Palu (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat telah mengumumkan ada lima provinsi di Tanah Air yang masuk dalam kategori siaga bencana banjir bandang.

Kelima daerah itu adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, karena memiliki potensi dilanda hujan lebat.

Sulteng yang berada di Jantung Pulau Sulawesi selama ini memang seringkali diterjang banjir bandang dan Tanah Longsor, sebab banyak sungai dan struktur tanahnya labil.

Ketika curah hujan meningkat, bencana alam banjir dan tanah longsor sering terjadi di hampir seluruh wilayah Sulteng.

Ada sejumlah daerah di Sulteng yang selama ini sering dilanda bencana banjir bandang dan tanah longsor. Daerah-daerah itu adalah Kabupaten Tolitoli, Buol, Banggai,Poso, Morowali, Morowali Utara, Parigi Muotong, Donggala, Sigi, termasuk pula Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng yang rawan banjir kiriman.

Banjir kiriman di Palu sering terjadi karena ada beberapa sungai yang bermuara di Sungai Palu seperti Sungai Laoswani, Sungai Kawatuna, Sungai Gumbasa, Sungat Paneki, Sungan Wera, Sungai Oloboju dan Sungai Sombelewara.

Karena itu, masyarakat di sejumlah permukiman di Kota Palu setiap kali banjir, airnya meluap hingga ke rumah-rumah penduduk yang berada di dekat daerah aliran sungai (DAS) Sungai Palu.

Karena itu, masyarakat di DAS Sungai Palu yang bermuara di Teluk Palu perlu waspada, sebab ancaman banjir kiriman sewaktu-waktu dapat terjadi.

Meski tidak ada hujan, Sungai Palu sering dilanda banjir dan airnya meluap ke permukiman warga di bantaran sungai, apabila hujan lebat mengguyur hulu sungai.

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika hujan lebat di hulu sungai dan menerjang sejumlah desa di Kabupaten Sigi, Kota Palu pun ikut terdampak banjir bandang.

Banjir bandang terakhir kali terjadi di sejumlah desa di Kabupaten Sigi seperti di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Desa Bangga dan Rogo di Kecamatan Dolo Selatan yang mengakibatkan ratusan rumah tertimbun longsor. Penerangan listrik, jaringan telekomunikasi, sejumlah jembatan dan jalan putus diterjang banjir bandang.

Pada saat itu pula, permukiman penduduk di beberapa wilayah di Kota Palu seperti di Kelurahan Ujuna, Lere dan Besusu tergenang banjir.

Bahkan, ada seekor buaya yang ditemukan warga terbawa arus masuk ke permukiman penduduk dan mengusik ketenteraman warga yang di sekitarnya.

Baca juga: Operasi SAR penanganan banjir Tojo Una-una di tutup
Baca juga: Tangani pascabanjir Donggala-Sulteng, alat berat dikerahkan ke lokasi


Tojo Unauna

Salah satu daerah rawan banjir di Sulteng yakni Kabupaten Tojo Una-Una beberapa hari lalu diterjang banjir bandang menyusul hujan deras mengguyur daerah itu.

Sejumlah desa di Kecamatan Tojo Barat, Kabupaten Tojo Una-Una dilanda banjir bandang.

Dari hasil laporan Tim SAR Basarnas di lapangan, sedikitnya ada 85 unit rumah warga terendam banjir yang dihuni 92 kepala keluarga dengan 345 jiwa. Selain itu, delapan rumah hanyut terseret banjir di Desa Tayawa, Kecamatan Tojo Barat pada Kamis (18/2) sekitar Pukul 14.00 Wita.

Dalam bencana alam tersebut, tidak ada korban jiwa, kecuali kerugian material cukup besar.

Bencana banjir itu memaksa ratusan warga di beberapa desa, termasuk yang terparah di Desa Tayawa, Kecamatan Tojo Barat, harus mengungsi ke tempat yang aman.

Warga sebagian mengungsi ke rumah warga lain yang berada di tempat aman dan sebagian lagi mengungsi ke masjid dan tenda-tenda pengungsi yang disediakan oleh Pemkab Tojo Una-Una.

Banjir yang melanda wilayah itu dipicu karena hujan lebat selama beberapa hari.

Kabupaten Tojo selama ini memang sering dilanda banjir saat intensitas curah hujan meningkat.

Kepala Kantor SAR Pencarian dan Pertolongan Palu Andrias Hendrik Johanes telah mengirim Tim SAR gabungan ke lokasi banjir di Kabupaten Tojo Una-Una untuk membantu kegiatan evakuasi harta benda milik warga setempat, serta mendirikan posko pengungsian bagi warga terdampak bencana.

Kini, warga terdampak banjir telah kembali dan membersihkan rumah mereka dari sisa-sisa material lumpur.

Sementara warga yang kehilangan rumah karena hanyut terseret arus banjir, saat ini tinggal di posko pengungsian.

Semua anggota TIM SAR juga sudah pulang dari lokasi banjir di Kabupaten Tojo Una-Una dan kembali lagi ke satuan masing-masing.

Baca juga: Poso diterjang longsor dan banjir, akses jalan darat putus
Baca juga: ACT Sulteng salurkan logistik untuk penyintas banjir Sigi


Imbauan Bupati

Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapata, mengimbau warganya untuk tetap waspada bencana, sebab Sigi termasuk kabupaten cukup rawan bencana banjir dan longsor.

Bahkan, bukan hanya banjir dan longsor, tetapi juga gempa bumi, karena berada pada lintasan cesar aktif Palukoro.

Pada 2018, Sigi dilanda gempa bumi dengan magnitudo 7,4 yang mengakibatkan ribuan rumah warga rusak, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, jaringan irigasi, jalan dan jembatan, jaring listrik, jaringan telekomunuikasi dan perkantoran pemerintah, rumah ibadah (masjid dan gereja), sekolah, rumah sakit, puskesmas dan kantor desa banyak yang rusak.

Ratusan orang meninggal dunia akibat peristiwa gempa bumi itu.

Pada 2019 dan 2020 bencana alam banjir dan longsor kembali menerjang sejumlah wilayah di Kabupaten Sigi seperti kecamatan Kulawi, Dolo Selatan dan Gumbasa yang juga menelan beberapa korban jiwa meninggal dunia.

Karena itu, Pemkab Sigi terus mengingatkan dan mengimbau warga, khususnya yang selama ini permukiman mereka sering dilanda bencana banjir bandang untuk ekstra waspada.

Artinya, warga tidak boleh lengah. Saat intensitas curah hujan meningkat, masyarakat  perlu waspada dan segera mengungsi jika ada tanda-tanda datangnya banjir.

Pemkab Sigi juga meminta masyarakat jangan lagi merusak hutan, sebab banjir dan tanah longsor selain dipicu karena intensitas curah hujan tinggi, juga tentu hutan sudah menurun fungsinya.

Apalagi, jika di DAS hutannya sudah gundul, maka rawan banjir saat curah hujan meningkat.

Pemkab Sigi telah mencanangkan setiap desa minimal menanam 10.000 pohon. Program ini menjadi salah satu solusi mengantisipasi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.

Jika hutan tetap terpelihara dengan baik,niscaya dapat mengurangi bencana alam banjir dan tanah longsor. Tetapi kalau hutan sudah gundul, maka bencana banjir dan longsor tentu tidak bisa dihindari.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sigi bersama relawan NGO terus memberikan mitigasi bencana kepada masyarakat di beberapa wilayah rawan bencana.

BPBD Sigi sudah membentuk banyak desa tangguh bencana dan tersebar di hampir semua wilayah rawan bencana banjir dan longsor di  Kabupaten Sigi.

BMKG Pusat dan daerah juga telah mengumumkan akan adanya potensi banjir di sejumlah daerah dan Sulteng, yang termasuk kategori siaga banjir.

Kabupaten Sigi harus terus berupaya untuk mengurangi resiko dampak dari bencana alam dengan menjaga kelestarian hutan dan alam.

"Hutan harus dijaga, bukan dirusak, sebab hutan dan alam pun bisa marah. Jika hutan marah, maka musibah pun bisa terjadi dan menimbulkan kerugian besar bagi kita semua," kata Kepala BPBD Kabupaten Sigi,  Asrul.

Musibah banjir yang terjadi di beberapa daerah di Tanah Air, termasuk di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulteng, harus dijadikan pelajaran bagi kita semua untuk tetap waspada dan ramah lingkungan.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam menjaga kelestarian alam adalah memelihara dan memperlakukan hutan dengan baik. 

Baca juga: Pemprov Sulteng salurkan bantuan logistik korban banjir di Sigi
Baca juga: Korban banjir bandang di Kulawi-Sulteng masih bertahan di pengungsian

 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021