New York (ANTARA) - Harga minyak melonjak lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu tahun di tengah harapan stimulus AS akan meningkatkan ekonomi dan permintaan bahan bakar, ketika pasokan mengetat terutama karena pemotongan produksi oleh negara-negara produsen utama.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April terangkat 1,29 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi ditutup di 62,43 dolar AS per barel, setelah mencapai puncak sesi di 62,83 dolar AS, level tertinggi sejak 22 Januari 2020.

Minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret bertambah 1,23 dolar AS atau 2,1 persen menjadi menetap di 59,47 dolar per barel, setelah menyentuh tertinggi sesi di 59,82 dolar AS, tingkat tertinggi sejak 9 Januari 2020.

Minyak mentah AS mencatatkan kenaikan mingguan sekitar 4,7 persen, sementara minyak Brent naik 5,3 persen pada minggu ini.

Presiden AS Joe Biden akan bertemu dengan kelompok bipartisan para walikota dan gubernur saat ia terus mendorong persetujuan rencana bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu jutaan pekerja yang menganggur.

Ketiga indeks utama saham AS berada di jalur untuk kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Penurunan tajam dalam kasus baru COVID-19 dan rawat inap meningkatkan harapan kehidupan pada akhirnya akan kembali normal.


Baca juga: Minyak melemah setelah reli panjang dan kekhawatiran permintaan



"Harapan stimulus AS dan kemajuan vaksin yang sedang berlangsung kemungkinan akan mempertahankan selera terhadap aset-aset berisiko dalam menawarkan dukungan ke pasar minyak," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.

Harga minyak telah meningkat selama beberapa pekan terakhir, terutama karena pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen sekutu dalam kelompok OPEC+.

"Harga minyak menahan kenaikan baru-baru ini minggu ini, didukung oleh tanda-tanda lebih lanjut bahwa stok minyak mentah, terutama di AS, sedang jatuh," kata analis Capital Economics dalam sebuah catatan.

"Kami mengantisipasi bahwa persediaan akan turun lebih lanjut tahun ini karena permintaan bahan bakar transportasi meningkat seiring dengan pelonggaran pembatasan terkait virus pada perjalanan."

Namun, OPEC minggu ini menurunkan ekspektasi untuk permintaan minyak global pulih pada 2021, memangkas perkiraannya sebesar 110.000 barel per hari (bph) menjadi 5,79 juta barel per hari.


Baca juga: Minyak catat reli terpanjang 2 tahun, vaksin angkat harapan permintaan


Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pasokan minyak masih melebihi permintaan global, meskipun vaksin COVID-19 diharapkan dapat mendukung pemulihan permintaan.

"Laporan (IEA) melukiskan gambaran yang lebih pesimis daripada yang diperkirakan pelaku pasar ketika harga tinggi saat ini," kata Commerzbank.

Data permintaan dari importir minyak terbesar dunia juga memberikan gambaran yang suram.

Jumlah orang yang melakukan perjalanan di China menjelang liburan Tahun Baru Imlek anjlok hingga 70 persen dari dua tahun lalu karena pembatasan virus corona mengekang migrasi domestik tahunan terbesar di dunia, data resmi menunjukkan.

Rebalancing di pasar juga bisa menghadapi hambatan jika produksi AS naik, kata analis dan pedagang.

Pengebor AS minggu ini menambahkan rig minyak dan gas alam selama 12 minggu berturut-turut, penambahan terpanjang sejak Juni 2017, menurut data Baker Hughes.


Baca juga: Minyak cetak kenaikan hari ketujuh berturut-turut, Brent di 61 dolar

Baca juga: Harga minyak melonjak ke tertinggi satu tahun, Brent tembus 60 dolar

Baca juga: Brent dekati 60 dolar, terangkat pengurangan pasokan dan stimulus

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021