Bandung (ANTARA) - Upaya pemerintah yang bertekad menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia akan terkendala jika sektor pertanian tidak lagi dilirik sebagai sektor yang menjanjikan bagi generasi "zaman now" atau kaum milienial.

Salah satu cara untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan mencetak petani dari kalangan generasi "zaman now"

Akhir tahun 2020, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggagas sebuah program bernama "Petani Milenial Juara". Program ini bertujuan untuk mengubah wajah industri pertanian menjadi segar, sehingga generasi milenial tertarik menjadi petani dengan memanfaatkan teknologi.

Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Benny Bachtiar mengatakan sektor pertanian saat ini belum menjadi magnet pekerjaan bagi generasi milenial di Jabar.

Hal tersebut,  berdampak pada rendahnya produktivitas pangan di Jabar yakni hampir 75 persen petani di Jabar sudah berusia 45 tahun.

Berdasarkan hasil survei pertanian antar sensus (sutas) 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Jabar mencapai 3.250.825 orang.

Dari jumlah tersebut, petani yang berusia 25-44 tahun hanya 945.574 orang atau 29 persen. Kondisi tersebut tentu memberikan efek domino bagi sektor pertanian di Jabar.

Benny mengatakan, selain untuk menarik minat generasi milenial, Petani Milenial Juara bertujuan menumbuh kembangkan kewirausahaan muda pertanian di Jabar.

Pemprov Jabar,  ingin menciptakan pertanian maju, mandiri, dan modern.

Sehingga dengan adanya program tersebut maka diharapkan dapat mengurangi masalah pengangguran sekaligus mengubah wajah pertanian menjadi pertanian modern dan berbasis teknologi.

Sejumlah bantuan pun akan diberikan Pemda Provinsi Jabar dalam program Petani Milenial Juara. Pertama adalah peminjaman lahan garapan seluas 2.000 meter persegi selama kurun waktu dua tahun.

Bantuan permodalan lewat skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) pun akan diberikan. Termasuk pendampingan penanaman dari para penyuluh pertanian di lapangan.

Menurut Benny, Pemda Provinsi Jabar akan mencari off taker atau pembeli. Dengan begitu, petani muda dapat berkolaborasi dengan offtaker mengenai komoditas apa yang mesti dihasilkan.

Benny mengatakan, teknologi 4.0 akan dimanfaatkan dalam program Petani Milenial Juara.

Ia menyebut bahwa implementasi teknologi menjadi dasar pembinaan petani milenial. Dengan pemanfaatan teknologi, diharapkan produktivitas petani milenial dapat meningkat.

Pemprov Jabar akan memanfaatkan Teknologi digital science base agriculture, seperti drips irigation, e-fishery, dan fish finder. Selain itu, ada TALESA atau online digital desa.

Program Petani Milenial Juara ini tidak hanya mencakup bidang pertanian tapi termasuk peternakan, perikanan, dan perkebunan.

Adapun komoditas pertaniannya akan sangat variatif. Untuk pertanian, mulai dari jagung, jahe, ubi-ubian, sampai tanaman holtikultura. Di sektor perkebunan adalah serahwangi. Kemudian, madu dan jamur tiram.

Selain itu, budidaya penggemukan domba, ayam boiler, ayam petelur dan ternak puyuh. Sedangkan di sektor perikanan yakni budidaya ikan tawar lewat kolam plastik.


5.000 petani

Pemerintah Provinsi Jabar sendiri akan menyiapkan lahan pertanian untuk dikelola oleh 5.000 petani milenial yang telah diseleksi dan memiliki semangat untuk mengembangkan produk pertanian sehingga tidak lagi mencari pekerjaan di kota.

"Lima ribu warga Jabar muda jadi petani, tanahnya dari provinsi sudah disiapkan hampir seribuan hektare," kata Gubernur Jabar M Ridwan Kamil usai peresmian Smart Green House PT Agro Jabar di Kampung Cikole, Desa Wanasari, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, beberapa waktu lalu.

Ia menuturkan Indonesia khususnya di Jabar membutuhkan petani muda agar sektor pertanian terus tumbuh untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Upaya mewujudkan petani muda maka Pemerintah Provinsi Jabar menyediakan lahan yang diperbolehkan petani milenial untuk menggarapnya dan menjadi sumber penghasilan yang lebih baik daripada di kota.

"Syaratnya mau berkeringat, dan syarat wajib tinggal di desa, jangan ingin programnya tapi tinggal di kota," kata pria yang akrab dipanggil Kang Emil itu.

Ia menyampaikan petani milenial itu hanya cukup bekerja menanam dan merawat tanamannya agar tumbuh baik, kemudian diberi pinjaman modal, lalu hasil pertaniannya akan dibeli oleh PT Agro Jabar.

"Tanah dikasih, modal dikasih, hasil dibeli, sudah seenak-enaknya hidup, tinggal hidup mau kerja saja," katanya.

Rencananya Pemprov Jabar menyiapkan lahan 4 ribu hektare di Kabupaten Subang yang siap digunakan untuk petani milenial.

Program itu diharapkan mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk menciptakan swasembada pangan di Jabar.

"Saya tidak melihat alasan tidak berhasil, sampai suatu hari tinggal di desa itu keren," katanya.

Hingga 11 Februari 2021, sebanyak 6.000 milenial Jawa Barat (Jabar) telah mendaftar program Petani Milenial Juara melalui situs https://petanimilenial.jabarprov.go.id/.

Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Benny Bachtiar mengatakan, pendaftaran Petani Milenial Juara masih dibuka. Gubernur Jabar Ridwan Kamil sendiri menargetkan 5.000 milenial tergabung dalam program tersebut.

Pendaftaran program Petani Milenial masih terus berjalan hingga kini. Sedangkan, waktu penutupan akan diinfokan kembali.

Milenial paling banyak mendaftar berasal dari kawasan Bandung Raya seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, serta Kabupaten Sumedang dan Garut.

Profil para pendaftar sekitar 45 persen berumur 20-24 tahun dan 28 persen berumur 25-29 tahun. Pendaftar didominasi laki-laki sekitar 87 persen sedangkan perempuan 13 persen.

Setelah mendaftar, para calon petani muda ini akan disaring secara administrasi, salah satunya terkait pemenuhan syarat bila diperlukan kredit dari lembaga keuangan.

Kemudian, calon petani akan menjalani skrining teknis di perangkat daerah. Setelah lolos, pemuda ini akan dilatih lebih dalam sebelum terjun ke lapangan.

Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jabar sendiri akan mengarahkan petani milenial untuk mengembangkan burung puyuh.

Sementara itu, Kepala DKPP Jawa Barat Jafar Ismail, burung puyuh dipilih karena hanya membutuhkan lahan 50 meter persegi dengan waktu pemeliharaan hanya 60 menit per hari.

Satu unit peternakan dengan 1.000 ekor burung puyuh membutuhkan investasi Rp22 juta. Dengan perhitungan kasar keberhasilan bertelur 70-80 persen, telur yang dapat diproduksi sekitar 800 butir per hari dengan nilai jual Rp240 ribu.

Setelah dipotong biaya produksi, keuntungan bersih Rp80.000 per hari atau Rp2,4 juta per bulan.

"Itu dari 1.000 ekor, kalau dua kali lipatnya tentu keuntungan bertambah," kata Jafar.

Jafar menyebutkan, dari pengalaman, petani burung puyuh dapat balik modal (break event point) pada bulan kesembilan.

“Petani milenial ini peluang di masa pandemi, pertanian sangat dibutuhkan dalam situasi apapun karena urusan makan tidak bisa ditunda- tunda,” tutur Jafar.

Salah satu persyaratan teknis adalah calon peserta program ini harus punya pengalaman dengan pertanian minimal empat bulan.

"Karena ini kaitanya dengan kredit, risikonya akan tinggi jika modal disalurkan ke orang yang belum pernah mengenal pertanian sama sekali," ujarnya.

Menurut Ajat, pihaknya untuk tahap pertama ini akan mengarahkan petani milenial ini untuk membudidayakan jagung, Ubi Jepang. Jagung dan Ubi Jepang dipilih sebagai komoditas andalan karena memiliki nilai ekonomis tinggi.

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021