Bangkok (ANTARA) - Kepolisian Thailand menangkap seorang mahasiswa yang juga aktivis karena ia dinilai telah melanggar undang-undang tentang penghinaan terhadap raja, kata polisi dan pengacara, Kamis.

Sirichai Nathuang, 21 tahun, ditangkap oleh aparat atas dugaan telah merusak foto Maha Raja Vajiralongkorn.

Sirichai, mahasiswa Thammasat University, merupakan satu dari 40 aktivis yang ditangkap kepolisian yang menggunakan pasal "lese majeste" --penghinaan terhadap raja. Kalangan aktivis dan mahasiswa menggelar demonstrasi sejak November 2020 untuk mendesak Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri dari jabatannya.

Gerakan mahasiswa di Thailand itu juga menuntut kekuasaan kerajaan agar dikurangi. Tuntutan itu pun mengakhiri tabu di masyarakat Thailand yang kerap sungkan membahas masalah kerajaan.

Namun, adanya desakan reformasi di tubuh kerajaan membuat pemerintah kembali menegakkan aturan lese majeste setelah tidak digunakan sejak 2018. Pasal 112 hukum pidana mengatur penghina raja dapat dipenjara maksimal sampai 15 tahun penjara.

Potret raja cukup banyak ditemukan di berbagai sudut kota di Thailand, mulai dari sekolah sampai tempat usaha.

Sirichai dituduh menuliskan pesan aksi di foto-foto raja pada awal minggu ini. Ia telah ditangkap oleh kepolisian sejak Rabu malam, kata Noraset Nanongtoom, pengacara dari Thai Lawyers for Human Rights.

"Sirichai membantah seluruh tuduhan dan akan melawan di pengadilan," kata Noraset. Ia menambahkan kliennya telah dibebaskan dari penjara setelah membayar jaminan.

Kasus perusakan terhadap potret raja hampir tidak pernah terdengar saat raja terdahulu, Bhumibol Adulyadej, memerintah. Raja Bhumibol wafat pada 2016 setelah 70 tahun berkuasa.

Noraset mengatakan polisi menuduh Sirichai menuliskan pesan yang menuntut penghapusan undang-undang lese majeste di atas foto raja.

Ia mengatakan kliennya merupakan demonstran pertama yang ditangkap oleh polisi menggunakan pasal tersebut, sementara 40 aktivis lainnya tidak sampai ditahan oleh kepolisian.

Juru bicara kepolisian, Kissana Phathanacharoen mengatakan pihaknya telah bekerja sesuai undang-undang. "Tidak ada standar ganda," kata dia.

Sementara itu, juru bicara pemerintah minggu lalu mengatakan penggunaan pasal itu untuk menghukum beberapa pengunjuk rasa dapat dibenarkan.

Namun, kelompok oposisi dari Partai Move Forward pada Kamis mengatakan pihaknya akan mengajukan amandemen untuk pasal lese majeste saat sidang parlemen kembali dibuka.

"Penggunaan Pasal 112 di situasi seperti ini akan membuat hubungan antara raja dan rakyatnya jadi kian buruk," kata Sekretaris Jenderal Move Forward Chaithawat Tulathon, melalui pernyataan tertulis.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pengunjuk rasa Thailand minta raja serahkan kendali kekayaan

Baca juga: Dua pedemo di Thailand didakwa berupaya menyerang ratu

Baca juga: Raja Thailand memaafkan dan memulihkan gelar selir


 

Puluhan ribu demonstran tuntut reformasi monarki kerajaan Thailand

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021