Jakarta (ANTARA) - Dua dari delapan pebulu tangkis Indonesia yang tersandung kasus match-fixing atau pengaturan hasil pertandingan akan mengajukan banding kepada Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) atas putusan hukuman yang dijatuhkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).

Dua pemain tersebut adalah Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Mia Mawarti.

Dalam kunjungannya ke Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur, Senin, Agripinna dan Mia memutuskan mengajukan banding ke CAS di Swiss lantaran merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.

“Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF. Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," tutur Agripinna dalam laman resmi Badminton Indonesia.

Baca juga: Delapan pebulu tangkis Indonesia terlibat match-fixing hingga judi
Baca juga: PBSI pastikan anggota pelatnas tidak terlibat pengaturan skor


Agripinna yang dihukum larangan bertanding enam tahun dan denda 3.000 dolar AS mengaku hanyalah korban. Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat bertanding di Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.

Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun, menurutnya, tidak benar. Dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang yang saat itu tengah bertanding. Namun, pilihan Agri tersebut justru dimasukkan ke rekening perjudian online milik Hendra.

Sementara untuk kasus Mia, ia dituduh telah menyetujui dan menerima uang sebesar Rp10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, dan tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.

Atas kesalahannya itu, Mia dihukum 10 tahun serta denda 10.000 dolar AS.

"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.

Pemain berusia 24 tahun ini mengaku bahwa uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.

"Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired di New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan. Saya tidak mau retired tapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal saya tidak cedera," tutur Mia.

Baca juga: BWF siapkan skenario jika ada peserta Thailand Open positif COVID-19
Baca juga: Momota dinyatakan positif COVID-19 saat di bandara menuju Thailand


Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Eddy Sukarno menyatakan PBSI siap membantu dan mendampingi mengajukan banding atas kasus yang menimpa atlet bulu tangkis Indonesia.

“Karena mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kita bantu dan dampingi," kata Eddy.

Memori banding yang telah ditandatangani pemain pun, kata Eddy, akan segera dikirim.

Sementara itu, Putri Sekartaji yang juga ikut melakukan pertemuan dengan PP PBSI menyatakan tidak akan mengajukan banding dan menerima sanksi yang dijatuhkan BWF, yakni 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS.

Baca juga: Jadwal wakil Indonesia di Thailand Open hari pertama
Baca juga: Minions gagal ke Bangkok setelah Kevin dinyatakan positif COVID-19


Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2021