Brent sekarang sedang membidik level 60 dolar AS karena OPEC+ telah berhasil meredakan sebagian besar kekhawatiran sisi pasokan dan optimisme tentang COVID meningkat secara global
New York (ANTARA) - Harga minyak menguat sekitar satu persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah menyentuh level tertingginya dalam satu tahun dan mendekati 60 dolar AS per barel, didukung oleh harapan kebangkitan ekonomi dan pembatasan pasokan oleh kelompok produsen OPEC dan sekutunya.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April mengakhiri sesi dengan bertambah 50 sen atau 0,9 persen, menjadi 59,34 dolar AS setelah mencapai level tertinggi sejak 20 Februari di 59,79 dolar AS.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret naik 62 sen atau 1,1 persen, menjadi 56,85 dolar AS per barel, setelah sempat mencapai 57,29 dolar AS, tertinggi sejak 22 Januari tahun lalu.

Harga minyak juga didukung ketika pasar saham AS mencapai rekor tertinggi di tengah tanda-tanda kemajuan menuju lebih banyak stimulus ekonomi, sementara laporan pekerjaan AS mengonfirmasi pasar tenaga kerja stabil.

Baca juga: Harga emas melonjak 21,8 dolar, tembus di atas 1.800 dolar

Harga minyak mentah berjangka AS melonjak 8,9 persen minggu ini, persentase kenaikan terbesar sejak Oktober, sebagian karena persediaan AS pekan lalu turun ke level yang terakhir terlihat pada Maret tahun lalu. Sementara harga minyak mentah Brent naik 7,8 persen untuk minggu ini berdasarkan kontrak bulan depan.

"Brent sekarang sedang membidik level 60 dolar AS karena OPEC+ telah berhasil meredakan sebagian besar kekhawatiran sisi pasokan dan optimisme tentang COVID meningkat secara global," kata Analis Pasar Senior OANDA, Edward Moya, di New York.

"Fundamental tetap solid untuk minyak mentah, tetapi konsolidasi tampaknya mungkin terjadi mengingat kenaikan baru-baru ini."

Terakhir kali Brent diperdagangkan pada 60 dolar AS per barel, pandemi belum terjadi, ekonomi terbuka dan permintaan bahan bakar jauh lebih tinggi.

Baca juga: Rupiah akhir pekan melemah, dipicu kekhawatiran naiknya kasus COVID-19

Peluncuran vaksin COVID-19 telah memberi harapan akan pertumbuhan permintaan, tetapi sekalipun orang optimis, seperti Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak yang memperkirakan defisit pasar sepanjang tahun ini, jangan berharap konsumsi minyak kembali ke tingkat sebelum pandemi hingga 2022.

“Apa yang benar-benar membantu pasar saat ini, dan merupakan alasan yang lebih valid untuk kenaikan harga yang kita lihat, sekali lagi datang dari Arab Saudi dan perusahaan topnya, Aramco,” kata Kepala Pasar Minyak Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.

Aramco menaikkan harga jual resmi (OSP) Arab Light ke Eropa Barat Laut untuk Maret sebesar 1,40 dolar AS per barel dari bulan sebelumnya. Ini bisa menandakan Arab Saudi lebih percaya diri dalam prospek permintaan, mendorong sentimen bullish, kata Tonhaugen.

Baca juga: Saham Spanyol naik hari kelima, Indeks IBEX 35 melambung 1,13 persen

OPEC dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, tetap pada kebijakan pengetatan pasokan mereka pada pertemuan Rabu (3/2/2021). Rekor pemotongan OPEC+ telah membantu mengangkat harga dari posisi terendah bersejarah tahun lalu.

"Disiplin OPEC+ benar-benar positif," kata Kepala Strategi Pasar CMC Markets, Michael McCarthy.

Jumlah anjungan minyak AS, indikator awal produksi di waktu mendatang, telah meningkat selama lima bulan berturut-turut. Minggu ini, jumlah rig naik empat rig menjadi 299 rig, tertinggi sejak Mei, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.

Namun, laju pemulihan di produsen teratas dunia itu lambat. Pemerintah pekan ini memproyeksikan produksi minyak mentah AS tidak akan melampaui rekor 2019 sebesar 12,25 juta barel per hari hingga 2023. Produksi pada 2020 turun 6,4 persen menjadi 11,47 juta barel per hari.

Baca juga: Saham Inggris rugi 3 hari beruntun, Indeks FTSE 100 turun 0,22 persen

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021