Mahkamah Agung menginginkan Komisi Yudisial yang kuat untuk dapat bersama MA menjaga martabat dan wibawa hakim.
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung menyebut sering disandingkan dengan tidak baik atau dipertandingkan dengan Komisi Yudisial, padahal dua lembaga itu memiliki keinginan yang sama untuk mewujudkan badan peradilan yang agung.

"Harapan kami, ingin bersanding, bukan untuk bertanding. Mengapa? Kami ingin bersanding karena visi maupun misi Mahkamah Agung akan mudah dicapai bilamana ada kontribusi dari lembaga lain, termasuk Komisi Yudisial," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial Sunarto dalam Rapat Kerja Komisi Yudisial Tahun 2021 secara virtual di Jakarta, Selasa.

Mahkamah Agung menginginkan Komisi Yudisial yang kuat untuk dapat bersama MA menjaga martabat dan wibawa hakim.

Baca juga: Ketua tekankan Komisi Yudisial tak cari popularitas

Hakim Agung Sunarto menekankan dalam menjaga kemandirian hakim, diperlukan penjaga yang banyak agar makin efektif. Namun, sumber daya Komisi Yudisial terbatas, yakni tujuh komisioner dan aparat yang kurang dari 1.000 orang untuk menjaga sekitar 8.200 hakim.

Permasalahan paling mendasar yang dihadapi Mahkamah Agung dalam menjaga kemandirian hakim, menurut dia, adalah menjaga internal pribadi hakim agar dapat menjalankan kemandiriannya.

Untuk itu, nama-nama yang didudukkan sebagai pemimpin badan peradilan harus sanggup menjadi panutan pegawai yang dipimpin dan tidak bermasalah.

"Kalau pemimpinnya bagian dari masalah, pemimpin tersebut hanya sibuk mengurusi masalahnya sendiri untuk segera diselesaikan, bahkan bisa saja meminta bantuan anak buahnya, bawahannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri," kata Sunarto.

Baca juga: Mukti Fajar Nur Dewata terpilih jadi Ketua KY

Pada tahun 2020, Mahkamah Agung menindaklanjuti sebanyak 11 dari 52 usulan sanksi yang disampaikan Komisi Yudisial dengan penjatuhan sanksi.

Sebanyak 41 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti, 39 di antaranya karena terkait dengan teknis yudisial dan dua sisanya karena terlapor sudah terlebih dahulu dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Agung.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021