Kunci dari terwujudnya swasembada itu sebenarnya mudah, yakni meningkatkan produksi petani
Jakarta (ANTARA) - Kalangan petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendukung wacana pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Tebu sebagaimana BPDP Sawit.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyatakan pembentukan BPDP Tebu merupakan hal yang positif untuk mengawal program-program pemerintah dalam mewujudkan swasembada gula.

"Ada banyak program yang baik untuk mewujudkan swasembada gula. Tapi, semua itu akan percuma jika tidak dikawal dengan baik," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Soemitro menyatakan rencana pembentukan BPDP Tebu sebenarnya sudah ada sejak lama digaungkan dengan harapan agar petani tebu bisa mendapatkan subsidi dari dana yang dikumpulkan dari lembaga tersebut.

Baca juga: Penangkar optimis program kebun benih datar dorong swasembada gula

BPDP Tebu konsepnya yakni industri (pabrik gula atau PG) yang melakukan impor raw sugar (gula mentah) dipungut dana dari jumlah volume raw sugar yang dilakukannya.

Bahkan, dengan adanya BPDP Tebu diharapkan bisa menstabilkan harga gula di tingkat petani, tambahnya, dengan begitu petani dan industri bisa maju bersama.

"Kunci dari terwujudnya swasembada itu sebenarnya mudah, yakni meningkatkan produksi petani," ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Kelompok Tani Sido Luhur Maryono juga menyambut baik wacana pembentukan BPDP Tebu seperti BPDP Kelapa Sawit, sehingga bisa membenahi komoditas gula dari hulu atau budi daya hingga hilir atau industri.

"Tapi, kalau bisa dibentuk payung hukumnya sekalian agar yang menjalankannya bisa secara maksimal," katanya.

Dari sisi hulu, dia mencontohkan, melalui BPDP Tebu bisa untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM) seperti pekebun atau petani (tebu). Lalu bisa juga untuk membantu petani dalam melakukan mekanisasi baik saat penanaman ataupun pascapanen.

"Di antaranya, harga pupuk dahulu seharga Rp72 ribu per sak, tapi kini menjadi Rp85 ribu per sak (harga di tingkat petani). Padahal, dalam satu hektare lahan tebu dibutuhkan sekitar 20 sak pupuk. Belum lagi harga sewa lahan yang juga mengalami kenaikan," ujar Maryono.

Dari sisi hilir, melalui BPDP Tebu dana tersebut bisa digunakan industri, dalam hal ini PG untuk menyubsidi pembelian tebu petani di saat rendemen sedang rendah.

"Dalam hal ini petani dan industri sama-sama mendapatkan keuntungan dari BPDP Tebu, dengan begitu swasembada gula akan terwujud melalui perbaikan dari hulu hingga hilir," katanya.

Di sisi lain, Maryono mengaku harus ada sinkronisasi antarkementerian, seperti dari Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong agar petani bisa meningkatkan produktivitas.

Dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatur jadwal kapan harus melakukan impor dan impor jangan melebihi dari kebutuhan.

Kemudian, lanjutnya, dari Kementerian BUMN memberikan harga pupuk yang terjangkau sesuai kemampuan petani agar biaya produksi petani rendah, sehingga bisa berdaya saing.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Subur Makmur Kamari menilai dengan adanya BPDP Tebu bisa melakukan subsidi silang antara industri dengan petani.

Menurut dia, sudah saatnya komoditas tebu menggunakan pola seperti itu yakni subsidi silang, atau kemitraan, terlebih saat ini biaya pokok produksi cukup tinggi mulai sewa lahan, harga pupuk, hingga sewa alat.

"Melalui subsidi silang diharapkan bisa menekan biaya pokok produksi," katanya.

Selain itu, Kamari mengusulkan setiap PG yang mendapatkan kuota impor raw sugar, diharapkan dapat menyerap gula di tingkat petani dengan sistem 50:50.

Baca juga: Produksi gula turun, DPD minta pemerintah genjot produktivitas tebu
Baca juga: Panen hingga November, Kementan sebut produksi gula capai 2,2 juta ton

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021