Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi identitas saksi yang telah diperiksa pada Senin (8/2) dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tersangka Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan.

"Setelah kami cek kembali identitas dari saksi H Alvin Nugraha terdapat kekeliruan pencantuman profesi yang bersangkutan sebagaimana jadwal pemeriksaan Senin (8/2) di mana sebelumnya tercantum sebagai Direktur Pemasaran PT Berdikari dan yang benar saksi berprofesi sebagai notaris," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

KPK telah memeriksa Alvin sebagai saksi untuk tersangka Edhy. Ia dikonfirmasi perihal aliran uang yang diduga dipergunakan untuk pengurusan akta hibah tanah di Cianjur, Jawa Barat dari seseorang kepada tersangka Edhy.

Baca juga: KPK ajukan kasasi atas putusan banding terdakwa Rahardjo Pratjihno

"Saksi H Alvin Nugraha ini hadir dan telah diperiksa tim penyidik KPK terkait aliran uang dari rekening penampungan dugaan suap perizinan dan pengiriman ekspor benur yang diduga dipergunakan untuk pengurusan akta hibah tanah di Cianjur dari seseorang kepada tersangka EP," ungkap Ali.

KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito (SJT) yang telah rampung penyidikannya. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga telah melimpahkan berkas perkara Suharjito ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benur itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Baca juga: TII sebut komitmen pemberantasan korupsi baru di atas kertas
Baca juga: Perantara politikus PDIP Ihsan Yunus serahkan dua Brompton ke KPK

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021