Dalam program pemulihan ekonomi nasional ini, room to improve-nya masih besar sekali, karena ini jumlah platform yang ikut berpartisipasi juga masih sangat sedikit, baru sekitar 10 persen...
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, mengatakan teknologi finansial (fintech) berpotensi besar mempercepat pemulihan ekonomi naisonal.

Kuseryansyah mengungkapkan sebanyak 148 platform fintech yang bernaung di bawah AFPI telah menyalurkan Rp259 miliar, namun baru 10 persen yang bergabung dalam program pemulihan ekonomi nasional.

"Dalam program pemulihan ekonomi nasional ini, room to improve-nya masih besar sekali, karena ini jumlah platform yang ikut berpartisipasi juga masih sangat sedikit, baru sekitar 10 persen platform yang ikut program pemulihan ekonomi nasional. Masih ada puluhan sampai lebih dari seratus peluang," ujar Kuseryansyah dalam acara virtual mengenai teknologi finansial, Rabu.

Baca juga: AFPI: Tren pencairan pinjaman fintech lending naik 27 persen pada 2020

Dia meyakini akan semakin banyak platform fintech yang turut ambil bagian dalam program pemulihan ekonomi nasional secara resmi melalui kerja sama dengan bank-bank jangkar.

Kuseryansyah melihat progres dari kerja sama fintech layanan pinjam meminjam peer to peer lending (P2P lending) dengan bank jangkar semakin hari semakin baik.

"Berdasarkan data dari Daily Social di survei kami yang lalu, kurang lebih sekarang dana dari bank itu adalah 28 persen dari total penyaluran," kata Kuseryansyah.

Hal ini juga, menurut Kuseryansah, menjadi sinyal baik, sekaligus menjawab kekhawatiran orang di masa lalu bahwa fintech akan mendisrupsi bank atau layanan multi-finance di Indonesia.

Baca juga: Pemerintah gandeng asosiasi fintech genjot ekonomi digital nasional

Terlebih, fintech P2P lending memiliki kemampuan menjangkau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Berdasarkan data AFPI, sebanyak 45 persen dari total platform anggotanya memberi pembiayaan di bawah Rp50 juta.

Sementara pinjaman dengan nilai di atas Rp500 juta hanya berjumlah 8,3 persen dari total platform fintech anggota AFPI.

Kolaborasi fintech dan bank jangkar juga dinilai menjadi solusi, sebab Indonesia memiliki market yang sangat luas, yang juga menjadi tantangan industri fintech saat ini.

"Tentunya challenge bagi kami adalah bagaimana meningkatkan daya saing produk agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas," ujar Kuseryansyah.

Baca juga: Fintech syariah dorong Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyarankan para platform fintech untuk tidak hanya memberikan layanan kepada masyarakat di Jawa, tapi juga di luar Jawa.

Meski daerah luar Jawa memiliki potensi yang juga besar, menurut Kuseryansyah, permasalahan ada pada kendala terkait dengan infrastruktur.

"Infrastruktur telekomunikasi dan infrastruktur dari ekosistem digital di sana tidak semaju di Jawa, itu juga merupakan tantangan," kata Kuseryansyah.

"Ini juga merupakan PR bersama, semua pemangku kepentingan harus turun kalau mau meningkatkan penetrasi fintech di luar Jawa, harus dibangun infrastruktur telekomunikasi, dan infrastruktur dari ekosistem digital di sana," dia menambahkan.

Baca juga: Bantu UMKM, "fintech" Tokomodal salurkan pembiayaan Rp800 miliar

Baca juga: Penyaluran pinjaman fintech lending syariah tahun lalu Rp1,7 triliun

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021