Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Dr Trubus Rahardiansyah mengatakan public civility atau kesantunan publik harus dikedepankan dalam berdemokrasi guna mencegah permusuhan dan kebencian yang dapat mengarah pada perpecahan.

Seperti mengeluarkan kritik atau saran, agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Artinya, bila kritik atau saran itu dilontarkan atas dasar kebencian bisa menimbulkan permusuhan atau kebencian baru, katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia menyampaikan dalam melakukan kritik itu janganlah menyinggung pribadi seseorang. Karena bila menyinggung pribadi seseorang jadinya adalah pencemaran nama baik. Kemudian juga jangan menimbulkan atau membuat fitnah, karena jika mengarah ke fitnah, maka hal itu merupakan delik pidana.

”Jadi jangan melakukan fitnah dengan membuat pernyataan-pernyataan atau isu-isu yang sebenarnya belum tentu kebenarannya. Jangan juga membuat atau menciptakan berita-berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran atau meresahkan di masyarakat,” ujarnya.

Trubus yang juga Sekretaris Jenderal Himpunan Bina Mualaf Indonesia (Sekjen HBMI) mencontohkan informasi yang mengarah hoaks seperti membuat penyataan yang seolah-olah di suatu tempat akan terjadi kerusuhan atau konflik sosial di tempat tertentu. Atau ada agama tertentu yang diserang oleh suatu masyarakat tertentu. Itu merupakan bentuk-bentuk informasi yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.

Baca juga: Ahmad Syauqi imbau elit kedepankan politik santun

”Dampak awalnya tentu sifatnya bisa secara mikro yakni lebih kepada ketidaksenangan pada pihak-pihak tertentu yang dianggap berbeda. Tapi kalau dampak secara luas tentunya bisa sampai terjadi konflik sosial, konflik kekerasan, hingga diskriminasi yang bisa berakibat pada penghilangan nyawa seseorang,” kata Dosen Fakultas Hukum Trisakti itu.

Ia mengatakan, masyarakat sejatinya memiliki social capital atau modal sosial yang cukup tinggi untuk mengedepankan kesantunan di dalam berucap dan bertindak guna menyampaikan aspirasi. Modal sosial bangsa Indonesia seperti gotong royong dan toleransi. Modal sosial tersebut perlu dipupuk dan terus dibangun seperti melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat.

”Perlu dilakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat dengan bermusyawarah dan dialog. Bukan sedikit-sedikit di bawa ke urusan hukum,” kata peraih gelar Doktoral bidang Ilmu Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia ini.

Selain itu, Trubus mengatakan masyarakat perlu membangun penguatan toleransi sehingga orang itu tidak berperilaku radikal. Untuk itu harus dikedepankan kembali penyelesaian kekeluargaan dan musyawarah sesuai demokrasi Pancasila.

”Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang menghendaki masyarakat demokratis yang kritis. Tapi kritiknya harus memakai solusi, jangan sekadar mengatakan kekurangannya saja tapi tanpa ada solusi. Karena kalau sekadar mengomongkan kekurangannya saja semua orang tentu bisa. Tapi bagaimana solusinya itu yang lebih penting,” ucapnya.

Baca juga: Muhaimin ajak wujudkan politik santun

Menurutnya, apa yang dimaksud presiden adalah kritik yang solutif, kritik yang membangun dan konstruktif, sehingga tidak memojokkan pihak-pihak lain. Dengan begitu pihak tidak menjadi marah, tersinggung atau antipati.

”Jadi membangun masyarakat demokrasi ini merupakan tantangan kita bersama menuju Indonesia Emas di tahun 2045 mendatang, terutama terhadap para generasi milenial bangsa ini,” tutur Trubus.

Dia juga berpesan agar generasi milenial utamanya untuk anak dalam tingkat pendidikan SD, SMP, SMA harus dididik untuk memahami perbedaan-perbedaan, memahami toleransi agar memahami bahwa bangsa ini adalah Bhinneka Tunggal Ika.

“Menurut saya tantangan terberat itu ada pada pendidikan, bagaimana mendidik mereka agar moralnya santun, moral yang menegakkan nilai-nilai Pancasila, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan nilai keadilan. Demikian juga untuk pendidikan agama yang berbau ekstrim juga jangan ditampilkan,” kata Trubus.

Baca juga: Akademisi: generasi muda butuh pendidikan politik santun

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021