Jakarta (ANTARA) - Organisasi pembela demokrasi Asia Democracy Network (ADN) meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) menjatuhkan sanksi terhadap militer Myanmar terkait kudeta terhadap pemerintahan demokratis dan penangkapan para pemimpinnya, Senin.

"Kami berharap DK-PBB segera menggelar pertemuan dan menjatuhkan sanksi terhadap Tatmadaw (sebutan militer Myanmar, red)," kata Asia Democracy Network melalui pernyataan tertulis, Senin (1/2).

Asia Democracy Network adalah jaringan warga sipil yang misinya membela dan melindungi demokrasi di negara-negara Asia.

Tidak hanya DK-PBB, ADN juga meminta PBB dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) untuk "bersikap lebih aktif membantu penyelesaian masalah pada masyarakat yang baru saja membangun pemerintahan sipil yang demokratis," kata jaringan tersebut.

Asia Democracy Network juga mengajak komunitas internasional, termasuk negara-negara pro demokrasi untuk ikut bersuara dan bertindak membantu warga Myanmar mengembalikan kembali pemerintahan demokratis.

 "Komunitas internasional harus memastikan Myanmar akan kembali ke jalur demokrasi dan tidak lagi tunduk pada hari-hari gelap kekuasaan militer," kata ADN.

Jaringan aktivis demokrasi itu lanjut menyebut kudeta militer membatalkan upaya warga Myanmar membangun pemerintahan sipil yang baru terbentuk pada 2015, mengingat sebelum itu Myanmar dikendalikan oleh junta militer selama hampir 50 tahun.

Tentara pada Senin pagi melancarkan kudeta terhadap Pemerintah Myanmar dan menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, sejumlah politisi partai pemenang pemilihan umum Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dan beberapa aktivis.

Tidak lama setelah kudeta, militer menetapkan status darurat yang berlaku selama satu tahun.

Militer Myanmar, lewat pernyataan resmi yang dibacakan oleh Myawaddy Television (MWD), mengatakan status darurat ditetapkan untuk mencegah perpecahan antarkelompok masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 417 Konstitusi Negara 2018. Menurut otoritas militer, pemerintah gagal menyelesaikan sengketa daftar pemilih pada pemilihan umum 8 November 2020.

Militer bersama afiliasinya, Partai Solidaritas Bersatu dan Pembangunan (USDP), menuduh Komisi Pemilihan Umum Myanmar mencurangi daftar pemilih pada pemilu November tahun lalu.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) pada 15 November 2020 mengesahkan kemenangan Aung San Suu Kyi dan NLD pada pemilu tahun lalu. NLD menguasai 396 dari total 498 kursi di Majelis Rendah dan Majelis Tinggi Myanmar.

Selama status darurat berlaku, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di Myanmar berada di bawah kendali pimpinan tertinggi, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.

Baca juga: Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi ditangkap

Baca juga: ASEAN desak Piagam ASEAN ditegakkan dalam situasi politik Myanmar

Baca juga: PBB kecam aksi kudeta militer di Myanmar


 

TV negara Myanmar tayangkan pertemuan penjabat presiden dengan petinggi militer

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021