Jakarta (ANTARA) - Komikus Archie The RedCat awal tahun ini berhasil menyelesaikan komik daring "Eggnoid" yang telah menemani pembaca webtoon selama lima tahun. Kepopuleran komik ini membuat kisah remaja bernama Ran yang menemukan Eggy, pria tampan dari telur misterius, diadaptasi ke layar lebar pada 2019, dibintangi oleh Morgan Oey dan Sheila Dara Aisha. Komikus Bandung kelahiran 31 Maret yang sudah menelurkan karya "Scarlet", "White Feathers", "Mulih", "LUV" ini berbagi cerita dengan ANTARA mengenai kisah di balik nama pena, kegiatannya selama pandemi, hobi baru selama pagebluk hingga perasaannya setelah "Eggnoid" rampung.

Baca juga: Kreator "Eggnoid" bicara soal Morgan Oey dan film yang beda dari komik

Apa kabar Archie selama pandemi?
Lumayan kangen masa-masa ngafe, bosan di studio terus. Dulu mah suka ngumpul sama teman, ngafe sambil ngegambar bareng.

Bagaimana menjaga diri tetap happy selama pandemi?
Banyak nonton Netflix! (tertawa) Enggak sih, lumayan banyak kegiatan juga, kayak gambar-gambar fan art, atau gambar-gambar untuk senang-senang, saya belajar lagi menggambar pakai kuas. Kalau dulu, sudah selesai gambar buat webtoon, saya gambar lagi tapi yang buat kesenangan pribadi, bukan buat pekerjaan.

Sebetulnya apa sih cerita di balik nama Archie The Redcat?
Karena saya senang sama warna merah dan senang kucing. Dulu saya terobsesi sama warna merah. Sepatu, celana, jaket, aksesoris merah semua sampai orang lieur (pusing), semuanya merah (tertawa). Kalau belanja, lihat yang merah, wah bagus banget mencrang (indah). Waktu kecil saya suka Sailor Mars, karena merah. Suka Jason di Power Ranger karena dia Ranger Merah. Waktu kecil kalau enggak salah saya pernah nonton TV show dari Belanda tentang kucing merah, dari situ saya mikir “oh kucing juga bisa warna merah”. Saya kan pengin yang beda, kucing warna merah kan enggak ada.

Archie-nya?
Singkatan dari RedCat. RC. Jadi Archie. Dulu pas SMP saya bikin Ucing Beureum (kucing merah dalam bahasa Sunda), tapi pas ditulis banyak yang enggak bisa ngomongnya (karena tidak familier dengan bahasa Sunda). Saya pikir bakal ngerepotin kalau dijadikan nama panggung (tertawa). Pas SMP saya sudah mikirin itu, makanya ganti jadi yang lebih go international (tertawa).

Karena namamu The RedCat, saya asumsi kamu punya kucing. Pelihara berapa ekor?
Dulu banyak, sekarang jadi tinggal tiga. Sambil mengurus stray cat. Kalau stray cat yang datang untuk makan lima ekor. Yang tiga ekor terus-terusan di studio. Kalau capek kerja tinggal main sama kucing.

Baca juga: Pilihan Eggy demi Ran di "Eggnoid"

 

Selamat ya sudah menyelesaikan "Eggnoid", bagaimana perasaannya bertahun-tahun akhirnya rampung juga?
Lima tahun. Mulai Desember 2015, udahan Januari 2021. Rasanya lega, jadi merasa bebas banget bisa ngapa-ngapain. Kan kadang waktu terakhir-terakhir mau tamat, sering mimpi telat deadline, bagaimana kalau file hilang semua, pas lihat jam sudah hari Minggu, bagaimana ngejarnya (tenggat waktu)? Stres begitu sampai terbawa mimpi. Sekarang plong banget enggak perlu mikirin deadline lagi. Senang banget, lega banget.

Dulu memang rencana buat Eggnoid serial panjang sampai bertahun-tahun?
Memang rencana bakal empat season, cuma dulu rencananya satu season 50 episode, jadi ceritanya bakal 200 episode saja. Tahunya ada yang mulur jadi 70-80 episode (per musim). Kalau enggak salah jadi 250 sekian, mulur 50 episode.

Kenapa bisa mulur?
Kan setiap chapter saya harus bikin naskah, tapi bentuknya tulisan. Pas dibuat storyboard, ada bagian yang butuh banyak ruang untuk diekspresikan lewat gambar. Kalau misalkan kepanjangan, kagok kalau dipotong, jadi cut untuk episode selanjutnya.

Kamu pernah unggah buku yang isinya konsep "Eggnoid" di Twitter. Bagaimana sih proses membuat serial? Apa saja isi buku itu?
Isi bukunya konsep, kayak kerangka karangan. Misalnya, season satu ada pointer-pointernya. Contoh, pointer satu, Ran dan Eggy pertama ketemu, lalu bagaimana mereka setelah ketemu, kejadian apa yang membuat mereka tambah akrab. Kalau ada yang bisa dijadikan satu episode, pointer-pointer itu disatukan. Kalau sudah ada pointer, dari setiap pointer dibikin naskah. Tapi naskahnya lebih kayak dialog. Isinya dialog-dialog karakter apa saja. Pas bikin storyboard, dialog di naskah dimasukkan ke balon dialog. Setelah sudah jadi saya baca ulang, lalu buat layout. Kalau sudah oke baru bikin sketsa.

Refleksi dari proses membuat Eggnoid, ada momen berkesan?
Yang sedih apa yang senang?

Dua-duanya.
Yang sulit enggak bisa dilupakan… Kalau bikin "Eggnoid" benar-benar butuh waktu full seminggu. Hari Senin-Selasa saya cool down, enggak ngerjain apa-apa. Libur. Rabu mulai nulis dialog. Kalau sudah ada back up naskah, kadang isi dialog dari pointer. Sudah begitu diedit lagi. Dialog kadang ditulis di mana saja, kadang di angkot, di kafe, di WC (tertawa). Jadi kadang masih berantakan struktur dialognya. Susunan dialog diedit lagi biasanya hari Rabu. Lalu Kamis saya mulai storyboarding sama buat sketsa. Hari Jumat dan Sabtu proses penintaan sama maraton dengan asisten bagian base (color). Sabtu-Minggu dari asisten sudah dapat base color, saya warnain shading. Minggu jam 5 sore sudah dikirim ke editor untuk terbit.

Baca juga: Alasan Morgan Oey dipilih jadi Eggy dalam "Eggnoid"

Nah, jadi membuat "Eggnoid" itu benar-benar full seminggu. Terus sempat kucing saya sakit, muntah-muntah dan lemas. Saya bolak-balik ke vet. Sudah gitu yang sakit dua ekor. Satu ekor sudah nginep di vet. Pas saya balik lagi (untuk kucing lain) katanya penuh, karena kucing kena virus jadi enggak bisa di vet biasa, harus ke vet lain untuk karantina. Senin sampai Jumat saya bolak-balik ke dokter hewan, komiknya jadi terlantar. Hari Jumat saya ngegeber semua biar bisa tetap terbit. Terus berturut-turut Sabtu dan Minggu saat saya sedang mengejar deadline, kucing saya sekarat dan meninggal. Itu saya ngerjain komik sambil ceurik (menangis). Sebelumnya saya sakit gara-gara CTS (sindrom lorong karpal di mana tangan mati rasa dan sakit akibat saraf di pergelangan tangan tertekan), sakit flu, jadi sudah sempat hiatus beberapa kali. Kalau hiatus lagi, enggak bagus juga. Jadi saya tetap buat.

Nah, kalau momen yang bahagia selama buat "Eggnoid"?
Bukan saat mengerjakan, tapi setelah komiknya selesai. Saya merasa dapat reward ketika pembaca suka dengan ceritanya. Kalau saya bikin cerita mengharukan, atau ada yang menurut saya bagus isinya, besoknya suka banyak dapat DM (direct message) dari pembaca, ada yang bilang dia jadi terinspirasi, bilang dia jadi lebih kuat karena Ran (tokoh utama Eggnoid). Ran itu kan anak yatim piatu, banyak pembaca yang struggling karena orangtuanya meninggal jadi merasa dekat dengan cerita Eggnoid. Lewat komik, pembaca bisa curhat-curhat, bilang mereka merasa lebih kuat dan enggak kesepian lagi (baca cerita "Eggnoid"). Itulah reward yang saya rasakan. Saya jadi berpikir, capek mengejar deadline capek-capek enggak apa-apa kalau respons pembaca jadi happy. Jadinya saya bikin komik bukan sekadar bikin komik, tapi ada value buat orang lain. Itu momen yang saya suka setiap bikin komik.

Berarti Archie rajin baca komentar pembaca ya? Biasanya mereka kirim respons lewat medsos?
Ada yang lewat email, instagram, Twitter. Kalo ngetik panjang biasa saya bacain. Kalau spam atau “P” doang saya skip. Yang panjang-panjang biasanya saya balas.

Baca juga: Cerita Morgan Oey jadi pria menggemaskan di "Eggnoid"

Baca juga: Film adaptasi webtoon "Eggnoid" diputar perdana di Surabaya

Baca juga: Kevin Julio perankan tokoh baru dalam film adaptasi "Eggnoid"

 

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021