan apa yang dihadapi, tanpa memberikan kecemasan, maka anak akan punya jiwa pantang menyerah, punya empati dan terpantik kreativitasnya terutama pada masa pandemi seperti saat ini.

Dia juga mengingatkan bahwa keluarga adalah ruang dan waktu yang teristimewa dalam kehidupan manusia, karena melalui keluarga, setiap individu diperkenalkan norma dan nilai kehidupan, termasuk bagaimana menjalaninya agar selaras dengan keadaan.

Pada saat ini, peran keluarga menjadi semakin signifikan dalam memastikan seluruh anggotanya secara cerdas dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pandemi, tetap produktif dan kontributif sekaligus tidak kehilangan kebahagiaan dalam situasi yang tidak mudah.

Peran keluarga, salah satunya adalah dengan menghadirkan iklim komunikasi yang memberikan dukungan dan motivasi, dengan dinamika dan problematika yang dihadapi anggota keluarga di masa pandemi.

Selain itu, keluarga juga berperan dalam membangun interaksi yang mengapresiasi harapan, kebutuhan dan emosi yang menyertai anggota keluarga.

Keluarga sangat berperan dalam memotivasi untuk selalu berikhtiar meskipun dalam keterbatasan situasi, dengan pilihan kata yang asertif, positif dan membangun makna konstruktif.

Benang merahnya, kondisi pagebluk COVID-19 mungkin menciptakan kesan yang buruk, namun segala hal akan jauh lebih mudah bisa disertai dengan peluk dari keluarga.

Satu hal yang perlu disyukuri, adalah bahwa kondisi yang mengharuskan untuk lebih banyak berada di rumah saat pandemi COVID-19 telah menghadirkan waktu yang lebih banyak untuk lebih dekat dengan keluarga.

Sehingga, pagebluk bisa dihadapi dengan peluk. Karena pelukan keluarga bagaikan cahaya kilat yang menerangi malam yang pekat.*

Baca juga: BNPB: 96 persen keluarga di Indonesia miliki pengetahuan COVID-19

Baca juga: Dokter: Masyarakat perlu waspada penularan COVID-19 klaster keluarga

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021