Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pemerintah masih membahas rencana pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan, belum membuat keputusan final mengenai hal itu.

"Terkait dengan pengurangan insentif bagi nakes, hal ini masih dibahas oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan," kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.

"Pada prinsipnya pemerintah memahami aspirasi dari para tenaga kesehatan yang telah berjuang memberikan pelayanan terbaik bagi pasien COVID-19 dan keputusan yang nantinya akan diambil tentunya adalah yang terbaik dengan mempertimbangkan aspirasi tenaga kesehatan dan juga anggaran yang tersedia," katanya.

Pada Senin (1/2) Menteri Keuangan Sri Mulyani mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengenai permohonan perpanjangan pembayaran insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang menangani COVID-19.

Dalam surat tersebut besaran insentif bagi tenaga kesehatan dipotong 50 persen.

Sebelumnya, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 447 tahun 2020,  insentif per orang per bulan untuk dokter spesialis Rp15 juta; dokter umum dan gigi Rp10 juta; bidan dan perawat Rp7,5 juta; dan tenaga medis lainnya senilai Rp5 juta. 

Dalam surat dari Menteri Keuangan ke Menteri Kesehatan, nilai insentif bagi tenaga kesehatan dipangkas 50 persen dari sebelumnya.

Wiku menjelaskan pula bahwa Kementerian Kesehatan masih berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan insentif bagi tenaga kesehatan bisa disalurkan tepat sasaran dan tepat waktu. 

"Kami meminta kepada fasilitas pelayanan kesehatan untuk segera memenuhi persyaratan administrasi yang dibutuhkan sehingga dana insentif ini dapat diterima oleh tenaga kesehatan," katanya.

Rencana pemerintah memangkas insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan COVID-19 mendapat kritik dari Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan yang meliputi Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

"Kami mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan dan segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan," kata perwakilan koalisi Wana Alamsyah.

Wana mengemukakan adanya penurunan alokasi dana untuk penanganan COVID-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.

Menurut dia, pemerintah pada tahun 2020 mengalokasikan anggaran kesehatan khusus untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp87,55 triliun namun menurunkannya menjadi Rp60,5 triliun pada tahun 2021. 

"Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk COVID-19," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa sampai sekarang masih banyak tenaga kesehatan yang belum menerima insentif atau santunan dari pemerintah.

"Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian salah satu penyebabnya karena belum tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk," kata Wana.

Berdasarkan data LaporCovid-19 per 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif yang dijanjikan pemerintah. 

Menurut data tersebut, 24 persen lain tenaga kesehatan menerima insentif namun nilainya tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 447/2020.

"Pemerintah harus segera memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Kami minta BPK, KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan COVID-19," kata Wana.

Baca juga:
Pemerintah kucurkan Rp9 triliun untuk insentif tenaga kesehatan 2020
Kemenkeu: Besaran insentif tenaga kesehatan masih sama dengan 2020

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021