Revisi terhadap UU Pelayanan Publik suatu keniscayaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan, salah satunya era digitalisasi yang telah masuk di setiap bidang.
Jakarta (ANTARA) - Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI berharap agar RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dapat mewujudkan pengawasan yang kuat dari Ombudsman RI terkait dengan pelaksanaan pelayanan publik kepada masyarakat.

Hal tersebut terangkum dalam rapat kerja PPUU DPD RI dengan Ombudsman RI secara virtual, Rabu.

Wakil Ketua PPUU DPD RI Ajbar berharap Ombudsman RI merupakan lembaga pengawas eksternal yang keberadaannya mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan penegakan hukum.

Oleh karena itu, pengawasan oleh Ombudsman RI harus meliputi pengelolaan pengaduan dan penilaian kinerja berbasis pemenuhan kebutuhan pelayan publik dari masyarakat.

Baca juga: DPR Setuju RUU Pelayanan Publik Jadi UU

"Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia juga diharapkan dapat mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Konsep good governance sendiri telah menjadi political will dalam berbagai peraturan perundang-undangan," katanya.

Eni Khaerani yang juga Wakil Ketua PPUU DPD RI turut menyoroti alokasi anggaran dan ketersediaan sumber daya manusia di Ombudsman RI, baik di pusat maupun daerah, terkait dengan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik.

"Apakah sejauh ini yang dirasakan Ombudsman secara pendanaan untuk melakukan tugas-tugas yang dibebankan pada ombudsman ataupun SDM dari pusat ke daerah sudah dirasakan ideal sampai saat ini?" katanya.

Anggota DPD RI asal Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang menjelaskan bahwa revisi terhadap UU Pelayanan Publik harus dilakukan karena menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, salah satunya era digitalisasi yang telah masuk di setiap bidang.

"Namun, setelah berkembangnya keadaan dari bangsa dan negara-negara lain, PPUU berpandangan apakah sebaiknya undang-undang ini kita lakukan penyempurnaan, apalagi saat ini kita kenal digitalisasi, era revolusi industri 4.0," katanya menjelaskan.

Baca juga: DPR Selesaikan RUU Pelayanan Publik

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya menyebutkan sedikitnya rekomendasi yang dikeluarkan lembaganya bukan menjadi tolak ukur penilaian Ombudsman RI dalam menindaklanjuti laporan terkait dengan malaadministrasi pelayanan publik.

"Dari sekian ribu laporan, ada LAHP dan tindakan korektif yang dijalankan oleh instansi terlapor. Ini yang harusnya menjadi penguatan produk LAHP dalam revisi UU 25/2009. Agar nanti tindakan-tindakan korektif itu dikuatkan agar makin dilaksanakan oleh instansi terlapor," kata Dadan.

Terkait dengan wacana penambahan sanksi yang dapat diberikan oleh Ombudsman terhadap lembaga yang melakukan malaadministrasi penyelenggaraan pelayanan publik, Dadan sependapat.

Sanksi diberikan terhadap pejabat lembaga atau instansi yang tidak melaksanakan tindakan-tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman RI.

"Ketika atasannya tidak melaksanakan tindakan korektif itu, mungkin di situ bisa dimasukkan terkait dengan kehilangan hak-hak administratif menyangkut jabatannya agar lebih menggigit supaya tindakan korektifnya bisa dilaksanakan," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021