Suka Makmue, Aceh (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya Provinsi Aceh kini melakukan penelusuran terkait kasus pemulangan sebanyak 50 orang anak yatim dan fakir miskin oleh pengelola Panti Asuhan Mulia Hati milik pemerintah daerah setempat.

“Penelusuran yang kami lakukan ini guna memastikan tidak ada pelanggaran hak-hak anak telantar yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah,” kata Wakil Ketua DPRK Nagan Raya Puji Hartini di Suka Makmue, Rabu.

Baca juga: Klaster panti asuhan, Wagub: Wabah COVID-19 masuk ke banyak lini

Menurutnya, kasus pemulangan 50 anak panti asuhan di daerah itu oleh petugas Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Panti Asuhan Mulia Hati Dinas Sosial Kabupaten Nagan Raya, merupakan persoalan serius.

Kata Puji Hartini, akibat pemulangan tersebut diduga telah menyebabkan anak asuh harus kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, kesejahteraan dan perlindungan dari pemerintah.

Baca juga: 25 anak panti asuhan di Bangka dinyatakan sembuh COVID-19

Guna mengungkap kasus tersebut, pihaknya juga sudah menjadwalkan pemanggilan kepada pejabat di Dinas Sosial Kabupaten Nagan Raya agar persoalan tersebut dapat segera dituntaskan.

“Kami tidak main-main dengan persoalan ini, karena ini menyangkut dengan hak anak-anak untuk mendapatkan perlindungan dari negara,” kata Puji Hartini menegaskan.

Baca juga: 33 anak panti asuhan terkonfirmasi COVID-19 di Tangerang sembuh

Sebanyak 50 orang anak yatim, fakir miskin, kaum duafa dan anak telantar yang selama ini menempati Panti Asuhan Mulia Hati di Kabupaten Nagan Raya terpaksa dipulangkan atau dikembalikan ke orang tua karena terkendala regulasi.

“Kami terpaksa memulangkan seluruh anak-anak yang selama ini tinggal di panti asuhan karena terkendala nomenklatur terkait status lembaga panti asuhan,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Nagan Raya Bustami di Suka Makmue, Selasa (16/2).

Menurutnya, pemulangan puluhan anak-anak di panti asuhan tersebut karena Panti Asuhan Mulia Hati Kabupaten Nagan Raya yang selama ini dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) belum memiliki persetujuan dari Pemerintah Aceh terkait perubahan status lembaga.

Menurutnya, sesuai dengan regulasi yang ada, saat ini status lembaga panti asuhan hanya boleh dikelola oleh Pemerintah Aceh.

Sedangkan pemerintah daerah, kata Bustami, hanya boleh mengelola lembaga baru yakni Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) yang pengelolaannya berada di bawah Dinas Sosial kabupaten/kota.

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021