Evaluasi perjalanan Pemilu 2019 ada fenomena memprihatinkan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai langkah DPR merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bagian dari upaya memperbaiki sistem pemilu yang berjalan di Indonesia.

Dia menilai ada dua poin krusial yang seharusnya dilihat semua pihak secara jernih dan komprehensif, yaitu makin maraknya politik uang dalam pelaksanaan pemilu dan adanya masalah manajemen penghitungan suara.

"Saya yakin DPR, Pemerintah, dan masyarakat ingin memperbaiki sistem pemilu. Evaluasi perjalanan Pemilu 2019 ada fenomena memprihatinkan, misalnya gejala politik uang yang makin masif dan indeksnya semakin mahal," kata Luqman, di Jakarta, Kamis.

Luqman menilai indeks politik uang di Pemilu 2019, dibandingkan Pemilu 2009 dan 2014, ada kecenderungan meningkat dan volumenya semakin besar.

Kondisi itu, menurut dia, tentu tidak membahagiakan bagi semua pihak, rakyat tidak ingin suaranya dibajak oleh uang, dan Pemerintah tentu tidak ingin pemilu yang dilakukan marak praktik koruptif.

"Republik ini juga tidak bahagia, karena selama sistem pemilu tidak diperbaiki maka akan menghasilkan kekuasaan yang koruptif," ujarnya pula.

Luqman menjelaskan, terkait manajemen penghitungan suara yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengakibatkan penumpukan beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Hal itu, menurut dia, karena kerja penyelenggara pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) melebihi kemampuan yaitu penghitungan suara harus diselesaikan di hari yang sama dengan waktu pencoblosan.

"Hal itu mengakibatkan 500 lebih penyelenggara pemilu meninggal, tentu kita tidak ingin kejadian tersebut terulang kembali," katanya.

Politisi PKB itu menilai kejadian di Pemilu 2019 tersebut seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak untuk memperbaiki sistem manajemen penghitungan suara, agar tidak terulang lagi peristiwa ratusan anggota KPPS meninggal.

Karena itu, menurut dia, revisi UU Pemilu harus dilakukan sebagai upaya pembenahan sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia, karena ada hal-hal krusial yang perlu diperbaiki bukan hanya soal ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, maupun waktu pelaksanaan Pilkada Serentak Nasional.
Baca juga: Akademisi: Alasan pemerintah menolak revisi UU Pemilu cukup rasional
Baca juga: Akademisi nilai rencana revisi UU Pemilu murni urusan politik praktis


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021