Jakarta (ANTARA) - Jumat dini hari pada 18 Desember 2020 itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batam merasa sudah menjalankan tugas dan wewenangnya tanpa melewatkan satu hal pun.

Rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kota pada Kamis tengah malam itu menetapkan hasil dari rekapitulasi adalah pasangan calon nomor urut 1 Lukita Dinarsyah Tuwo-Abdul Basyid memperoleh 98.638 suara dan pasangan nomor urut 2 Muhammad Rudi-Amsakar Achmad meraih 267.497 suara.

Usai rapat pleno, KPU Batam langsung menyerahkan hasil itu kepada pihak pasangan calon Lukita Dinarsyah Tuwo-Abdul Basyid dan Muhammad Rudi-Amsakar Achmad serta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Batam.

Salinan hasil rekapitulasi penghitungan suara itu pun langsung diunggah di laman resmi KPU Batam dan ditempel di papan pengumuman KPU Batam. Tidak ada yang merasa aneh.

Pasangan calon nomor urut 1 Lukita Dinarsyah Tuwo-Abdul Basyid yang menggugat hasil rekapitulasi perolehan suara itu ke Mahkamah Konstitusi mencatat KPU Batam menetapkan dan mengumumkan rekapitulasi pada Kamis, 17 Desember 2020, pukul 23.53 WIB. Sama seperti pernyataan KPU Batam.

Kuasa hukum pemohon Andi Ryza Fardiansyah dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang digelar Mahkamah Konstitusi sudah menerima permohonan dinilai didaftarkan melewati tenggat waktu.

Hal itu lantaran permohonan baru didaftarkan secara daring pada Rabu, 23 Desember 2020, pukul 00.49 WIB.

Walaupun pada awalnya kuasa hukum pemohon mengaku yakin permohonan diajukan masih dalam tenggat waktu karena terdapat dua hari libur setelah penetapan rekapitulasi.

Kemudian dalam sidang, ia mengakui permohonan didaftarkan terlambat 56 menit dari batas waktu. Keterlambatan di antaranya karena proses mengunggah dokumen secara daring yang memerlukan waktu.

Baca juga: KPU Batam nilai permohonan Lukita-Basyid ke MK kedaluarsa

Tidak hanya 56 menit, menurut perhitungan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, apabila penetapan dan pengumuman dilakukan pada 17 Desember 2020, semestinya batas akhir penyerahan permohonan adalah 21 Desember 2020.

Namun, ceritanya berbeda dalam sidang lanjutan pekan selanjutnya. Ada hal penting yang dilewatkan KPU Batam, yakni pengumuman.

Soal pengumuman penetapan hasil rekapitulasi ini penting bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengetahui permohonan didaftarkan masih dalam tenggat waktu tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan atau tidak.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menemukan fakta KPU Batam tidak mengumumkan penetapan rekapitulasi di laman resmi, melainkan hanya mencantumkan salinan rekapitulasi itu.

Bersama-sama di meja hakim, majelis hakim, kuasa hukum pemohon, kuasa hukum termohon dan kuasa hukum pihak terkait melihat laman resmi KPU Batam yang mencantumkan salinan penetapan rekapitulasi pada 18 Desember 2020.

KPU Batam juga tidak dapat menunjukkan bukti atas dalilnya telah menempel hasil rekapitulasi di papan pengumuman seperti yang diminta hakim konstitusi.

"Apa buktinya? Sebab di sini tidak ada disebutkan ini, hanya penyampaian salinan surat keputusan hasil rekapitulasi penghitungan suara," kata Hakim Panel 3 Mahkamah Konstitusi Saldi Isra yang memeriksan perkara itu.

Majelis hakim mengklarifikasi dan mengecek lagi dalam sidang lanjutan untuk melihat kebenaran materiil soal pengumuman yang dicurigai tidak dilakukan.

Lalu apakah tindakan KPU Batam yang sudah menyerahkan hasil rekapitulasi kepada pasangan calon dan Bawaslu serta menampilkan salinan rekapitulasi bukan termasuk bentuk pengumuman?

Ketua Panel 3 Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang itu mengumpamakan penetapan hasil rekapitulasi seperti persetujuan DPR dan presiden terhadap suatu rancangan undang-undang. Meski rancangan undang-undang sudah disetujui untuk disahkan, selama belum diundangkan, rancangan undang-undang itu belum berlaku.

Contoh lain adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) kemudian diumumkan di dalam sidang pengucapan putusan yang digelar secara terbuka untuk memenuhi asas publisitas.

Konsekuensi dari amanat Pasal 157 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan adalah dua perbuatan hukum, yakni penetapan dan pengumuman. Tidak bisa hanya penetapan tanpa disertai pengumuman.

Baca juga: KPU Batam tetapkan Rudi-Amsakar peraih suara terbanyak

Beda persepsi
Dari jawaban yang disampaikan, nampak KPU Batam memaknai penetapan perolehan suara hasil disertai unggahan salinan penetapan di laman resmi sudah merupakan pengumuman. Ada penafsiran yang berbeda dari Pasal 157 ayat (5) UU Pemilihan.

Kejadian seperti itu sejauh ini hanya terjadi di Pilkada Batam berdasarkan pemantauan lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Menurut peneliti KoDe Inisiatif Ihsan Maulana, semestinya KPU Batam tetap mengumumkan penetapan rekapitulasi perolehan suara. Tidak hanya menyerahkan hasil rekapitulasi kepada pasangan calon dan mengunggah salinan itu ke laman resmi.

Kemudian soal nasib permohonan yang disampaikan Lukita Dinarsyah Tuwo-Abdul Basyid, KoDe Inisiatif menghitung permohonan itu telah lewat dari tenggat waktu sesuai dengan dalil permohonan bahwa rekapitulasi diumumkan pada 17 Desember 2020.

Sengketa hasil Pilkada Batam masuk ke dalam 30 perkara yang diajukan melewati tenggat waktu berdasarkan catatan KoDe Inisiatif sehingga kemungkinan permohonan tidak akan diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun, itu baru proyeksi KoDe Inisiatif. Kini perdebatan batas waktu kasus yang terjadi di Batam itu hanya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang dapat menentukan. Kita hanya perlu menunggu selama sepekan untuk mengetahui bagaimana akhir cerita dari permohonan itu.

Akankah harapan Lukita Dinarsyah Tuwo-Abdul Basyid tumbang dalam putusan sela pada 15-16 Februari 2020 karena tidak memenuhi syarat formal? Atau berlanjut ke tahap pembuktian?

Baca juga: Dua TPS di Batam laksanakan pilkada ulang Minggu

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021