Ada tarik-menarik yang terjadi antara prospek stimulus fiskal lebih lanjut, sebagai akibat dari kontrol Demokrat terhadap Senat, dan pasar pekerjaan yang masih harus dilalui sebelum pulih.
New York (ANTARA) - Wall Street melemah pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah berbalik arah menjelang akhir sesi karena muncul laporan tentang proposal bantuan pandemi Presiden terpilih AS Joe Biden menyusul data sebelumnya yang menunjukkan pasar tenaga kerja melemah.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 68,95 poin atau 0,22 persen menjadi berakhir di 30.991,52 poin. Indeks S&P 500 berkurang 14,30 poin atau 0,38 persen, menjadi ditutup di 3.795,54 poin. Indeks Komposit Nasdaq berakhir turun 16,31 poin atau 0,12 persen, menjadi 13.112,64 poin.

Pada awal perdagangan, ketiga indeks utama diperdagangkan lebih tinggi dengan indeks 30 saham (Dow) naik lebih dari 160 poin pada tertinggi sesi. Tujuh dari 11 sektor utama S&P 500 mundur, dengan sektor teknologi merosot 0,95 persen, memimpin penurunan. Namun, sektor energi melonjak 3,01 persen, merupakan kelompok dengan kinerja terbaik.

Baca juga: Wall Street dibuka menguat meski klaim pengangguran AS memburuk

Laporan pengangguran mingguan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim pertama kali untuk tunjangan pengangguran meningkat lebih dari yang diperkirakan minggu lalu, menggarisbawahi dampak dari kebangkitan infeksi COVID-19.

Sementara itu S&P 500 kehilangan banyak tenaga menjelang akhir sesi, indeks menghabiskan sebagian besar sesi di wilayah positif karena investor mengandalkan Biden yang pada Kamis malam akan mengumumkan rencana stimulus yang dapat melebihi 1,5 triliun dolar AS.

"Ada tarik-menarik yang terjadi antara prospek stimulus fiskal lebih lanjut, sebagai akibat dari kontrol Demokrat terhadap Senat, dan pasar pekerjaan yang masih harus dilalui sebelum pulih," kata Emily Roland, rekan kepala strategi investasi di John Hancock Investment Management. "Anda memiliki kekuatan bersaing ini yang menjaga pasar di kisaran sempit."

Baca juga: Saham Inggris "rebound", indeks FTSE 100 bangkit 0,84 persen

Tetapi Roland mencatat bahwa data pekerjaan yang mengecewakan dapat memberikan "umpan lebih lanjut bagi Biden untuk memasarkan rencana ini."

"Semua orang menunggu untuk mendengar detailnya ... Apakah itu satu triliun atau dua triliun dolar, itu adalah stimulus fiskal yang sangat besar," katanya.

Mengutip dua orang yang mengetahui rencana tersebut, The New York Times melaporkan bahwa Biden diperkirakan pada Kamis malam (14/1/2021) akan mengungkap paket pengeluaran 1,9 triliun dolar.

Ketika S&P terus meningkat menjelang berita, Robert Pavlik, manajer portofolio senior di Dakota Wealth di Fairfield, Connecticut, menyarankan investor untuk menjual berita tersebut.

Baca juga: Saham Australia berakhir menguat, terangkat pembicaraan stimulus AS

Yang lainnya seperti Chuck Carlson, kepala eksekutif di Horizon Investment Services di Hammond, Indiana, mencari potensi kerugian dari rencana pengeluaran besar-besaran, yang tampaknya diinginkan pasar selama berbulan-bulan.

“Ada beberapa realisasi bahwa membuang dua triliun dolar lagi ke dalam campuran itu berlebihan,” kata Carlson. "Ada kekhawatiran yang mendasari bahwa inflasi akan kembali meningkat dan jumlah uang ini tentu saja menjadi perhatian."

Investor sebelumnya tampak diyakinkan setelah Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan kenaikan suku bunga tidak akan datang dalam waktu dekat dan menolak pernyataan bahwa bank sentral mungkin mengurangi pembelian obligasi dalam waktu dekat.

Investor juga sedang menunggu musim laporan keuangan yang akan diawali hasil dari JPMorgan, Citigroup dan Wells Fargo pada Jumat waktu setempat.
 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021