Banjarmasin (ANTARA) - Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kalimantan Selatan Melinda Bahri S. Psi, Psikolog mengatakan pihaknya
banyak melakukan psikoedukasi untuk membantu masyarakat menghadapi kecemasan selama pandemi COVID-19.

"Kita harapkan masyarakat bisa selfcare atau pemeliharaan terhadap diri sendiri. Untuk itulah, psikoedukasi penting terus dilakukan, baik melalui flayer yang diposting di media sosial IPK maupun webinar," katanya di Banjarmasin, Minggu.

Psikolog Klinis RSUD dr H Moch Ansari Saleh Banjarmasin ini mengungkapkan sejak pandemi masalah psikologis yang banyak ditemui adalah kecemasan tertular COVID-19 dan kecemasan kehilangan pekerjaan.

Baca juga: Dinkes DKI dan IPK berkolaborasi dukung kesehatan jiwa pasien isolasi

Melalui psikoedukasi yang diartikan pemberian edukasi, seperti tata cara penyelesaian masalah sederhana, masyarakat dapat lebih kuat membentengi diri dari sisi psikologis dampak lebih buruk akibat situasi sulit saat ini.

"Pandemi telah berdampak ke segala sektor kehidupan dan ekonomi, jadi yang paling terpukul tentunya mayoritas dari masyarakat khawatir akan terganggu perekonomiannya, selain takut terhadap COVID-19 itu sendiri," bebernya.

Melinda juga rajin membuat selebaran antistigma bagi tenaga kesehatan, pasien COVID-19, penyintas dan keluarga pasien agar semua orang saling menguatkan menghilangkan pikiran negatif yang justru bisa menjatuhkan.
Melinda Bahri bersama pengurus dan anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kalimantan Selatan. (ANTARA/Firman)


Seorang Psikolog Klinis, ungkap Melinda, memberikan pelayanan meliputi asesmen, penegakan diagnosa dan intervensi yang berkaitan dengan masalah psikologis atau gangguan kejiwaan.

Ia mengatakan sebenarnya tubuh manusia secara psikologis memiliki imun terhadap permasalahan yang selalu dihadapi manusia.

Individu akan mampu menyelesaikan sendiri permasalahannya jika pemaknaan dirinya terhadap permasalahan tersebut ringan. Namun, saat masalah datang terus menerus dan kadar permasalahan menjadi sedang hingga berat tentu psikis tidak sanggup menampung permasalahannya.

Hingga pada akhirnya tingkat stres pun berubah dari ringan menjadi sedang ke berat. Kemudian terjadi perubahan perilaku seperti menarik diri, sulit tidur, kehilangan minat dalam interaksi sosial, murung, tidak berdaya dan putus asa. Jika sudah muncul perubahan perilaku seperti ini, perlu untuk berkonsultasi ke psikolog klinis.

Baca juga: Penguatan psikososial pascabencana Ambon diberikan CCI

Baca juga: Studi: terapi daring bisa bantu tangani depresi


"Individu membutuhkan penanganan tepat, yaitu psikoterapi agar permasalahan yang dihadapi tidak mengarah ke gangguan kejiwaan lebih berat," tutur jebolan Psikologi Universitas Islam Bandung itu.

Melinda mengaku terkadang suka miris kalau melihat masyarakat yang masih takut berkonsultasi ke psikolog lantaran masih ada stigma dan juga ketakutan akan labeling yang sebenarnya tidak benar.

Dia berharap masyarakat dapat sehat sejahtera secara psikologis dan mampu beradaptasi dengan permasalahan yang dihadapi serta memiliki keterampilan dalam penyelesaian masalah, sehingga tidak rentan stres yang akan menimbulkan gangguan psikologis.

Pewarta: Firman
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021