Purwokerto (ANTARA) - Menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) hingga saat ini masih menjadi pilihan sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja di luar negeri.

Apalagi pilihan untuk menjadi pekerja migran itu didasari oleh tawaran penghasilan yang menggiurkan jika dibandingkan dengan bekerja di dalam negeri.

Selain itu, minim-nya keterampilan dan lapangan pekerjaan di Tanah Air menjadikan sebagian orang memilih bekerja sebagai PMI.

Akan tetapi kurangnya pengetahuan yang dimiliki sebagian calon PMI justru mengakibatkan mereka terjebak dalam berbagai permasalahan, seperti yang dialami seorang perempuan berinisial LSA (20), warga Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Bukannya memperoleh penghasilan yang besar dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga di Malaysia, LSA justru menghadapi permasalahan di Negeri Jiran itu karena dia ternyata dipekerjakan secara nonprosedural.

Kasus yang dialami LSA ini berhasil diungkap oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas setelah menerima laporan dari keluarga korban pada pertengahan bulan Januari 2021 yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan.

Setelah dilakukan penyelidikan, petugas Satreskrim Polresta Banyumas berhasil mengamankan seorang perempuan berinisial YUN (42), warga Patikraja, Kabupaten Banyumas.

YUN yang merupakan kepala cabang salah satu perusahaan penempatan PMI yang berkantor di Patikraja itu diketahui memberangkatkan LSA untuk bekerja di Malaysia secara nonprosedural atau ilegal.

"Kami berhasil mengamankan YUN pada hari Kamis (21/1)," kata Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi M Firman L Hakim didampingi Kepala Satreskrim Komisaris Berry di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (25/1).

Ia mengatakan sebelum diberangkatkan ke Malaysia sekitar bulan Januari 2020, LSA terlebih dahulu menginap di rumah YUN selama satu minggu dan diberikan pelatihan terkait dengan adat kebiasaan orang Malaysia maupun bahasa yang digunakan di Negeri Jiran itu sebagai bekal bagi korban yang akan menjadi asisten rumah tangga.

Baca juga: Polresta Banyumas ungkap kasus penempatan pekerja migran ilegal

Baca juga: 32 pekerja migran dievakuasi dari penampungan ilegal di Pasar Rebo


Setelah menjalani pelatihan itu, LSA yang didampingi YUN berangkat ke Batam dengan menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Yogyakarta. Selanjutnya, mereka menuju Malaysia dengan menggunakan kapal.

Saat menjalani pemeriksaan petugas Imigrasi, YUN mengatakan jika mereka hendak berlibur. Bahkan, perempuan itu menunjukkan tiket perjalanan pergi-pulang kepada petugas Imigrasi.

Hal itu dilakukan YUN untuk mengelabui petugas karena paspor yang digunakan LSA bukan paspor PMI, melainkan paspor kunjungan wisata.

Sesampainya di Malaysia, YUN bersama korban menemui yang merupakan kenalan pelaku dan akhirnya LSA diantar ke rumah seseorang untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga dengan upah sebesar 6.000 ringgit atau setara Rp20 juta.

Akan tetapi sejak bulan Mei 2020, LSA tidak bisa dihubungi keluarganya dan tidak dapat dipulangkan ke Indonesia dengan alasan Malaysia sedang menerapkan "lockdown" ke luar negeri.

Pihak keluarga bersama pengacaranya sudah beberapa kali melakukan mediasi dengan perusahaan yang memberangkatkan LSA, namun korban belum juga bisa dipulangkan dengan alasan Malaysia sedang menerapkan "lockdown".

Oleh karena itu, keluarga LSA melaporkan kasus tersebut ke Polresta Banyumas yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan mengamankan YUN.

"Kendati YUN merupakan kepala cabang perusahaan penempatan PMI tersebut, dalam kasus yang dialami LSA, pelaku bertindak perorangan bukan atas nama perusahaan," ucap Kasatreskrim menjelaskan.

YUN beserta barang bukti berupa satu set komputer jinjing, satu unit telepon pintar, serta satu bundel fotokopi kartu keluarga, kartu tanda penduduk, ijazah SD hingga SMA, dan biodata LSA serta satu bundel persyaratan pengajuan paspor kunjungan atas nama korban telah diamankan di Markas Polresta Banyumas guna penyidikan lebih lanjut.

Terkait dengan kasus tersebut, YUN bakal dijerat Pasal 81 Jo. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI.

"Sementara untuk korban atas nama LSA, hingga saat ini masih berada di Malaysia dan sedang diupayakan untuk pemulangan ke Indonesia," ujarnya.

17 Negara
Kasus yang dihadapi LSA pun menjadi keprihatinan tersendiri bagi Dinas Tenaga Kerja Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinnakerkop UKM) Kabupaten Banyumas karena masih ada warga yang terjebak menjadi PMI nonprosedural.

Terkait dengan hal itu, Kepala Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas Joko Wiyono mengimbau masyarakat yang ingin bekerja sebagai PMI di luar negeri agar memenuhi persyaratan secara prosedural.

"Cuma kadang-kadang di lapangan, orang ingin jalan pintas, mudah diiming-imingi. Kami sebetulnya sudah melaksanakan sosialisasi kepada seluruh kepala desa, seluruh 'stakeholder', bahwa proses dan mekanisme pengiriman PMI itu ikuti saja prosedur yang ada melalui perusahaan penempatan PMI yang resmi," tutur dia.

Bahkan, kata dia, calon PMI yang akan berangkat ke luar negeri harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja.

Baca juga: Polda NTB tangani pengiriman ilegal 9 PMI ke Singapura

Baca juga: BP2MI: Bisnis pengiriman pekerja migran ilegal masih tinggi


Kendati demikian, Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas tetap membantu proses pemulangan PMI nonprosedural agar mereka bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat.

Berdasarkan data, Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas membantu pemulangan 10 PMI nonprosedural yang menghadapi berbagai masalah di luar negeri.

"Saat sekarang pemerintah juga membatasi penempatan PMI di luar negeri pada masa adaptasi kebiasaan baru yang berkaitan dengan pandemik COVID-19," kata Joko.

Menurut dia, pembatasan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/1/PK.02.03/I/2021 tentang Proses Penempatan Pekerja Migran Indonesia ke Jepang dan Taiwan tertanggal 7 Januari 2021.

Surat edaran tersebut dikeluarkan berdasarkan kebijakan pemerintah Jepang dan Otoritas Taiwan menutup penempatan PMI yang akan ditempatkan di kedua negara itu.

Selain itu berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Nomor 3/100/PK.02.02/I/2021 tentang Penempatan Negara Tujuan Tertentu Bagi Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang ditetapkan 7 Januari 2021, protokol kesehatan wajib diterapkan dalam perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI).

Surat keputusan tersebut juga menetapkan 17 negara tujuan penempatan PMI beserta sektor dan skema penempatannya, yakni Hungaria dengan sektor pekerjaan industri permesinan atau mesin pendingin pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan.

Selanjutnya, Hong Kong dengan sektor PMI yang bekerja pada pemberi kerja perseorangan, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI. Irak dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum kecuali sektor rumah tangga, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan.

Kerajaan Arab Saudi dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, skema penempatan oleh Badan Pelindungan PMI, penempatan oleh perusahaan penempatan PMI, dan PMI perseorangan. Korea Selatan dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh Badan Pelindungan PMI, perusahaan penempatan PMI, dan PMI perseorangan.

Maladewa dengan sektor industri perhotelan, restoran, kafe, dan/atau spa pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan. Nigeria dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI.

Persatuan Emirat Arab dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum kecuali sektor rumah tangga, sedangkan skema penempatan oleh Badan Pelindungan PMI, perusahaan penempatan PMI, dan PMI perseorangan. Polandia dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan penempatan oleh Badan Pelindungan PMI dan perusahaan penempatan PMI.

Qatar dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum kecuali sektor rumah tangga, sedangkan skema penempatan oleh Badan Pelindungan PMI, perusahaan penempatan PMI, dan PMI perseorangan. Rusia dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan.

Singapura dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum dan pemberi kerja perseorangan, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan. Swedia dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan.

Swiss dengan semua sektor pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan. Turki dengan sektor industri perhotelan, restoran, kafe, dan/atau spa (hospitality) pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan.

Zambia dengan sektor pertambangan pada pemberi kerja berbadan hukum, dengan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI dan PMI perseorangan. Zimbabwe dengan sektor pertambangan pada pemberi kerja berbadan hukum, sedangkan skema penempatan oleh perusahaan penempatan PMI (P to P) dan PMI perseorangan.

Oleh karena itu, calon PMI diharapkan memahami dan mengikuti ketentuan tersebut karena PMI prosedural kadang menghadapi masalah, apalagi yang nonprosedural. Jangan sampai tergiur oleh iming-iming mendapatkan penghasilan besar jika akhirnya menderita di negeri orang.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021