Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia tetap optimistis target 1.531.072 orang sasaran pada tahap pertama vaksinasi bisa tercapai meski masih ada kendala yang dihadapi dalam proses vaksinasi untuk tenaga kesehatan.

"Optimisme tetap ada. Respons positif dari anggota IDI dan para tenaga kesehatan meningkat," kata Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) & Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dokter Adib Khumaidi, SpOT.

Ia mengatakan, sosialisasi baru efektif setelah adanya pengumuman dari BPOM yang membuat respons positif mulai terlihat, terlebih lewat pesan yang disampaikan di media sosial. Netizen sempat banyak memasang gambar "saya siap divaksin" bulan lalu di media sosial.

"Respons awal kurang tapi perlahan sudah naik, apalagi setelah gerakan siap dan sudah vaksinasi melalui media sosial yang sudah dilakukan para tenaga medis dan nakes," jelas Adib ​​​​.

Baca juga: Vaksin COVID-19 AstraZeneca yang diproduksi Thailand siap Juni 2021

Baca juga: Jubir: Vaksin COVID-19 untuk cegah orang jadi sakit bukan penularan


Kendala teknis dalam pendataan serta pendaftaran sasaran vaksinasi jadi salah satu yang perlu segera dibenahi.

Menurut Adib, tenaga kesehatan banyak mengeluhkan soal kendala pendaftaran lewat aplikasi PeduliLindungi.

Dokter residen Satyanaya Widyaningrum yang baru mendapat vaksin pada akhir Januari menyoroti masalah sinkronisasi data antar lembaga yang memakan waktu.

"Mungkin karena saya yang ngurusin dari awal, jadi saya tahu sebetulnya data apa saja yang sudah pernah diminta. Intinya, sinkronisasi data problem terbesar. Mau maju teknologi pakai digital, tapi malah bentrok," keluh dia.

Belum lagi sistem registrasi yang berubah-ubah.

"Yang awal katanya PeduliLindungi, SMS, lalu balik lagi tanpa SMS, lalu PCare."

Meski demikian, akhir-akhir ini sudah ada berbagai kebijakan serta terobosan untuk mempercepat layangan vaksinasi di lapangan. Seperti membuka layanan vaksinasi massal di berbagai wilayah di mana sasaran vaksin bisa langsung datang dan mendapat layanan dengan membawa identitas, tanpa harus menunggu undangan yang tak kunjung diterima.

Ini dirasakan oleh dokter residen Arina Kartika yang baru mendapat vaksin pekan lalu.

"Ada orang yang pakai NIK (Nomor Induk Kependudukan) saya, tapi namanya berbeda," ujar Arina.

Arina lalu diarahkan untuk langsung datang ke tempat vaksin. Mengandalkan jalur manual, dia tetap dilayani dalam waktu relatif singkat, sekitar satu jam. Arina mengatakan, dia merasa dipermudah meski sempat ada kendala data.

Namun, masih ada kelompok dokter praktik mandiri yang belum terdata serta terdaftar sehingga proses vaksinasi terhambat.

"Berdasarkan temuan di lapangan, cukup banyak tenaga kesehatan yang belum terdaftar dan menerima undangan vaksinasi, padahal semuanya adalah tenaga kesehatan aktif dan existing di lapangan," kata dr Adib.

"Hal ini berdampak pada tersendatnya layanan vaksinasi dan cakupan yang rendah di awal-awal pelaksanaan vaksinasi covid tahap pertama." kata dia.

Dokter gigi Retno Anggraini yang praktik mandiri sudah berkali-kali mencoba mendaftar, tapi belum mendapat undangan. Dia memilih untuk bersabar dan memaklumi karena berada di ibu kota yang punya banyak rumah sakit serta tenaga kesehatan sehingga ada banyak orang yang menjadi sasaran vaksinasi.

Lancar

Sejauh ini IDI mengatakan belum ada masalah atau efek serius yang dilaporkan pasca vaksinasi. Kualitas pelayanan vaksinasi pun tergolong baik.

Spesialis konservasi gigi drg Rosdiana Nurul Annisa sudah divaksin bulan lalu, dan akan mendapat vaksin kedua besok. Proses pendaftaran relatif lancar, efek samping pun minimal. "Saya sedikit pusing saja, teman-teman lain ada yang mengantuk."

Baca juga: Vaksin COVID-19 Sinovac punya efikasi 65,3 persen, apa artinya?

Pengelola obat di puskesmas Matraman, Jakarta, Dwi Wahyu Setyo Raharti, adalah salah satu yang mendapatkan vaksin sejak awal.

Tidak ada efek samping yang dia rasakan kecuali rasa kantuk dan sedikit rasa pegal. Dia dan rekan-rekannya mengalami efek samping yang berbeda. Menurut Dwi, ada juga yang merasa pusing, tapi segera membaik setelah minum pereda nyeri.

Dwi mengatakan, prosesnya mendapatkan vaksin termasuk mudah dan nyaris tidak ada kendala, apalagi untuk orang yang sudah mendapatkan undangan.

"Kendala, paling kalau pas screening awal tuh ada yang enggak lolos, alias demam atau tensinya naik. Itu tidak boleh soalnya mesti sehat betul kondisinya, jadinya biasanya dijadwal tunda," kata Dwi.

Terkait sasaran yang batal divaksin, atau ditunda karena terkendala sejumlah kriteria yang diwajibkan, IDI meminta petugas di lapangan untuk lebih bijak dalam melihat kelayakan vaksinasi untuk mereka yang berada dalam kondisi baik.

"Dokter di meja skrining bisa membantu memberikan penilaian agar tenaga kesehatan tersebut bisa mendapat kesempatan untuk vaksinasi pada tahapan pertama ini," kata dr  Adib.

Dokter Umum Puskesmas Pondok Pucung, Tangerang Selatan, Mulki Rahmawati, belum menerima vaksin lantaran sedang mengandung. Tapi rekan-rekannya yang memenuhi kriteria sudah divaksin.

"Saya lagi hamil, jadi tidak vaksin dulu sebelum ada pengantar," kata Mulki.

Dia mengatakan, proses vaksinasi di tempatnya berlangsung lancar. Tata cara pendaftarannya jelas, instansi pun membantu agar proses semakin mulus.

"Puskes tempatku memfasilitasi juga untuk nakes-nakes yang bukan (bagian) instansiku. Ada nomor hotline untuk memberi tahu alur-alurnya."

Mulki berharap pemerintah dan seluruh pihak lain bisa memperkuat edukasi soal vaksin kepada masyarakat, sehingga tidak ada lagi keraguan. Dia berpesan kepada para tenaga kesehatan yang memenuhi syarat divaksin agar tidak membuang kesempatan, sebab masih ada yang mencari-cari alasan komorbid agar tidak divaksin karena masih merasa takut.

IDI, yang berharap cakupan vaksinasi COVID-19 pada tahap awal bisa lebih tinggi dan merata di semua wilayah, mengajak semua pihak untuk menyukseskan vaksinasi COVID-19 pada semua kelompok sasaran yang dimulai dari tenaga kesehatan.

"Vaksinasi adalah bagian dari pencegahan untuk membentuk kekebalan dalam komunitas, upaya vaksinasi tetap harus diikuti dengan kepatuhan dalam menjalankan protokoler 5M," tutup Adib.

Baca juga: Puluhan juta vaksin AstraZeneca diperkirakan tiba di RI kuartal I

Baca juga: Menyihir virus corona dari singa jadi kucing

Baca juga: Menkes: Vaksinasi harus dilakukan cepat, diharapkan selesai 12 bulan

 

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021