gas organik yang mudah menguap yang ditangkap indera penciuman anjing
Jakarta (ANTARA) - Ahli virologi Universitas Udayana Prof. I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan pemanfaatan anjing untuk mendeteksi COVID-19 belum diuji akurasinya dan tidak menyarankan untuk menggunakannya karena adanya potensi penularan virus terhadap binatang.

"Anjing mempunyai penciuman yang tajam, itu sudah diketahui, dan sudah biasa dipakai untuk (melacak) narkoba. Tetapi untuk COVID-19 secara biologi itu belum ada bukti bahwa penderita COVID-19 mengeluarkan senyawa atau bau yang sangat spesifik," kata Ngurah ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta pada Kamis.

Meski sudah digunakan di beberapa negara tapi penggunaannya belum luas dan sifatnya masih presumptive diagnosis atau diagnosis yang masih dalam dugaan.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana itu juga menegaskan untuk memastikan nilai diagnosis, dokter melakukannya berdasarkan hasil pengujian dan pengamatan jejak dari jaringan.

Baca juga: Guk! Guk! Anjing Chili bertugas deteksi COVID-19 di bandara Santiago

Terkait hal itu, dia menegaskan maka penggunaan anjing untuk melacak COVID-19 itu tidak memiliki makna diagnosis.

Selain itu, dia menegaskan perlunya pengujian lebih lanjut terkait tingkat akurasi dari penggunaan anjing untuk menapiskan virus itu.

Dia mencontohkan perlunya pengujian apakah anjing tersebut bisa membedakan COVID-19 dengan penyakit pernapasan lain.

Sebelumnya, sebuah klinik hewan di Jerman telah melatih anjing pelacak untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 di sampel liur manusia. Anjing-anjing itu dikondisikan untuk mencium "bau corona" yang datang dari sel di orang-orang yang terinfeksi.

Baca juga: Peneliti kembangkan AI periksa batuk untuk deteksi dini COVID-19

Selain itu di Finlandia, anjing juga telah dilatih untuk mendeteksi virus itu di bandara Helsinki-Vantaa sejak September lalu seperit juga bandara internasional di Santiago, Chile.

Namun, Ngurah mengatakan virus itu sendiri tidak memiliki bau khas. Kemungkinan besar "bau khas" yang digunakan untuk melacak adalah bahan gas volatile dari pasien.

"Itu barangkali yang ditangkap oleh anjing jadi bukan bau virusnya, mungkin gas volatile organic compound atau gas organik yang mudah menguap yang ditangkap indera penciuman anjing," tegasnya.

Baca juga: Oxford kembangkan tes yang dapat deteksi virus corona dalam lima menit

Dia sendiri melihat penggunaan anjing itu sebagai penapis meski hasil konfirmasi tetap harus dilakukan dengan menggunakan tes PCR.

Tidak hanya itu, dia juga menyoroti adanya potensi bahaya menggunakan anjing untuk melacak COVID-19 itu mengingat sudah adanya beberapa kasus di mana hewan peliharaan terinfeksi COVID-19.

Dia menyebut adanya eksperimen ilmiah di mana terjadi penularan dari manusia ke kucing dan sesama kucing.

"Hal yang sama juga penggunaan anjing untuk mengendus pasien yang kemungkinan COVID-19, ini justru berisiko untuk anjing itu menjadi agen pembawa virus kepada manusia yang lain. Jadi sebaiknya justru barangkali tidak usah digunakan," ujarnya.

Baca juga: Inggris bagikan jutaan alat tes, mampu deteksi corona dalam 90 menit
Baca juga: Dosen Unair-peneliti internasional kembangkan alat tes COVID-19 daring

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021