saat ini kain batik antibakteri itu masih dikembangkan dalam skala laboratorium. Dengan demikian, harganya masih terlalu mahal apabila dijual di pasaran.
Yogyakarta (ANTARA) - Balai Besar Kerajinan dan Batik menargetkan produksi kain batik antibakteri dapat dilakukan secara massal pada 2021 dengan menggandeng perusahaan swasta.

"Kami kan tidak boleh produksi sendiri. Jadi nanti yang memproduksi ya sepenuhnya perusahaan swasta," kata Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Titik Purwati Widowati di Yogyakarta, Selasa.

Menurut Titik, saat ini kain batik antibakteri itu masih dikembangkan dalam skala laboratorium. Dengan demikian, harganya masih terlalu mahal apabila dijual di pasaran.

"Dalam skala laboratorium harga jualnya masih tinggi. Maka kami membutuhkan orang yang bisa memproduksi antibakteri untuk batik ini secara lebih banyak," kata dia.

Baca juga: Merawat fesyen batik tetap eksis di tengah pandemi

Batik antibakteri itu, kata dia, merupakan salah satu wujud diversifikasi produk batik seperti yang didorong Kementerina Perindustrian.

Ia meyakini prospek penjualan batik antibakteri itu sangat bagus di saat persoalan kesehatan tubuh menjadi prioritas di masa pandemi. "Sekarang masih antibakteri, siapa tahu ke depan bisa membuat yang antivirus," kata Titik.

Ia menjelaskan secara fisik kain batik antibakteri yang telah dipatenkan tersebut tidak ada bedanya dengan kain batik biasa. Melalui teknologi yang dimiliki Balai Besar Kerajinan dan Batik, antibakteri dimasukkan melalui pori-pori kain.

Baca juga: Ketua DPD beri perhatian sentra batik tulis Bangkalan

Antibakterinya, kata dia, telah diuji di sepuluh perusahaan batik yang tergabung dalam Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI).

"Bakteri kan ada yang baik ada yang buruk. kami berharap dengan adanya busana antibakteri maka bakteri yang kurang sehat bisa dicegah masuk," kata dia.
 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021