Kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK untuk industri pasar modal telah meningkatkan kepercayaan investor
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik sepanjang 2020, meski terdapat tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Wimboh menuturkan hal itu terjadi sebagai hasil dikeluarkannya berbagai kebijakan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar dan memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan.

"Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik dan stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik," katanya dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Awali tahun, OJK luncurkan penawaran efek melalui layanan urun dana

Wimboh menyebutkan kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK untuk industri pasar modal telah meningkatkan kepercayaan investor.

Hal ini tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 poin pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

Menurutnya, penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor sedangkan penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di ASEAN.

Baca juga: BEI: Meski pandemi, 51 perusahaan catatkan saham di bursa

Kemudian untuk industri perbankan, pelambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi 2,41 persen (yoy) pada 2020.

Di sisi lain, kredit Bank BUMN masih mampu tumbuh sebesar 0,63 persen, bank pembangunan daerah (BPD) tumbuh 5,22 persen, dan bank syariah tumbuh 9,50 persen.

Untuk sektor UMKM, berbagai kebijakan stimulus yang diberikan oleh OJK dan pemerintah berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit UMKM dan mulai tumbuh positif secara month to month pada beberapa bulan terakhir.

Penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp66,7 triliun telah disalurkan sebesar Rp323,8 triliun atau memberikan leverage sebesar 4,8 kali.

Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang telah diperpanjang hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun atau 18 persen dari total kredit yang berasal dari sekitar 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.

Ia menjelaskan kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06 persen, atau net 0,98 persen dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi yaitu CAR sebesar 23,78 persen.

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai yaitu ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun serta dana pihak ketiga tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy).

Sementara untuk alat likuid per non-core deposit sebesar 146,72 persen dan liquidity coverage ratio sebesar 262,78 persen atau lebih tinggi dari threshold-nya.

Selanjutnya untuk kinerja intermediasi IKNB masih tertekan akibat pandemi COVID-19 karena premi asuransi komersial terkontraksi 7,34 persen (yoy) dibandingkan 2019 sebesar 4,77 persen (yoy).

Untuk piutang perusahaan pembiayaan juga terkontraksi sebesar 17,1 persen (yoy) dibanding pada 2019 sebesar 3,7 persen akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Untuk kebijakan restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan mampu berjalan dengan baik yaitu mencapai Rp189,96 triliun atau 48,52 persen dari total pembiayaan yang berasal dari 5 juta kontrak.

"Hal ini telah menjaga profil risiko perusahaan pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5 persen," ujarnya.

Untuk profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali yaitu terlihat dari risk-based capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum yang masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen atau jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.

"Begitupun, gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen yaitu jauh di bawah maksimum 10 persen," katanya.

Baca juga: OJK: Pandemi COVID-19 tingkatkan ketahanan pasar modal Indonesia

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021