Sejak saat itu Djoko Tjandra bebas keluar masuk wilayah Indonesia karena tidak ada 'alert'. 
Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum pada menyebut perbuatan bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Pol. Napoleon Bonaparte menyebabkan terpidana cessie Bank Bali Djoko Tjandra bisa bebas keluar masuk Indonesia tanpa diketahui Kejaksaan Agung.

Hal tersebut terungkap dalam surat tuntutan Napoleon Bonaparte yang menyatakan pada tanggal 13 Mei 2020 Kepala Seksi Pencegahan Subdit Cegah Tangkal Dirwasdakim pada Ditjen Imigrasi Ferry Tri Ardhiansyah atas perintah Kepala Subdirektorat Cegah Tangkal Dirwasdakim Ditjen Imigrasi Sandi Andaryadi melakukan penghapusan status DPO Djoko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) tanpa pemberitahuan kepada Kejaksaan Agung RI.

"Sejak saat itu Djoko Tjandra bebas keluar masuk wilayah Indonesia karena tidak ada alert dan tidak ada dalam sistem cegah dan dilakukan pemberitahuan ke seluruh kantor Imigrasi Indonesia by sistem," kata jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung Zulkipli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte dituntut 3 tahun penjara

Dalam perkara ini JPU menuntut Napoleon dengan 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura (sekitar Rp7,2 miliar) dari Djoko Tjandra.

Penghapusan nama Djoko Tjandra dari sistem ECS SIMKIM Ditjen Imigrasi tersebut karena pada tanggal 4 Mei 2020, Irjen Pol. Napoleon memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 4 Mei 2020 perihal Pembaharuan Data Interpol Notices yang atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi. Isi surat pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol red notice.

Pada tanggal 5 Mei 2020 Irjen Pol. Napoleon kembali memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020 perihal Penyampaian Penghapusan Interpol Red Notices yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang menyampaikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra Control No: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 atau setelah 5 tahun.

"Dengan alasan karena tidak ada permintaan dari Kejaksaan RI sebagai pihak yang meminta perpanjangan. Terdakwa Napoleon Bonaparte dan saksi Prasetijo Utomo sudah tahu sejak awal Djoko Tjandra adalah terpidana dan masuk dalam red notice dengan perbuatan tersebut Napoleon dan Prasetijo bertentangan dengan jabatannya," ungkap jaksa.

Baca juga: Pengusaha Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara

Napoleon juga diketahui pada tanggal 8 Mei 2020 meminta anak buahnya Kombes Pol. Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat kepada istri Djoko Tjandra, yaitu Anna Boentaran yang menerangkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan pada Police Data Criminal ICPO Interpol didapatkan hasil Djoko Tjandra tidak lagi terdata sebagai subjek Red Notice ICPO Interpol, Lyon, Prancis.

"Sehingga pada bulan Juni 2020 Djoko Tjandra kembali ke Indonesia dan mengajukan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dalam proses kedatangannya dijemput Prasetijo Utomo di Pontianak karena Djoko Tjandra melalui jalan darat, selanjutkan kembali ke Malaysia juga melalui Pontianak dan diantar Prasetijo Utomo karena melalui jalan darat," tambah jaksa.

Napoleon, menurut JPU, terbukti menerima uang dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi secara bertahap, yaitu:
1. Pada tanggal 28 April 2020, Tommy Sumardi memberikan uang 200 ribu dolar Singapura kepada Napoleon ditambah 50.000 dolar AS yang sempat ditolak Napoleon pada tanggal 27 April 2020.
2. Pada tanggal 29 April 2020 sebesar 100.000 dolar AS.
3. Pada tanggal 4 Mei 2020 sebesar 150.000 dolar AS.
4. Pada tanggal 5 Mei 2020 sebesar 70.000 dolar AS.

Baca juga: Penyidik Polri dalami dugaan pencucian uang terkait Irjen Pol Napoleon

Uang itu berasal dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui sekretarisnya bernama Nurmawan Fransisca dan supirnya Nurdin dengan perincian:
1. Pada 27 April 2020 sebesar 100.000 dolar AS.
2. Pada 28 April 2020 sebesar 200.000 dolar Singapura.
3. Pada 29 April 2020 sebesar 100.000 dolar Singapura.
4. Pada 4 Mei 2020 sebesar 150.000 dolar AS.
5. Pada 5 Mei 2020 sebesar 20.000 dolar AS.
6. Pada 12 Mei 2020 sebesar 100.000 dolar AS.
7. Pada 22 Mei 2020 sebesar 50.000 dolar AS.

Baca juga: Divpropam Polri segera sidang kode etik terdakwa Napoleon-Prasetijo

"Dengan demikian, total yang diterima Tommy Sumardi adalah uang 500.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dikurangkan uang yang diberikan kepada Napoleon Bonaparte 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dan kepada Prasetijo Utomo 100.000 dolar AS maka total yang dinikmati Tommy adalah 30.000 dolar AS," tambah jaksa Zulkipli.

Terhadap tuntutan tersebut, Napoleon akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada hari Senin (22/2).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021